Opini

Bagi-Bagi Izin Tambang, Berpotensi Mengalihkan Fungsi Ormas

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Lulu Nugroho

wacana-edukasi.com, OPINI– Ketok palu Presiden Indonesia menandai izin penambangan untuk ormas telah resmi berlaku. Tertera pada PP No. 25/2024 tentang Perubahan atas PP No. 96/2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara, (CNBCIndonesia, 30/52024).

Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) yang diberikan adalah wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B). Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia beralasan, ormas keagamaan memiliki jasa dalam memerdekakan Indonesia sehingga sudah selayaknya mereka diberikan IUP.

Adapun ormas yang akan diberikan IUP adalah Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI), dan organisasi keagamaan lainnya mulai dari Kristen, Katolik, Hindu, Buddha. Beberapa ormas menerima aturan tersebut dengan gembira menilai, bahwa Presiden membuat keputusan berani. Mereka berdalih bahwa dana tersebut menjadikan lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Sebagian masyarakat pun menilai bahwasanya lebih baik tambang dikelola ormas ketimbang negara. Masyarakat kelompok ini telah apatis menghadapi kehidupan yang semakin sempit dengan beragam kebijakan negara, yang tak bijak.

Ormas yang menerima: Nahdhatul Ulama (NU), Mathla’ul Anwar, Nahdlatul Wathan (NW). Sedangkan ormas yang menolak: Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Huria Kristen Batak Protestan (HKBP), Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI). Muhammadiyah masih bimbang, terpecah suara pada internal mereka, antara yang menimbang untuk menerima dan tetap bersikeras menolak.

Beberapa lembaga dan para pakar pun tidak menyetujuinya, dengan berbagai alasan, di antaranya: obral konsesi berpeluang menjinakkan ormas, sebab akan terjadi politik balas budi. Di samping itu kegagalan pengelolaan dapat menimbulkan konflik horizontal antara ormas dengan masyarakat. Bahkan bisa jadi mengakibatkan kerusakan lingkungan sebagaimana yang kerap terjadi pada praktik penambangan.

*Bahaya IUP bagi Kehidupan Umat*
PP ini bertentangan dengan UU Minerba, yaitu UU 3/2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara, bahwa izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) hanya diberikan pada BUMN dan BUMD. Tetapi kini ormas malah mendapat IUP, sementara ia bukanlah lembaga yang memiliki kapasitas untuk melakukan penambangan. Maka dapat diprediksi bahwa ia akan mengikuti jejak kerusakan seperti yang dilakukan pendahulunya, yakni para pengusaha swasta.

Apalagi ormas akan menggandeng swasta, yang memiliki teknologi eksplorasi tambang. Hingga akhirnya swasta juga yang diuntungkan, sebab mereka yang mengendalikan pengelolaannya. Pada gilirannya, masalah seputar tambang yang menimpa manusia dan alam, seperti kerusakan alam, kematian, diperkarakannya masyarakat yang menentang, dan sebagainya, akan terus terjadi.

Pun akan terjadi bentrokan antara ormas dengan masyarakat, sebagaimana halnya yang terjadi pada penambang dengan masyarakat adat. Sebagian penambang yang beroperasi di kawasan masyarakat adat, telah menyisakan persoalan, seperti tambang batu bara yang menganga di Kalimantan Timur, telah banyak menimbulkan korban jiwa. Begitu pun tambang nikel di Halmahera yang menyebabkan gangguan kesehatan, dan masih banyak kasus lainnya.

*Tanggung Jawab Negara*
PP terbaru ini membuat kita dapat melihat secara terang benderang, betapa negara hanya berperan sebagai fasilitator, yaitu memberikan fasilitas berupa peraturan, agar pengelolaan SDA bisa dilakukan oleh pihak tertentu. Padahal sejatinya negaralah yang bertanggung jawab untuk mengurusi kebutuhan rakyat.

Dalam pemerintahan yang bersandar pada kapitalisme – sekularisme, kebijakan yang dihasilkan tidak mengacu pada aturan agama. Maka tak heran negara akan menyerahkan tambang kepada swasta. Hal ini justru menunjukkan ketidakmampuan negara mengelola urusan umat yangmenggunakan beragam cara demi meraih kekuasaan.

Bahkan patut diwaspadai, bahwasanya pemberian IUP merupakan strategi asing memecah belah kaum muslim, atau diduga kuat sebagai upaya membungkam ormas agar tidak terlalu nyaring menyuarakan sikap kritisnya mengoreksi pemerintah. Perlakuan yang khas semacam ini, muncul pada pemerintahan bentuk otoriter populis oligarki. Pada gilirannya negara akan mengontrol penuh ormas, sehingga hanya berjalan sesuai arahan.

*Pandangan Islam*
Islam memandang bahwa semua kekayaan alam yang menguasai hajat hidup masyarakat, termasuk di dalamnya mineral dan batu bara, dikategorikan sebagai harta milik umum, yang dibutuhkan oleh seluruh kaum muslim atau menjadi hajat hidup orang banyak, yang jika tidak tersedia akan menyebabkan keguncangan dan perselisihan, semisal air. Rasulullah saw. pernah bersabda, “Kaum muslim itu berserikat dalam tiga hal, yaitu air, padang rumput dan, api.” (HR Abu Dawud)

Tidak hanya pada tiga jenis barang tersebut, tetapi juga berlaku pada setiap harta yang memiliki sifat-sifat kepemilikan umum, yakni harta yang dibutuhkan masyarakat banyak. Masyarakat dilarang memiliki sebagian atau keseluruhan, melainkan hanya boleh mengambil manfaatnya saja.

Begitu pula tambang yang memiliki deposit melimpah dan tak terbatas, seperti batu bara, gas alam, minyak bumi, emas, dan lainnya. Negara wajib mengelolanya dan memanfaatkan hasilnya untuk rakyat, berupa produk jadi seperti migas, maupun berupa layanan publik, seperti penyediaan pendidikan dan kesehatan secara gratis untuk seluruh rakyat. Negara tidak boleh memberi izin kepada perusahaan, perorangan atau ormas, untuk menguasai dan mengeksploitasinya.

Dalam Islam, politik ditujukan untuk riayah (mengurusi urusan rakyat) berdasarkan syariat Allah Ta’ala. Setiap kebijakan penguasa ditujukan untuk menyejahterakan rakyat individu per individu, bukan untuk kepentingan kapital, pribadi pejabat dan kroninya. Dengan demikian, terwujud kesejahteraan yang merata bagi seluruh rakyat, melalui pengaturan Islam ini.

Kewajiban negara adalah memanfaatkan pengelolaan SDA demi kemakmuran rakyat. Negara tak boleh mengabaikan urusan rakyat. Jika itu terjadi, akan ada kelompok (kutlah) yang senantiasa mengingatkan (muhasabah), baik dalam bentuk organisasi masyarakat (ormas) atau partai politik.

Tugas kutlah sebagaimana disebutkan dalam QS Ali Imran ayat 104, ada tiga, yaitu menyeru kepada kebajikan (Islam), melakukan yang makruf, dan mencegah yang mungkar. Kutlah senantiasa melakukan koreksi terhadap pemerintah (muhasabah lil hukam), dan memperhatikan kondisi masyarakat, mencegahnya dari kemerosotan berpikir. Aktivitas di luar tiga hal itu bukanlah tugas ormas, sehingga ormas tidak boleh menerima konsesi pengelolaan SDA.

Kembali kita memasuki tahun baru hijriah, maka konsekuensi logisnya adalah terjadi perbaikan dalam tataran individu, masyarakat, dan juga negara, yakni perubahan menuju ketaatan kepada Allah SWT secara total yang diwujudkan dengan penerapan syariah Islam kaffah di dalam seluruh aspek kehidupan. Kembali pada kehidupan Islam merupakan tanggung jawab seluruh komponen umat. Wallahu ‘alam bishshawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 37

Comment here