Oleh : Lely Novitasari (Aktivis Generasi Peradaban Islam)
Wacana-edukasi.com, OPINI— Tidak henti-hentinya berbagai negeri kaum muslim terus bergejolak. Mulai dari genosida yang masih terjadi di Palestina, Rohingya yang terusir dari wilayahnya, Muslim Kashmir juga Uygur yang mendapatkan intimidasi di wilayahnya. Pengibaratan umat Islam bagaikan daging yang diperebutkan nyata terjadi.
Sejak Juli 2024 tuntutan perubahan yang berujung tragedi berdarah juga dialami sebagian besar pengujuk rasa yang merupakan mahasiswa di negara Bangladesh. Berita terbaru senin, 6 Agustus 2024, dilansir BBC(dot)com, untuk pertama kalinya setelah 15 tahun pemerintahannya Perdana Menteri Sheikh Hasina sebagai putri presiden pendiri Bangladesh & merupakan kepala pemerintahan perempuan yang paling lama menjabat di dunia akhirnya memutuskan mengundurkan diri dan dikabarkan melarikan diri ke India.
Awal mula terjadinya aksi protes mahasiwa ditunjukkan pada rezim pemerintahannya yang memberikan akses kuota seleksi pegawai negeri sipil (PNS) lebih banyak pada keluarga veteran yang dipilih bukan karena kualitas serta kapabilitasnya. Pengujuk rasa menilai kebijakan ini lebih menguntungkan kelompok pro-pemerintah pendukung Hasina.
Maka mereka menuntut keadilan diberikan pada seluruh rakyat dengan aksi turun ke jalan. Namun, bukannya diberikan ruang diskusi justru rezim penguasa menurunkan aparat keamanannya untuk menjadi mesin algojo bagi rakyatnya. Banyaknya video yang beredar di media sosial menujukkan arogansi aparat keamanan terhadap para mahasiswa yang merupakan sebagian besar pengunjuk rasa.
Bukankah seharusnya kritik rakyat atas kebijakan rezim penguasa didengar dan diberikan ruang diskusi? Jika tuntutan keadilan tidak menemukan titik temu, bukan tidak mungkin kedepannya situasi ini akan berdampak semakin buruk. Kapitalisme-demokrasi nampak penerapannya tidak berpihak pada rakyat, bahkan menghasilkan kerusakan dan pada satu titik yang akan menyebabkan rakyat memberontak dan menuntut perubahan.
Rakyat Masih Menuntut Perubahan
Perubahan merupakan sebuah keniscayaan. Terlebih bila ada sesuatu yang dianggap tidak adil, maka perubahan menjadi jalan menuju kebijakan yang dianggap lebih manusiawi. Melansir antaranews, Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Volker Turk, mendesak Bangladesh untuk transparan menginformasikan jumlah korban meninggal dan yang dipenjara demi kepentingan keluarga terdampak serta mendesak pemulihan akses internet penuh untuk komunikasi gratis.
Sekalipun tuntutan kuota telah dikurangi menjadi 7 persen yang sebelumnya 56 persen, termasuk 5 persen diperuntukkan bagi keturunan veteran perang kemerdekaan, unjuk rasa ini telah menjadi tragedi berdarah dan menelan korban yang tidak sedikit yakni 409 orang termasuk warga negara Indonesia (WNI), di mana pada Senin (5/8/2024) ada lebih dari 109 orang yang meregang nyawa. Menurut laporannya sebagian diakibatkan luka tembak selama aksi protes, juga akibat arogansinya aparat keamanan dalam mengantisipasi massa aksi, berita ini dilansir CNBC.
Jurang Kesenjangan Sosial Yang Tinggi
Mengutip dari Bank Dunia, mengungkapkan ekonomi Bangladesh masih menghadapi tantangan besar dalam hal ketidaksetaraan dan pengentasan kemiskinan, terutama di pedesaan dan di antara kelompok-kelompok rentan. Walaupun banyak perusahaan asing berinvestasi mendirikan pabrik tekstil di sana, pada faktanya justru menimbulkan kerusakan lainnya akibat dari pembuangan limbah yang tidak tertata. Maka adanya industri fast fashion dunia semakin memperpuruk kondisi Bangladesh.
Jika kebijakan rezim penguasa dalam memberikan peluang kerja bagi rakyat sipil dibatasi, tentu konflik serta kesenjangan sosial tinggi akan semakin memperpuruk kondisi ekonomi di Bangladesh.
Pengurangan kuota yang dilakukan rezim penguasa sebelum pengunduran diri pemimpinnya dianggap sebagai opsi yang bisa mengatasi gejolak demonstrasi rakyatnya. Namun faktanya pengurangan kuota PNS belum mampu memberikan solusi tuntas dari kesenjangan sosial yang dialami Bangladesh selama ini. Rakyat masih menuntut perubahan. Bangladesh yang sampai hari ini mengadopsi sistem demokrasi-kapitalisme, akankah arah perubahan yang diinginkan dapat tercapai?
Jalan Perubahan
Sebuah realita pahit dalam politik demokrasi-kapitalisme akan senantiasa melahirkan kebijakan yang condong pada siapapun yang sedang berkuasa. Istilah Vox Populi Vox Dei (suara rakyat adalah suara Tuhan) terbukti hanya romatik-retorika dalam demokrasi yang sering disampaikan jelang pesta demokrasi yakni pemilu. Karena pada kenyataannya rakyat mana yang selalu didengar? Bahkan hakikatnya istilah suara rakyat suara Tuhan bertentangan dengan agama Islam sebagai mayoritas keyakinan penduduk Bangladesh.
Maka perubahan dalam sistem demokrasi-kapitalisme sepanjang sejarahnya hanya akan berganti wajah kepemimpinan dan hanya akan membuka jalan lebar untuk semakin sekuler dan liberalnya suatu negara. Layakkah sistem demokrasi-kapitalisme dipertahankan?
Berkaca pada sejarah, umat Islam mampu memimpin sebuah peradaban, hidup dalam negara yang memanusiakan manusia, mampu menjaga akidah, harta, serta nasab juga jiwa itu ketika Islam diterapkan sebagai sebuah sistem bermasyarakat dan bernegara.
Sebagaimana masyarakat jahiliyah pada saat itu dengan segala kerusakannya mampu diubah dengan terinstalnya Islam di dalamnya. Keberadaan Jazirah Arab yang awalnya tidak dianggap menjadi wilayah yang disegani. Sekalipun muncul dari wilayah yang kecil yakni Madinah Al Munawaroh, sistem Islam mampu mengubah tatanan sosial yang buruk menjadi peradaban baru yang gemilang.
Maka jalan perubahan secara mendasar inilah yang harusnya disadari umat Islam baik di Bangladesh maupun seluruh dunia. Menjadikan Islam tidak hanya sebagai ibadah ritual tapi sebagai sebuah sistem negara.
Niscaya perubahan akan terwujud ketika umat mengikuti tahapan perubahan sebagaimana dicontohkan oleh Rasulullah Saw. Perubahan tersebut akan terwujud dalam arahan/ pimpinan kelompok yang merujuk kepada amal Rasulullah saw. Yaitu kelompok dakwah Islam ideologis. Aktivitas kelompok dakwah haruslah bersifat politis karena memperjuangkan tegaknya sistem Islam merupakan aktivitas politik.
Perubahan yang mampu diwujudkan dalam sistem Islam tidak hanya persoalan ekonomi, melainkan secara keseluruhan tatanan kehidupan. Umat tidak lagi tersibukkan dan berorientasi fokus hanya pada kesejahteraan duniawi melainkan berlomba-lomba membangun kemajuan peradaban untuk memetik amal di akhirat. Sistem Islam bukanlah sebuah dongeng ataupun retorika. Secara historis dan empiris sistem Islam terbukti mampu menjadi sebuah peradaban mercusuar 13 abad lamanya.
Masihkah berharap dengan sistem kapitalisme-demokrasi yang hanya menghasilkan tatanan kehidupan yang rusak akibat dari menjauhkan umat dari keyakinannya serta mengeksploitasi SDA dan SDM negeri-negeri Islam hanya untuk keuntungan segelintir elit politik global?
Wallahu’alam bishowab.
Views: 3
Comment here