Oleh : Lely Novitasari (Aktivis Generasi Peradaban Islam)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Gen Z adalah generasi yang hidup di era kemajuan teknologi. Mereka tidak pernah mengalami fase dunia tanpa digitalisasi. Namun, dibalik kemudahan yang disuguhkan, hidup di era yang serba instan dan canggih, Gen Z menghadapi segundang persoalan yang kompleks.
Di antaranya kesehatan mental Gen Z, menurut laporan Kompas(dot)com, belum lama berita seorang remaja diduga bunuh diri melompat dari gedung parkir sepeda motor di Metropolitan Mall, Bekasi, Selasa (22/10/2024). Terlepas dari identitas dan motif yang masih ditelusuri, insiden remaja bunuh diri menggambarkan adanya kerapuhan mental generasi muda.
Dari data Kementerian Kesehatan, bahwa ada 6,1% penduduk berusia 15 tahun ke atas mengalami gangguan kesehatan mental, seperti kecemasan dan depresi. Fakta lain menunjukkan bahwa ada lebih dari 15,5 juta remaja di Indonesia mengalami masalah kesehatan mental, khususnya terkait kecemasan dan depresi. Tentu ini bukan perkara receh, ini persoalan serius yang harusnya segera ditanggani.
Di sisi lain, Gen Z juga dihadapkan pada tantangan ekonomi. Mulai dari kenaikan UKT, ekspetasi keluarga, sulit cari kerja dan sedikitnya lapangan pekerjaan akibat adanya fenomena PHK massal, hingga angka pengangguran naik, menjadi problematika yang signifikan. Menurut laporan Radar Jogja, ada 9,9 juta Gen Z di Indonesia yang terkategori pengangguran.
Ini baru sebagian kecil gambaran problematika yang lahir dari sebuah penerapan kebijakan demokrasi-kapitalisme. Sistem yang melahirkan kebijakan/aturan yang seringkali tidak berpihak khususnya pada generasi muda. Misal dalam pendidikan: adanya kurikulum merdeka realitanya memiliki banyak tantangan dalam implementasinya.
Mulai dari ketidaksiapan guru sebab adanya tuntutan harus lebih kreatif dan inovatif yang tidak diimbangi dengan pelatihan dan dukungan maksimal. Sementara tanggung jawab mereka tak hanya itu, melainkan harus juga memenuhi tuntutan administratif dan evaluasi. Di sisi lain kurangnya sarana dan prasarana di wilayah terpencil/terpelosok/terluar, serta sistem pembelajaran yang kurang optimal. Akibatnya pendidikan yang harusnya menjadi pondasi generasi untuk menaikkan level berfikir serta supaya tidak mudah kena penyakit mental menjadi kurang maksimal.
Tentu ini bukan hanya persoalan kurikulum. Pendidikan generasi yang didapat dari rumah pun terkadang tidak maksimal. Sebab sebagian ada orangtua yang belum memiliki bekal keilmuan dalam parenting, ada pula orangtua yang tersibukkan dengan mencari nafkah. Anak yang seharusnya dapat pendidikan dasar di rumah seperti adab, moral dll. pun menjadi kurang optimal.
Dalam lingkup sosial, banyak gen Z yang terjebak dengan gaya hidup hedonisme, konsumerisme dan FOMO. Imbas dari sebuah kecanggihan dan kepintaran telepon genggam yang tak diiringi mawas diri, minimnya filter pencegahan akses pornoaksi dan pornografi serta judol dari negara, membuat hidup Gen Z memiliki kecenderungan hidup tidak tentu arah dan tidak efisien. Akibatnya, banyak dari mereka yang menghabiskan waktu dengan scrolling tanpa henti dan berinteraksi di dunia maya, alih-alih menjalani kehidupan nyata dengan produktif.
Memang betul tujuan utama media sosial agar lebih mudah berinteraksi, namun ada pula yang menjadikannya sebagai ajang mengekspresikan diri. Ironinya dibalik itu semua pengaruh dari sistem demokrasi-kapitalisme dalam pengaturan media sosial, ada dampak yang sangat serius dialami sebagian besar Gen Z. Yakni timbulnya insekuritas remaja yang merasa tertekan akibat perbandingan sosial yang tak sehat serta persoalan lainnya yang kompleks.
Pertanyaannya, bagaimana cara membangun peradaban bangsa jika mental generasi mudanya rapuh? Apakah mampu generasi muda menaikkan level berpikirnya?
Tentu jawabannya bukan tak mampu, tapi persoalan yang menggelayuti remaja ini sangat besar pengaruhnya dari sebuah sistem yang mensuasanakan kehidupan manusia hari ini sebatas berorientasi pada materi/kekayaan dan kemampanan, serta kebahagiaan dinilai hanya dari segi kenyamanan fisik.
Harusnya hidup hari ini bisa lebih mudah dan nyaman. Misalnya, belajar lebih mudah sebab bisa dari media manapun selain di sekolah. Berbelanja kebutuhan tinggal klik dan transfer. Berkomunikasi dengan jarak yang jauh bahkan bisa melihat bentuk fisik tidak sebatas suara. Namun, kemudahan ini justru menjerumuskan sebagian besar generasi muda dengan mental semua ingin serba instan. Kesulitan dan tatangan dalam hidup yakni tugas sekolah, ekspetasi keluarga, belum lagi mereka yang lulus kuliah dihadapkan pada kesulitan dalam mencari kerja tak jarang membuatnya lebih mudah depresi dan frustasi.
Inilah realita hidup tanpa adanya pengaturan agama (Islam). Teknologi yang menawarkan kemudahan tapi tak diiringi dengan cara pandang yang benar menurut Islam justru membuat manusia yang diperalat bukan sebaliknya.
Tersuasanakan orientasi pada materi dan kebahagiaan dunia telah terbukti membuat manusia jauh lebih mudah kecewa. Karena tidak semua manusia yang bekerja keras akan dapat hasil yang sama/setara. Belum lagi peran negara yang kurang maksimal dalam persoalan generasi hari ini. Solusi yang diberikan negara tak mampu menyelesaikan secara tuntas.
Potensi Besar Gen Z
Sebagai generasi yang akan mengestafetkan peradaban serta usia yang masih muda, masih mudah bergerak dan beraktivitas mengambarkan bahwa Gen Z memiliki modal besar sebagai agen perubahan, termasuk membangun sistem kehidupan yang shahih. Islam menawarkan solusi yang komprehensif dan adil untuk semua aspek kehidupan.
Demokrasi-kapitalisme telah terbukti menjauhkan genZ dari perubahan hakiki. Apakah masih layak dipertahankan? Bukan sesuatu yang mustahil untuk merubah kondisi dengan sistem shahih yakni Islam kaffah, karena perubahan itu sebuah keniscayaan. Sebagaimana zaman dulu dan sekarang ada perubahan teknologi. Peradaban pun bisa berubah, sejarah mencatat Islam terbukti mampu membawa perubahan di masa jahiliyah menjadi masa kegemilangan sebuah peradaban manusia yang memanusiakan.
Adakah aturan agama yang sempurna selain Islam? Adakah aturan yang mampu membuat manusia punya rasa mawas diri yang tinggi dalam setiap perbuatan? Adakah negara yang lebih manusiawi daripada negara Islam yakni Khilafah?
Generasi muda bangun dan berperan itu bukan sesuatu yang mustahil. Bisa diusahakan jika ada kemauan. Hambatan itu biasanya datang dari dalam diri yang membatasi potensi. Bangunkan generasi muda untuk bangun peradaban yang memanusiakan manusia dengan pendidikan akidah Islam yang melahirkan syakhsiyah Islam/kepribadian Islam. Membuatnya memiliki pola pikir dan pola sikap Islam, menjadikannya mawas diri akan adanya hari pengadilan yang adil. Hanya sistem Islam mampu menjaga harta, nyawa dan kehormatan generasi dan umat manusia sebagaimana yang pernah diwujudkan di masa Islam diterapkan sebagai sebuah sistem negara 13 abad lamanya.
Sejarah mencatat generasi muda yang termasuk perintis dalam Islam sebagai generasi terbaik. Ada Ali bin Abi Thalib seorang intelektual muda yang jenius yang menguasai berbagai bidang keilmuan, Sa’ad bin Abi Waqqas dengan keahlian dalam memanahnya, Usamah bin Zaid sebagai panglima termuda yakni 18 tahun memimpin kaum muslim untuk ekspedisi penting ke Kaisar Bizantium Romawi, dll.
Para sabahat muda ini tercatat sebagai generasi perintis. Usia muda bukan penghalang untuk berkontribusi besar dalam perjuangan memajukan peradaban manusia dengan Islam. Mereka selayaknya menjadi panutan Gen Z agar tak mudah rapuh dan hilang arah dalam tatangan akhir zaman ini.
Oleh karena itu, Gen Z membutuhkan peran aktif dari partai atau kelompok yang mampu membina mereka secara shahih. Sebagaimana yang Rasulullah Saw. contohkan dalam membentuk partai/kelompok Islam dengan pondasi akidah Islam.
Allah Swt berfirman dalam Qs. Al Imran ayat 104 : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang yang beruntung.”
Dari ayat ini, menekankan pentingnya adanya sekelompok orang dalam masyarakat untuk menyeru kebajikan dan mencegah kemungkaran. Kelompok/Partai ini yang mampu mendorong terbentuknya Gen Z dengan kepribadian Islam yang kuat, sehingga mereka secara sadar memilih untuk berkontribusi dalam membangun peradaban manusia yang baik dengan Islam. Partai yang diharapkan adalah yang benar-benar mengurusi urusan umat, bukan yang hanya melayani kepentingan para elit korporat.
Wallahu’alam bishowab.
Views: 7
Comment here