Oleh: Rismayana (Aktivis Muslimah)
Wacana-edukasi.com, OPINI– Pendidikan adalah hak dasar setiap rakyat, dan negara wajib dalam memenuhinya. Salah satunya adalah dengan menyediakan fasilitas sarana pendukung dalam proses belajar dan mengajar. Dengan menyediakan sekolah-sekolah yang layak dan nyaman. Agar proses belajar mengajar berjalan dengan efisien, efektif, dan maksimal.
Namun, seiring berjalannya waktu, negeri yang sudah hampir satu abad ini merdeka dari penjajahan, tetapi kenyataan dunia pendidikannya masih terasa terjajah, dengan banyaknya temuan sekolah-sekolah yang tidak layak dipergunakan dalam proses belajar dan mengajar di wilayah pelosok. Yang menjadi persoalan ada apa dengan dunia pendidikan hari ini?
Banyaknya kerusakan sarana dan prasarana dalam menunjang mutu pendidikan yang ada di sekolah-sekolah. Baru-baru ini, presiden terpilih periode tahun 2024-2029 bapak Prabowo Subianto dalam kata sambutannya diacara puncak peringatan hari guru nasional yang diselenggarakan di Velodrome Rawamangun Jakarta Timur. Dalam kata sambutannya presiden mengatakan ada 10440 sekolah swasta maupun negeri yang ada di tanah air akan mendapatkan bantuan untuk di rehab dan direnovasi.
Kebijakan ini menurut presiden bertujuan untuk meningkatkan layanan pendidikan yang bermutu dan merata pada tahun 2025. Untuk itu presiden menganggarkan dana sebesar 17,15 triliun rupiah dan dana tersebut akan dikirim secara langsung ke sekolah-sekolah melalui transfer tunai. Ujar bapak presiden. (kompas, 28/11/2024).
Dengan menganggarkan dana sebesar 17,15 pemerintah berharap mutu dan kualitas pendidikan akan berjalan dengan baik ditahun 2025. Dengan menganggarkan dana sebesar 17,15 triliun, pemerintah berharap mutu pendidikan di tahun 2025 dan tahun-tahun selanjutnya akan semakin baik dan berkualitas. Dengan menganggarkan dana yang sebesar itu, apakah ini bisa menjamin mutu pendidikan akan berjalan dengan baik? Karena pada dasarnya, hari ini negara yang notabene dalam kehidupan sehari-harinya asas perekonomiannya yang menganut sistem kapitalis, tentu saja tidak semudah membalikkan telapak tangan dalam membangun kualitas mutu pendidikan dengan merenovasi sekolah-sekolah yang tidak layak digunakan.
Karena tanpa adanya kontrol yang ketat dalam pengawasan anggaran dana, bisa saja terjadi tindak korupsi. Apalagi di era sistem kapitalis mutu pendidikan cenderung rendah, karena pendidikan diberlakukan sebagai produk yang diperjualbelikan dengan fokus pada nilai keuntungan daripada kualitas dan dalam sistem kapitalis penyelenggaraan pendidikan akan dikuasai oleh pemilik pemodal sebagai pembuat kebijakan dan pemilik pemodal hanya akan melakukan usaha demi meraih keuntungan semata.
Dengan hanya menganggarkan dana yang sebesar itu pemerintah berharap ada kemajuan dan pemerataan dalam dunia pendidikan, ini jelas seperti mimpi di siang bolong. Karena kalau hanya mengharapkan mutu pendidikan bisa berjalan dengan baik, dengan pemerintah menggelontorkan dana yang sebesar itu tanpa adanya periayahan negara secara mutlak ini jelas negara sebagai pelindung rakyatnya telah gagal dan abai. Lagi-lagi inilah buruknya penerapan dari sistem kapitalis.
Negara berperan hanya sebagai regulator sedangkan pembuat kebijakan jatuh pada para pemilik modal. Sehingga negara tidak punya peran untuk memenuhi kebutuhan pendidikan sebagai sesuatu yang penting. Inilah watak negara dalam naungan kapitalis, penguasa jauh dari namanya ra’awiyah (mengurus rakyat). Lagi-lagi tempat atau fasilitas sangat penting dalam keberlangsungan pendidikan yang berkualitas dan itu semua hanya Islam yang dapat memenuhinya.
Karena dalam Islam pendidikan merupakan hak dasar rakyat dan negara wajib dalam pemenuhannya dengan bertanggung jawab menyediakan sarana dan prasarana yang berkualitas dan aman untuk tercapainya tujuan pendidikan dan kesemuanya itu hanya bisa terlaksana dengan kita kembali kepada syariat Islam secara kafah. Karena dengan kembali kepada sistem syariat Islam periayahan kepada rakyat hanya bisa terwujud dengan penguasa menjalankan roda perekonomiannya dengan sistem ekonomi Islam.
Karena perekonomian dalam Islam, negara secara mutlak bentuk periayahannya, baik itu sebagai pengatur, pelayan dan pengelola. Sehingga dalam Islam tidak ada namanya campur tangan swasta (pemilik modal) ikut mengendalikan mutu pendidikan yang sedang berjalan. Karena dalam sistem kapitalis swasta (pemilik modal) ikut dalam menentukan standar kualitas mutu pendidikan yang sedang berjalan.
Dengan membedakan setiap biaya masuk sekolah berbeda-beda di setiap sekolah swasta yang ada. Ini membuktikan adanya kesenjangan sosial dalam mutu pendidikan hari ini. Ini jelas salah dalam pandangan sistem syariat Islam, karena dalam Islam pendidikan merupakan hak dasar yang wajib dipenuhi oleh penguasa, maka penguasa akan berupaya secara optimal dalam memenuhinya dan tidak ada kata berdagang dalam urusan periayahan kepada rakyatnya (tidak seperti paradigma kapitalis hari ini) dan sebagai salah satu bentuk ri’ayah negara dalam dunia pendidikan, negara akan mengelola sumber daya alam yang melimpah di negeri ini yaitu kekayaan milik umum (al-milkiyyah al-ammah).
Kekayaan umum ini akan dikelola oleh negara dengan sebaik baiknya. Sehingga dengan kekayaan ini negara akan mampu menyediakan bangunan sekolah yang berkualitas dan bermutu. Kesemuanya itu hanya bisa terwujud dengan kita menerapkan syariat Islam secara kafah, di bawah naungan Daulah khilafah. Dengan syariat Islam posisi penguasa sebagai ra’in akan mampu mewujudkan kebutuhan rakyat salah satunya mampu menyediakan bangunan sekolah yang berkualitas sesuai dengan tuntunan Islam. Inilah bentuk periayahan penguasa dalam syariat Islam, penguasa tidak akan berani abai akan tanggung jawabnya. Karena kelak penguasa akan diminta pertanggung jawabannya kelak di hadapan Allah. Rasulullah saw. bersabda, “Maka imam (Khalifah) adalah (ra’in), dan dia bertanggung jawab atas orang yang diurusinya.” (HR. Al-Bukhari).
Views: 0
Comment here