Oleh: Ratna Mufidah, SE
wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Hujan deras akhir-akhir ini mulai menunjukkan intensitasnya, tak heran beberapa daerah mulai dilanda penyakit musiman ini yaitu banjir. Dalam sepekan terakhir, yang didominasi banjir adalah DKI Jakarta, Jawa Tengah, Jawa Barat. Di Jawa Barat, diantaranya adalah Karawang, Tasik Malaya dan Bandung. Beberapa titik di Kabupaten dan Kota Bandung, seperti Baleendah, Kantor Kemenag, Kawasan Pasar induk Gedebage, Pasir Koja, Cibaduyu, jalan Soekarno-Hatta, Kawasan Kopo, Leuwipanjang dan Ciparay.
Drainase yang buruk menjadi penyebab banjir sehingga curah hujan yang tinggi tidak bisa teratasi dan terjadilah banjir yang dampaknya mengganggu para pengguna jalan. Bahkan, ruas jalan yang mengubungkan Kabupaten Bandung tepatnya Jalan Raya Sapan betulan Kampung Sapan Gudang Desa Tegalluar Kecamatan Bojongsoang, dengan Kota Bandung sudah lebih dari dua pekan terendam banjir akibat luapan sungai dan anak sungai Cikeruh.
Selain itu, daerah langganan banjir dan saat ini juga masih terjadi banjir adalah Ciracas Jakarta Timur. Dalam penanggulangan banjir Kelurahan Susukan ini, Pemkot Jakarta Timur menyiapkan lahan 8000 meter persegi (m2) untuk membuat embung.
Menurut Badan Penanggulangan Bencana (BNPB) jumlah pengungsi akibat banjir masih belasan ribu orang. Bila di Jawa Timur terdapat erupsi Gunung Semeru, banjir di Demak dan Karawang lebih banyak disebabkan oleh banjir laut, dari pasang tinggi dan kondisi ekosistem pesisir yang kurang baik. Adapun di barat utara Sumatera ada bibit siklon sehingga banjir di tiga lokasi, di Pantura Jawa berasal dari debit air di hulu dan pengaruh banjir rob.(suara.com, 12/12/2022)
Banjir bukan satu-satunya bencana alam negeri ini, masih ada gempa dan longsor di Cianjur beberapa waktu lalu. Bila kita perhatikan dengan seksama, bencana-bencana yang ada bisa murni datang dari Allah tanpa campur tangan manusia, bisa pula datang dari ulah manusia itu sendiri. Namun begitu semua harus menjadikan manusia untuk introspeksi diri secara berjamaah bahkan bernegara.
Ketika Madina terjadi gempa bumi di masa Nabi SAW, Rasul SAW berkata ke arah para sahabat, “Sesungguhnya Rabb kalian menegur kalian..maka jawablah (buatlah Allah ridha kepada kalian)”. Begitu pula dengan Umar Bin Khattab RA ketika terjadi gempa pada masa beliau menjabat sebagai khalifah, berkata kepada penduduk Madinah, “Wahai Manusia, apa ini? Alangkah cepatnya apa yang kalian kerjakan (dari maksiat kepada Allah?) Andai kata gempa ini Kembali terjadi, aku tak akan Bersama kalian lagi”.(Republika.co.id, 15/1/2021)
Bila dimasa Rasul saja, yang ketika itu Islam beserta aturan-aturannya diterapkan secara menyeluruh dan sempurna, Allah masih menegur manusia karena kemaksiatan. Apalagi kalau Islam tidak diterapkan seperti sekarang ini, Islam hanya ditempatkan untuk mengatur urusan ibadah mahdhah semata, seolah-olah hanya mengurusi sisi spiritualitas individu semata.
Padahal Islam adalah agama sekaligus ideologi, yang aturannya mencakup segala aspek kehidupan baik urusan ibadah individu hingga urusan bernegara. Apabila aturan Islam tidak diterapkan sama saja dengan melakukan perbuatan maksiat, yaitu mengabaikan perintah dan larangan Allah, syariat Allah yang sudah tertuang dalam Al Qur’an, Hadits, Ijma’ shahabat dan qiyas.
Apabila maksiat dilakukan, wajar apabila Allah kemudian menegur manusia dengan memberikan bencana agar manusia kembali mengingat-Nya. Artinya, ketika Allah menurunkan perintah, maka perintah itu harus dilaksanakan, dan ketika Allah menurunkan larangan, larangan tersebut harus ditinggalkan oleh seluruh manusia.
Perbuatan manusia bisa terhubung secara langsung maupun tidak langsung terhadap terjadinya bencana. Pada masa Rasulullah SAW dan Umar RA, selain Islam diterapkan secara sempurna, pemimpin juga seorang yang amanah, gempa yang terjadi merupakan teguran untuk manusia lain yang bermaksiat saat itu namun perbuatannya tidak secara langsung mengundang bencana tersebut datang.
Yang mengerikan adalah kondisi sekarang dimana terjadinya bencana adalah akibat ulah tangan manusia. Drainase buruk misalnya, kenapa buruk? Apakah ada dana yang dikurangi sana-sini? Tata kota yang buruk, kenapa buruk? Semua itu bisa dirunut bahwa ketika syariat tidak diterapkan, yang ada adalah pengelolaan yang tidak amanah, tidak memperhatikan kemaslahatan umat, menguntungkan investor dan lain sebagainya.
Sehingga yang dibutuhkan untuk mengatasi banjir bukan sekedar solusi teknis, seperti anjuran buang sampah ditempatnya, hal terpenting dalam hal sampah adalah bagaimana negara mengelola sampah dengan baik sebagaimana Jepang dimana masyarakat dan negara sangat kompak dalam masalah penanganan sampah.
Namun, permasalah banjir memang sudah menyentuh taraf sistemik, seperti pengalihan lahan serapan air menjadi perumahan, maupun pembangunan infrasutruk dan lain-lain yang mengabaikan rambu-rambu kelestarian lingkungan. Wallaahu’alam..
Views: 4
Comment here