Oleh Fatimah Ummu Aqilah
Wacana-edukasi.com — Dua tahun terakhir ini adalah tahun duka cita bagi kaum muslimin. Terlebih lagi bagi mereka yang menantikan tertunaikannya rukun Islam yang kelima.
Bagaimana tidak. Tahun lalu tidak ada keberangkatan jamaah haji karena pandemi Covid-19. Pemerintah Saudi Arabia hanya memberikan kuota terbatas untuk jamaah haji pilihan.
Tahun ini pun pandemi belum usai. Penyelenggaraan ibadah haji tetap dilaksanakan dengan prosedur yang ketat. Indonesia diberikan kuota oleh pemerintah Saudi Arabia. Namun sayang, pemerintah Indonesia telah secara resmi mengumumkan bahwa penyelenggaraan ibadah haji tahun ini ditiadakan.
Mencermati Aasan Pemerintah Membatalkan Keberangkatan Haji
Dirilis dari laman www.cnbcindonesia.com,06 Juni 2021). Keputusan tersebut disampaikan oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. “Kami, pemerintah melalui Kemenag menerbitkan Keputusan Menteri Agama Nomor 660 Tahun 2021 tentang Pembatalan Keberangkatan Jamaah haji pada Pemberangkatan Ibadah Haji 1442 H/2021 M,” kata Yaqut dalam konferensi pers secara virtual, Kamis (3/6/2021).
Keputusan ini juga mendapat dukungan dari Komisi VIII DPR RI dalam rapat kerja masa persidangan kelima tahun sidang 2020/2021 pada 2 Juni 2021 kemarin di mana pihak DPR RI menyatakan menghormati keputusan pemerintah yang akan diambil terkait penyelenggaraan ibadah haji tahun 1442 H/ 2021 M.
Pemerintah beralasan bahwa pembatalan haji tahun ini karena mempertimbangkan keselamatan haji dan mencermati aspek teknis persiapan dan kebijakan otoritas Arab Saudi.
Juga sebagai bentuk upaya pemerintah menanggulangi lonjakan kasus Covid-19.
Alasan ini tentu masuk akal. Mengingat lonjakan kasus Covid-19 semakin tinggi pasca Lebaran kemarin. Namun, publik justru bertanya-tanya. Jika pandemi Covid-19 ini adalah penyebabnya, mengapa keputusan tegas ini juga tidak berlaku pada kasus-kasus lain di tanah air?
Sejak awal wabah virus corona ini masuk ke Indonesia, kesiapan dan keseriusan pemerintah dalam menghadapi wabah ini penuh dengan catatan merah.
Hal inilah yang tidak dapat diterima publik saat pembatalan keberangkatan jamaah haji disampaikan dengan alasan pandemi. Sebab fakta penanggulangan wabah di lapangan berbeda dengan opini yang disampaikan pemerintah.
Pemerintah terkesan plinplan. Di satu sisi beropini melindungi masyarakat dari wabah tetapi di sisi lain aktivitas yang memberikan peluang penyebaran virus terus terjadi. _Mall-mall_ tetap buka. Pasar dan tempat wisata tetap beroperasi tanpa protokol kesehatan yang ketat. Pun demikian halnya dengan kerumunan yang dilakukan para petinggi negara. Mulai dari kampanye pilkada hingga pesta para artis dan pejabat yang menghadirkan kerumunan massa tetap dilaksanakan. Tidak ada sanksi tegas untuk mereka. Berbeda halnya jika aktivitas tersebut dilakukan oleh rakyat biasa. Sebagainya yang terjadi pada seorang ulama di tanah air ini.
Memfasilitasi Penyelenggaraan Ibadah adalah Tanggung Jawab Negara
Ibadah haji adalah salah satu dari rukun Islam. Wajib hukumnya bagi mereka yang mampu. Baik dari segi kemampuan materi maupun non materi.
Negara sebagai penanggung jawab urusan masyarakat wajib memfasilitasi setiap penyelenggaraan ibadah rakyatnya. Agar berjalan dengan tenang tanpa hambatan dan gangguan.
Tentu saja hambatan dan gangguan ini dihilangkan dengan usaha yang maksimal. Jauh-jauh hari sebelum ibadah tersebut dilaksanakan.
Seandainya saja upaya penanggulangan wabah ini serius dan maksimal dilakukan, sudah barang tentu masyarakat akan memaklumi.
Serius berarti bersungguh-sungguh mengerahkan segenap daya dan upaya agar wabah segera teratasi.
Sampai batas maksimal adalah sampai segala upaya tersebut dikerahkan seluruhnya.
Hal inilah yang tidak dirasakan oleh masyarakat. Wajar jika masyarakat akhirnya menilai bahwa pandemi hanyalah sekadar alasan klise yang dikemukakan untuk menutupi ketidakmpuan pemerintah meriayah rakyat.
Penyelenggaraan Ibadah Haji pada Masa Khilafah
Wabah adalah kondisi di mana suatu penyakit menyebar luas di suatu negeri. Terlepas dari apakah wabah tersebut sengaja diciptakan atau tidak, upaya penanggulangan wabah telah dilakukan pada saat Islam diterapkan dan terbukti efektif mengurangi jumlah penderita.
Penanggulangan wabah yang sangat cepat dan efektif dilakukan dengan sangat profesional pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Masyarakat yang terkena wabah dipisahkan dari yang sehat. Semua akses menuju tempat wabah dijaga ketat dan penduduknya diisolasi hingga benar-benar sembuh. Wilayah penyebaran wabah pun dipetakan sehingga terdeteksi mana zona merah mana zona hijau. Hal ini dilakukan secara maksimal sehingga wabah dapat dikendalikan. Tentu saja tidak menggangu pelaksanaan ibadah haji pada tahun itu.
Penyelenggaraan ibadah haji dari segi lain pun sama.
Hal ini jelas tergambar pada masa Kekhilafahan Abbasiyah. Khalifah Harun Ar-Rasyid memfasilitasi penyelenggaraan ibadah haji secara maksimal. Mulai dari pembangunan infrastruktur jalur haji dari Irak hingga Hijaz ( Makkah—Madinah) sampai penyediaan segala kebutuhan jamaah haji. Khalifah menyediakan kebutuhan bagi jamaah yang kehabisan bekal yang diambil dari harta zakat kaum muslimin.
Demikian pula di masa pemerintahan Sultan Abdul Hamid II. Proyek kereta api yang menghubungkan Damaskus dan Madinah membuat perjalanan para jamaah haji lebih singkat, aman dan nyaman, yang sebelumnya harus ditempuh selama 40 hari, menjadi hanya 72 jam saja.
Demikianlah sebuah negara, saat penguasanya menjadi pelayan umat. Setiap aktivitas penguasa seiring sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkannya. Jelas dan terarah.
Pemimpin dalam pemerintahan Islam memahami betul bahwa mereka adalah junnah yang akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya.
“Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR. Al-Bukhari).
Muhasabah untuk Negeri
Ibadah haji adalah panggilan kepada setiap muslim yang Allah kehendaki untuk bertamu ke rumah Allah. Jika tahun ini tidak ada keberangkatan haji, adalah sebuah musibah bagi kaum muslimin. Sebab Allah tidak berkenan memanggil hamba-Nya dikarenakan begitu jauhnya negeri ini dari syariat yang telah Allah tetapkan.
Oleh karena itu sudah saatnya kaum muslimin bermuhasabah dan kembali kepada syari’at Islam agar diterapkan dalam seluruh aspek kehidupan. Islam dalam naungan khilafah yang akan me- _riayah_ rakyatnya hingga aman dan tenang melaksanakan ibadah kepada-Nya.
Wallahu a’lam bishshawab.
Views: 0
Comment here