Opini

Baubau Darurat Pelecehan Seksual, Bukti Lemahnya Payung Hukum

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Jumiran, S.H.(Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com– Bagaikan bergantung pada akar lapuk. Begitulah kiranya gambaran keadaan hukum Indonesia saat ini. Berbagai macam persoalan yang menimpa, khususnya anak-anak di negeri ini yang menyebabkan masa depan mereka berada pada situasi yang menghawatirkan. Tiadanya payung hukum yang mampu melindungi mereka dari berbagai macam permasalahan membuat panjang deretan kasus yang mencengkram kehidupan mereka.

Sebagaiman kasus yang masih mengurita di kalangan anak-anak, yakni pelecehan seksual. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) kota Baubau Sulawesi tenggara telah menangani sedikitnya 21 kasus pelecehan seksual per 16 Agustus 2022.

Kepala DP3A Baubau melalui UPTD Mardiana Aksa menjelaskan, 21 pelecehan pada anak ini masih bisa bertambah hingga akhir 2022. Meski begitu, dia sangat berharap agar jumlah kasus pelecehan ini berhenti. Kata dia, jumlah kasus pelecehan pada 2022 mengalami peningkatan. Karena, pada 2021 pihaknya menangani kasus yang serupa sekitar 17 kasus (BAUBAU, DETIKSULTRA.COM, 28/08/2022).

Saat ini hampir tiap hari kita disuguhi dengan berbagai berita yang tidak kalah mengerikan. Berbagai upaya sebenarnya telah dilakukan oleh pemerintah. Salah satunya adalah dengan melakukan Peringatan Hari Anak Nasional yang dimaknai sebagai kepedulian seluruh bangsa Indonesia terhadap perlindungan anak Indonesia agar tumbuh dan berkembang secara optimal, dengan mendorong keluarga Indonesia menjadi lembaga pertama dan utama dalam memberikan perlindungan kepada anak.

Bahkan berbagai payung hukum juga telah dikembangkan untuk memberi jaminan perlindungan terhadap anak Indonesia. Termaksud dalam pasal 28b ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi “setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.

Sayangnya, cita-cita mulia ini belum bisa di rasakan secara nyata oleh anak Indonesia. Mereka masih dilanda dengan berbagai kekerasan yang bisa memupuskan harapan meraih masa depan cemerlang mereka. Hal ini sungguh sangat memprihatinkan.

Semestinya, berbagai persoalan pada anak harus dicari akar masalahnya. Hal ini sangatlah penting. Sebab, kekerasan pada anak apalagi kekerasan seksual akan menyebabkan trauma mendalam pada mereka. Sehingga, anak-anak harus dijaga dan dilindungi. Sebab anak-anak adalah generasi penerus bangsa. Apa yang bisa diharapakan, jika jiwa anak bangsa menjadi rusak?.

Seyogianya, maraknya kasus pelecehan pada anak ini sebenarnya menunjukan bahwa adanya kerusakan moral di tengah-tengah masyarakat saat ini. Tak dipungkiri, jika masyarakat hari ini yang diatur dengan sistem kapitalis sekuler tak menjadikan agama sebagai dasar dalam kehidupan. Kapitalis sekuler yang menguasai kehidupan mereka telah menjauhkan mereka dari aturan islam. Akibatnya, mereka berbuat semaunya tanpa peduli halal dan haram.

Selain itu, kondisi perekonomian yang kian sulit akibat penerapan sistem ekonomi kapitalis neoliberal yang meniscayakan sektor ekonomi dikendalikan dan dikuasai oleh korporasi. Akhirnya, untuk mendapatkan kehidupan yang layak pun sulit. Yang ada jumlah pengangguran yang semakin bertambah. Angka kemiskinan kian meningkat dan hilang atau sulitnya pekerjaan mendapat pekerjaan juga merupakan faktor penyebab terjadinya kekerasan seksual pada anak mengurita. Ditambah lagi, beban hidup semakin bertambah akibat berbagai regulasi dan kebijakan negara yang minim akan kepedulian terhadap masyarakat. Kenaikan tarif listrik, BPJS, harga BBM yang tak kunjung turun dan masih banyak lagi yang lainnya.

Belum lagi dengan bebasnya konten-konten pornografi yang mudah diakses oleh siapa saja, termasuk anak-anak. Ini merupakan buah penerapan dari sistem kapitalisme. Dalam kapitalis pornografi adalah bisnis menguntungkan. Maka, wajarlah jika keberadaanya dipertahankan, bahkan diberi ruang bebas untuk dipertahankan.

Kebebasan berperilaku juga mengakibatkan tumbuh suburnya perilaku menyimpang seperti LGBT. Ironisnya, kaum pelangi bengkok masih banyak bertebaran dimana-mana, justru diberikan panggung sehingga mereka bebas mengekspresikan diri mereka.

Demikianlah, kasus pelecehan seksual yang kian marak terjadi tidak bisa sekedar dipandang 1 persoalan saja. Melainkan harus menyeluruh dan terintegrasi hingga mampu didapatkan solusi bagaimana mekanisme antisipasinya.

Jelas sudah, biang kerok kasus pelecehan seksual yang terjadi dipelopori oleh sistem kapitalisme sekuler. Dalam aturan kapitalis sekuler yang meniadakan aturan dari Sang Pencipta. Sistem hidup buatan manusia yang meniscayakan kerusakan yang semakin parah di semua aspek kehidupan.

Islam tentu berbeda dengan sistem kapitalisme sekuler. Islam memandang anak adalah bagian dari masyarakat yang harus dipenuhi haknya. Sebab, negara dalam Islam adalah pengatur urusan rakyatnya termasuk anak-anak.

Penyelesaian kasus kekerasan pada anak hanya akan tuntas dengan syariat Islam semata. Negara sebagai penerap aturan Islam di tengah-tengah masyarakat, sehingga akan menghilangkan berbagai faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kekerasan terhadap anak.

Islam memandang bahwa tindakan pelecehan sekecil apapun ketika melanggar syariat terkait pergaulan sosial antara laki-laki dan perempuan maka wajib diberikan sanksi hukuman. Oleh karena itu, penerapan sanksi yang tegas harus di tegakkan. Sebab, sanksi yang ditegakkan turut menjamin akan keberlangsungan hidup masyarakat, menjamin penjagaan terhadap harta, jiwa dan kehormatan setiap individu termasuk anak-anak. Jika dalam kapitalisme, ketika para pelaku mengancam korban, maka kasuspun tidak akan berujung pada hukuman. Apalagi jika perbuatan yang dilakukan atas dasar suka sama suka, tidak dapat dihukum dengan delik pidana kurungan. Maka wajarlah sanksi hukum yang diterapkan oleh kapitalis tidak jelas dan tidak dapat memberikan efek jerah bagi para pelaku.

Karena Islam adalah sebuah sistem hidup yang khas tentu memiliki aturan yang sempurna. Sekecil apapun perbuatan jika melanggar syariat akan mendapatkan ganjaran. Ganjaran bagi para pelaku akan memberikan efek jerah sekaligus pencegah untuk melakukan perbuatan yang serupa.
Seperti, ketika kasus dilecehkannya wanita muslimah oleh Bani Qoinuka’, maka disaat itu juga Rasullullah langsung mengusir Bani tersebut keluar dari Madinah. Begitu pula kasus dilecehkannya wanita Amuria dimasa Khalifah Mu’tashim Billah, langsung dikirimkan tentara yang panjangnya hingga puluhan kilometer.

Demikianlah, Islam dalam memberikan perlindungan kepada masyarakatnya termasuk anak-anak. Bagaimana penanaman keimanan setiap individu agar senantiasa merasa bahwa Allah SWT selalu ada dan mengawasinya serta halal haram menjadi standar dalam berbuat. Masyarakat sebagai pengontrol antar sesama agar senantiasa terjaga dari perbuatan yang melanggar syariat.

Tak ketinggalan, negara juga harus menerapkan sanksi hukum yang jelas dan tegas. Sebab, sanksi yang diberlakukan akan dapat menjamin penjagaan terhadap harta, jiwa dan kehormatan setiap individu Masyarakat termasuk anak-anak. Sanksi yang bukan hanya berfungsi sebagai hukuman bagi para pelanggar syariat, namun dapat memberikan efek jerah bagi pelaku, sehingga tidak ada seorang pun yang berani untuk melakukan pelanggaran yang serupa dimasa yang akan datang.

Wallahu a’lam bish-showwab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 11

Comment here