Oleh: Widhy Lutfiah Marha (Pendidik Generasi)
wacana-edukasi.com, OPINI– Kenaikan harga BBM yang baru-baru ini diumumkan telah memicu gelombang perdebatan dan kekhawatiran yang mendalam di seluruh negeri. Kebijakan ini telah memicu kekhawatiran yang mendalam tentang beban tambahan yang akan dirasakan oleh rakyat Indonesia.
Dilansir dari cnbcindonesia.com, 01/09/2023, bahwa PT Pertamina Persero telah mengumumkan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) non-subsidi di seluruh SPBU Indonesia mulai 1 September 2023, sesuai dengan Kepmen ESDM nomor 245.K/MG.01/MEM.M/2022 yang menggantikan nomor 26K/12/MEM/2020. Harga BBM seperti Pertamax, Pertamax Turbo, Pertamax Dexlite, dan Pertamax Green 95 mengalami kenaikan, dengan Pertamax naik sebesar Rp 900 menjadi Rp 13.300 per liter, Pertamax Turbo naik Rp 1.500 menjadi Rp 15.900 per liter, Pertamax Dex naik Rp 2.550 menjadi Rp 16.900 per liter, dan Dexlite naik Rp 2.400 menjadi Rp 16.350 per liter di wilayah Jabodetabek.
Menurut Irto Ginting, Corporate Secretary Pertamina Parta Niaga, penyesuaian harga BBM non subsidi dipengaruhi oleh beragam faktor sesuai dengan peraturan yang berlaku. Ia menyatakan bahwa secara berkala, mereka mengevaluasi harga pasar. Evaluasi harga BBM non subsidi ini mengikuti tren harga rata-rata minyak dunia yang dipublikasikan sebagai Mean of Platts Singapore (MOPS)/ Argus. Selain itu, Irto menjelaskan bahwa penyesuaian harga BBM pada tanggal 1 September 2023 sesuai dengan keputusan Menteri. (dialeksis.com, 04/09/2023)
Meskipun kenaikan harga BBM hanya berlaku untuk BBM non subsidi, tetap saja kebijakan ini memberikan beban kepada masyarakat yang menggunakan kendaraan pribadi. BBM seharusnya menjadi salah satu kebutuhan dasar yang harus diakses oleh semua orang dengan harga yang terjangkau atau bahkan gratis.
Namun, ini menjadi sulit terwujud dalam sistem ekonomi kapitalisme yang diterapkan negara ini. Kesalahan mendasar dalam sistem kapitalisme adalah memperlakukan BBM sebagai objek komersialisasi yang dapat dikelola oleh siapa saja selama memiliki modal.
Sistem kapitalisme tidak mengakui sumber daya alam, termasuk migas, sebagai milik bersama rakyat. Padahal, sumber daya alam seharusnya menjadi kepemilikan umum atau milik bersama masyarakat. Ketika hanya segelintir orang yang menguasainya, maka akses bagi yang lain menjadi sulit. Ini menunjukkan bahwa dengan pengelolaan sumber daya alam oleh sektor swasta, pasti berdasarkan pada mencari keuntungan daripada pelayanan.
Tidak mengherankan bahwa perusahaan migas akan terus meningkatkan harga migas, terutama dalam konteks ekonomi kapitalisme yang cenderung inflasi. Negara sendiri memiliki peran dalam memberlakukan regulasi atau aturan yang memudahkan perusahaan untuk menginvestasikan modalnya dalam pengelolaan sumber daya alam. Dalam sistem demokrasi kapitalis, negara hanya berperan sebagai regulator, bukan sebagai pengelola utama yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan rakyat.
Sebagai hasilnya, tujuan utama negara tidak lagi untuk memajukan kesejahteraan seluruh rakyat, melainkan lebih kepada perlindungan kepentingan kelompok kapitalis.
Yang mencemaskan, negara seolah-olah menggunakan istilah “subsidi” untuk menunjukkan dukungannya kepada rakyat. Namun, seharusnya negara bertanggung jawab sepenuhnya dalam mengelola sumber daya alam yang menjadi hak milik bersama rakyat, sehingga bisa diakses oleh semua warga dengan harga terjangkau atau bahkan secara gratis.
Pengelolaan BBM dalam sistem kapitalisme sangat berbeda dengan pengelolaaan dalam sistem Islam yang diterapkan di bawah institusi negara Islam.
Sebagai negara yang menganut ideologi Islam, pemerintah akan mengurus sumber daya minyak bumi (BBM) sesuai dengan ajaran agama. Dalam pandangan agama Islam, BBM dianggap sebagai aset bersama karena kelimpahannya dan pentingnya bagi seluruh masyarakat.
Oleh karena itu, Islam melarang kepemilikan dan pengelolaan BBM oleh pihak swasta atau asing. Nabi Muhammad saw pernah mengatakan, “Kaum Muslim bersatu dalam tiga hal: tanah rumput, air, dan api.” Ini bukan karena sifat benda tersebut, tetapi karena kebutuhan bersama masyarakat. Dengan kata lain, manusia bersatu dalam hal ini karena tanah rumput, air, dan api adalah fasilitas umum yang diperlukan bersama oleh komunitas.
Dengan demikian, apapun yang dianggap sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan oleh masyarakat secara bersama, tidak boleh dikuasai oleh individu swasta atau asing. Tanggung jawab pengelolaan harta umum tersebut sepenuhnya berada pada negara.
Dalam hal pengelolaan minyak bumi, negara bertanggung jawab untuk mengelola dan mendistribusikan hasilnya secara adil kepada masyarakat. Tidak diperbolehkan untuk memperjualbelikannya secara komersial tanpa keuntungan yang wajar. Jika negara memperoleh keuntungan, maka harus mengembalikannya kepada rakyat dalam berbagai bentuk.
Dengan pengelolaan minyak yang berdasarkan prinsip Islam, negara mampu menyediakan bahan bakar bagi masyarakat dengan harga terjangkau bahkan gratis. Dalam Islam, minyak bumi dan gas alam adalah harta bersama yang dikelola langsung oleh negara demi kemakmuran rakyat.
Maka, tidak ada perbedaan antara subsidi dan non-subsidi, hanya ada BBM yang terjangkau atau gratis untuk semua lapisan masyarakat. Ini adalah jaminan kesejahteraan bagi seluruh rakyat dalam negara yang menerapkan prinsip-prinsip Islam. Wallahu a’lam biashshawab.
Views: 8
Comment here