Opini

BBM Naik Lagi, Akibat SDA Diprivatisasi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Erdiya Indrarini (Pemerhati Publik)

wacana-edukasi.com, OPINI– BBM naik lagi, harga sembako tentu ikut mengantre. Inilah negeri bersistem demokrasi, kenaikan harga barang bagai rutinitas di pagi hari. Adakah solusi agar harga BBM tidak terus menjulang tinggi?

Dalam rangka melaksanakan Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM No. 245.K/MG.01/MEM.M/2022 sebagai perubahan atas Kepmen No. 62 K/12/MEM/2020, PT Pertamina (Persero) telah resmi menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis non subsidi. Kenaikan harga BBM mulai berlaku sejak 1 September 2023. Ada setidaknya empat jenis BBM yang mengalami kenaikan harga. Di antaranya, RON 92 Pertamax, Pertamax Turbo, Dexlite, Pertamina Dex. (cnbcindonesia.com, 31/08/2/23)

Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan bahwa, penyesuaian harga BBM non subsidi didasari oleh sejumlah aspek. Sesuai regulasi yang berlaku, Irto mengatakan bahwa pihaknya sebagai Subholding Commercial and Trading Pertamina secara berkala melakukan evaluasi harga pasar. Evaluasi produk BBM non subsidi dilakukan mengikuti tren harga rata-rata publikasi minyak dunia, yaitu harga publikasi Means of Platts Singapore (MOPS)/Argus. (compas.com, 1/9/ 2023)

Ironi Negeri Kaya Minyak

BBM merupakan salah satu kebutuhan pokok yang harus dipenuhi oleh negara. Namun ironis, negeri yang terkenal dengan zamrud khatulistiwa dan melimpah sumber daya alamnya ini, harga BBM terus membubung tinggi. Walaupun kenaikan hanya pada BBM non subsidi, tetap saja hal ini menambah beban para pengguna mobil pribadi maupun pelaku industri. Jika harga BBM terus mengalami kenaikan secara berkala, meskipun golongan menengah ke atas, daya beli rakyat akan terus merosot. Maka bisa kita bayangkan, sampai kapan hal ini akan berlangsung? Jika dibiarkan, tentu akan sampai pada titik di mana rakyat tidak mampu lagi membeli BBM.

Fenomena ini menjadi kontradiksi dengan realitas yang ada. Sumber Daya Alam (SDA) berupa minyak dan gas sangat berlimpah, bahkan masih banyak titik yang belum dieksplorasi. Hal ini sesuai pernyataan Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Migas Nasional (Aspermigas), Moshe Rizal kepada CNBC Indonesia, Senin (21/3/2022) lalu. Di samping itu, Indonesia juga menjadi eksportir migas dalam bentuk minyak mentah. Namun ironis, negeri ini malah menjadi importir migas yang bahan mentahnya dari negeri kita sendiri. Sementara, rakyat harus bersusah payah untuk mendapatkannya. Hal ini terlihat dari harga yang terus meninggi dari waktu ke waktu. Bahkan ada kalanya barang tiba-tiba langka di pasaran.

Negeri Kaya SDA yang Salah Kelola

Inilah potret negeri kaya Sumber Daya Alam (SDA) tetapi mengatur pemerintahan dengan sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi dari penjajah. Kesalahan terbesar dalam sistem ekonomi kapitalisme adalah bahwasanya SDA termasuk BBM, dianggap sebagai barang yang bisa dikomersialisasi. Yaitu boleh di kelola siapa saja selama ia memiliki modal untuk mengeruknya, inilah liberalisasi alias kebebasan. Sistem kapitalisme tidak menempatkan SDA termasuk migas sebagai harta milik rakyat. Padahal, pada dasarnya SDA adalah kepemilikan umum atau rakyat. Karenanya, ketika terjadi penguasaan oleh segelintir orang, maka yang lain akan sulit mengaksesnya.

Telah terbukti, penguasaan oleh segelintir orang atau swasta, hanya dijadikan ladang bisnis. Semua hanya dikomersialisasi, bukan untuk melayani kebutuhan rakyat. Maka tak heran, selama negeri ini masih memakai sistem ekonomi kapitalisme, yang meniscayakan adanya liberalisme alias kebebasan, maka harga BBM akan terus naik menjulang. Bagi sistem ekonomi kapitalisme, inflasi adalah suatu keniscayaan. Dampaknya, segelintir orang akan semakin kaya, sedangkan yang miskin kian sengsara.

Mirisnya, negara hanya berperan sebagai regulator semata. Yakni melegalkan segala regulasi yang memudahkan para korporasi mengelola SDA yang ada dengan dalih investasi. Begitulah negara yang menerapkan sistem kapitalisme demokrasi. Negara disetel hanya berperan sebagai regulator, bukan sebagai penanggung jawab untuk mengurusi kebutuhan hidup rakyatnya. Dengan demikian, artinya haluan negara pun bukan untuk menyejahterakan seluruh rakyat. Tetapi hanya memakmurkan dan melayani para korporat atau kapitalis alias pemilik modal saja.

Parahnya, untuk menunjukkan kepeduliannya kepada rakyat, negara memakai topeng berupa pemberian subsidi. Padahal, seharusnya negara adalah pihak yang bertanggung jawab secara penuh dalam pengelolaan SDA, dan hasilnya untuk memenuhi seluruh hajat hidup rakyatnya. Yang demikian itu agar hasil SDA bisa dinikmati semua rakyat dengan mudah, murah, bahkan gratis. Namun, itu tidak akan pernah terjadi. Karena, inilah Indonesia, negeri kaya SDA yang mengaku berideologi Pancasila, namun menerapkan ideologi kapitalisme buatan penjajah.

Islam Solusi Sempurna Mengatur SDA

Akan berbeda jika negeri yang terkenal dengan zamrud khatulistiwa ini memakai sistem pemerintahan Islam. Dalam sistem Islam, BBM termasuk salah satu SDA milik umum. Hal ini karena barang tersebut dibutuhkan oleh seluruh rakyat dan jumlahnya melimpah. Dengan demikian, sistem Islam tidak membolehkan SDA diserahkan pengelolaannya kepada individu, swasta, apalagi kepada asing. Sebagaimana sabda Rasulullah saw. :

اَلْمُسْلِمُوْنَ شُرَكَاءُ في ثلَاَثٍ فِي الْكَلَإِ وَالْماَءِ وَالنَّار

“Kaum muslimin berserikat dalam tiga perkara, yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Maksud dari berserikatnya manusia pada tiga komponen tadi, karena kedudukan ketiganya sebagai fasilitas publik. Ketiganya dibutuhkan secara bersama oleh masyarakat. Jadi, apa saja yang merupakan fasilitas umum dan masyarakat membutuhkan serta memanfaatkan secara bersama, maka tidak boleh diprivatisasi, baik oleh individu, swasta, apalagi oleh asing.

Maka, negara yang harus bertanggungjawab mengolah minyak bumi. Kemudian, mendistribusikannya kepada rakyat secara adil dan merata. Namun, negara tidak boleh mengomersialisasikan barang tersebut. Dibolehkan menjual dengan harga yang terjangkau semua kalangan. Akan tetapi, hasilnya pun harus dikembalikan lagi kepada rakyat, baik berupa infrastruktur yang bisa diakses secara murah bahkan gratis, gaji pegawai, maupun yang lainnya. Oleh karenanya, pengelolaan SDA seperti minyak bumi dengan berasaskan syariat Islam, maka negara akan mampu memenuhi kebutuhan seluruh rakyatnya di dalam negeri dengan mudah dan murah, bahkan gratis.

Demikianlah pengelolaan SDA termasuk minyak bumi dengan syariat Islam. Yaitu tidak boleh diprivatisasi, juga tidak ada barang subsidi atau non subsidi. Yang ada adalah murah atau gratis bagi seluruh rakyat. Maka, akankah bertahan menerapkan ideologi kapitalisme yang didalamnya ada ide liberalisme maupun sistem demokrasi buatan penjajah?

Wallahua’lam bishshowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here