Oleh: Neti Ernawati (Aktivis Dakwah)
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Tantangan hidup bagi Gen Z dirasa semakin berat. Selain biaya hidup yang tinggi, mendapatkan pekerjaan pun dirasa semakin sulit. Mirisnya lagi, tidak semua pekerjaan menjanjikan gaji yang mencukupi, bahkan ada yang di bawah UMR. Kondisi ini menyebabkan Gen Z mengalami kesulitan pemenuhan tempat tinggal sebagai kebutuhan hidup yang mendasar. Papan atau tempat tinggal, menjadi tak mampu terpenuhi dengan baik karena Gaji UMR sekalipun masih sangat jauh untuk bisa menjangkau memiliki rumah.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Dayu Dara Permata, CEO&Founder Pinhome, ada tantangan cukup besar yang sedang dihadapi Gen Z dalam upaya memiliki rumah. Hal ini selain dikarenakan harga properti yang tinggi, juga disebabkan oleh rendahnya penghasilan. Meski pun prospek Gen Z untuk memiliki rumah saat ini cukup menantang, namun masih ada peluang bagi mereka untuk membeli rumah atau mulai berinvestasi pada properti dengan mengikuti Program Sejuta Rumah yang telah diluncurkan pemerintah (antaranews.com, 14/02/25).
Sayangnya, pengajuan KPR bagi Gen Z tidaklah mudah karena kebanyakan dari mereka minim riwayat kredit dan pekerjaannya yang tidak stabil. Disisi lain, inflasi dan biaya hidup yang terus meningkat mengurangi daya beli, sehingga banyak dari mereka yang baru mulai bekerja dan memiliki sedikit tabungan. Tentu saja hal itu mempersulit Gen Z untuk membeli rumah.
Gen Z acap kali disebut “Generasi Sandwich”, yaitu generasi dengan beban ganda, lantaran harus menghidupi keluarga sekaligus membantu menghidupi orang tua. Menurut data terbaru Pinhome bersama dengan YouGov, setidaknya ada 41 juta orang di Indonesia yang masuk dalam kategori “Generasi Sandwich” ini, atau sekitar 26% dari Gen Z. Dengan beban ganda tersebut, penghasilan yang pas-pasan lebih sering habis untuk biaya hidup. Maka tak jarang ditemui, dimana satu rumah, dihuni oleh lebih dari 1 kepala keluarga.
Dengan Harga tanah dan properti yang tiap tahunnya dapat naik, dipastikan Gen Z mengalami kemustahilan untuk dapat memiliki rumah. Selain karena beban ganda ‘Generasi Sandwich’ tadi, program sejuta rumah hanyalah solusi parsial yang tidak menyentuh akar permasalahan. Semua orang butuh tempat tinggal, tapi tidak semua orang mampu memiliki penghasilan. Bagaimanapun program rumah subsidi membutuhkan pendanaan. Alhasil, yang bisa ikut program rumah bersubsidi hanyalah mereka yang berpenghasilan, dan yang mampu menyisihkan uang untuk angsuran.
Sistem Kapitalisme Menjauhkan Kesejahteraan
Rakyat dinilai sejahtera apabila kebutuhan dasarnya mampu terpenuhi dengan baik. Nyatanya, hal tersebut tidak mampu didapatkan pada negara dengan sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme meniscayakan kemiskinan, karena negara hanya berperan sebagai regulator. Negara tidak menjalankan amanah sebagai pengurus rakyat dengan baik dan justru menyerahkan pengelolaan-pengelolaan kepada swasta.
Sistem kapitalisme mengakibatkan ekploitasi, pengurasan total semua sumber-sumber pendapatan negara untuk kepentingan segelintir orang. Pemerintah yang telah terpasung tunduk pada oligarki, tak mampu berkutik. Peraturan perundangan pun dibuat seolah demi rakyat padahal aslinya demi keuntungan pemerintah, oligarki, dan para kroninya, terbukti dengan masyarakat yang status miskinnya awet. Sedang pengusaha dan pejabat makin kaya raya.
Kebocoran anggaran, korupsi, penyelewengan, penggelapan terjadi hampir di semua lini. Hal ini turut dipengaruhi oleh buruknya moral yang terlahir dari penerapan sistem sekuler. Rusaknya moral dan akidah menjamur, merusak amanah pejabat dari tingkat bawah hingga tingkat atas. Bila dilihat dari sumber alam yang dimiliki, dari penyelesaian banyaknya kasus penyelundupan kayu ilegal dan masalah-masalah mafia tanah saja, kemungkinan besar telah mampu memberikan tempat tinggal bagi seluruh rakyat Indonesia.
Sistem Pemerintahan Islam, Menjamin Kebutuhan Primer Bahkan Sekunder
Islam mensyariatkan negara atau Khilafah untuk menjadi raain bagi rakyatnya. Negara memiliki kewajiban melindungi, mengurus rakyatnya dengan sebaik-baiknya. Salah satunya dengan menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar bagi rakyat, yang meliputi sandang, pangan, dan papan. Khalifah akan menjamin setiap masyarakat mendapatkan perumahan yang layak dan berkualitas, baik secara langsung atau tidak langsung.
Semua pembiayaan dan operasional negara didapatkan dari hasil pengolahan kekayaan negara. Dengan kekayaan negara tersebut, pemerintahan dengan sistem Islam akan mampu mencukupi kebutuhan pokok rakyatnya, ngara akan memastikan setiap keluarga memiliki tempat tinggal yang layak. Bukan itu saja, kebutuhan diluar kebutuhan pokok pun akan dipenuhi, seperti kebutuhan pendidikan dan kesehatan.
Dalam Islam ada tiga jenis kepemilikan, yaitu kepemilikan individu, kepemilikan umum, dan kepemilikan negara. Kepemilikan individu adalah kepemilikan atas benda yang boleh dimiliki perorangan, baik secara langsung atau tidak langsung. Seperti baju, kendaraan, rumah dan sebagainya. Kebutuhan ini boleh diupayakan oleh setiap individu. Bila individu tidak mampu memenuhi, negara akan memberikan bantuan sesuai kemampuan individu, seperti dengan memberikan bantuan rumah dengn cuma-cuma.
Dalam kitab al-Dustur pasal 137 disebutkan bahwa kepemilikan umum mencakup tiga jenis harta, yaitu segala sesuatu yang menjadi bagian dari kemaslahatan umum semisal tanah lapang, segala sesuatu yang berupa barang tambang, serta sesuatu yang tidak boleh dikuasai atau dimonopoli, semisal sungai.
Kepemilikan negara adalah kepemilikan atas segala sesuatu yang merupakan hasil dari perusahaan-perusahaan milik negara, ghanimah, fa’i, khumus, kharaj, jizyah, ushr, pajak, dan harta hasil BUMN yang digunkan untuk operasional dn pembiayaan negara. Apabila kondisi mendesak pemerintah memberlakukan pungutan pajak yang hanya dibebankan pada yang kaya. Sehingga rakyat miskin tidak terbebani. [WE/IK].
Views: 1
Comment here