Oleh. Nadia Ummu Ubay (Pendidik)
wacana-edukasi.com, OPINI-– Kelahiran menjadi momen yang dinanti oleh pasangan suami-istri. Kehadiran buah hati menjadi pelengkap dan penyejuk hati. Namun kini berbeda, justru menjadi aib dan petaka. Miris memang hidup di zaman sekarang ini.
Insiden tragis terjadi di Desa Membalong, Kabupaten Belitung. Rohwana alias Wana (38tahun) ditangkap polisi karena terlibat pembunuhan bayinya sendiri dengan cara menenggelamkan ke ember berisi air setelah dilahirkan secara normal. Mayat bayi tersebut kemudian dibuang di kebun dan ditemukan oleh warga sekitar. Kejadian pada Kamis, 18 Januari 2024 sekitar pukul 21.00 WIB. Kasus ini diduga terkait faktor ekonomi. (bangka.tribunnews.com, 24/1/2024)
Alasannya karena tidak cukup biaya untuk membesarkan anak, sudah memiliki tiga anak. Sedangkan suami hanya bekerja sebagai buruh. Ketakutan akan ketidakmampuan menjalani hidup membuat dia tega membunuh darah dagingnya sendiri. Tidak ada siapa pun yang tahu termasuk suaminya sendiri.
Kejadian ini mungkin bukan kali pertama. Hanya saja di awal tahun ini menjadi insiden yang ter _blow-up_. Beban hidup yang tidak sedikit hingga mencekik dan mematikan akal sehat. Seorang ibu yang tabiatnya lembut serta penyayang kini tidak lagi dijumpai.
AKP Deki Marizaldi, Kasat Reskrim Polres Belitung menjelaskan atas kejadian ini. Pelaku dikenakan sanksi berdasarkan pasal 305 Kitab Undang-undang Hukum Pidana dengan sanksi pidana paling lama 5 tahun 6 bulan. Selain itu pelaku juga terjerat pasal 306 ayat 2 atas pembuangan bayi dengan pidana penjara paling lama 9 tahun (kumparan.com, 24/01/2024).
Kapitalisme: Karpet Merah Kerancuan Hidup
Melihat kejadian ini tentunya banyak faktor yang mendasarinya. Banyak sisi yang perlu diulas dan dibahas. Salah satu sebabnya adalah rancunya pengaturan pelayanan penguasa kepada rakyat.
Rakyat ketakutan akan masa depan hidupnya. Mereka tak sanggup menanggung beban kebutuhan yang tidak sedikit dan harga yang mahal. Keamanan dan pelayanan lainnya begitu panjang administrasi serta mahal biaya. Wajar, jika menjadi beban pikiran.
Kepada siapa rakyat mengadukan nasib atas tidak berdayanya dalam memenuhi kebutuhan? Siapa yang salah atas kejadian pilu ini? Apakah seorang ibu benar telah mati fitrahnya?
Sisi yang bisa disoroti di antaranya adalah lemahnya ketahanan iman dalam diri. Iman yang menjadi penjaga hanya ada dalam dada ketika beribadah. Sedangkan dalam kehidupan nyata iman hanya sebagai ucapan semata. Tidak membekas dalam benak, interaksi, ataupun peraturan kehidupan.
Lebih pilunya, pembagian peran dalam bingkai keluarga tidak lagi berfungsi. Istri ikut menjadi tulang punggung. Akhirnya, seorang ibu tidak hanya lelah fisik, namun mental dan jiwa. Sungguh malang.
Tatanan masyarakat yang tidak saling bahu-membahu, empati tinggal gigit jari, support kebaikan yang nihil, semua menjadi individualis. Hanya berjuang dan memikirkan diri sendiri yang telah lelah mencukupkan kebutuhan sehari-hari.
Gambaran ini rumit, sangat tidak ideal. Namun begitu nyatanya. Memang kita harus segera membuka mata dan mengakui fakta pahit serta kejamnya kehidupan hari ini.
Semua itu berkaitan dengan dasar aturan yang berlaku dalam negara. Aturan hari ini yang memberikan wewenang penuh penguasa untuk membuat aturan. Kondisi semakin tidak karuan. Karena tidak mungkin manusia mampu dengan sempurna mengatur manusia lain. Ini kekeliruan besar.
Kebebasan membuat aturan lahir dari sistem kapitalisme. Hasilnya adalah manusia tamak dalam hal apa pun. Tidak memikirkan orang di sekelilingnya yang juga sama butuhnya. Individualis.
Kapitalisme membawa asas kebebasan dalam bingkai pemerintah. Pemerintah hanya memikirkan cuan. Dia abai terhadap hidup rakyatnya.
Kebutuhan dan pelayanan rakyat yang harusnya terpenuhi tidak lagi menjadi hal yang penting. Rakyat berjuang sendiri memenuhinya. Sehingga beban itu mengikiskan fitrah, menghalalkan segala cara, bahkan hal yang keji pun terpaksa dipilihnya. Berat memang kehidupan yang tidak memiliki negara sebagai pelindung atau perisai.
Kapitalisme telah membunuh fitrah manusia dan merusak tatanan kehidupan. Kapitalisme berasaskan sekulerisme, yaitu pemisahan agama dari kehidupan. Tidak mengindahkan aturan pencipta, inilah sumber kerusakan. Semua diperhitungkan atas dasar untung rugi saja. Termasuk pelayanan penguasa terhadap rakyatnya, atas dasar untung rugi belaka.
Nihilnya aturan pencipta dan tiadanya suasana Islami menjadikan manusia tidak memiliki rem untuk mengendalikan diri atas permasalahan yang menimpanya.
Aturan Islam Menjaga Fitrah
Islam secara bahasa memang fitri atau fitrah. Islam melahirkan kesucian dan kebaikan. Islam _rahmatan lil’alamin_, menjadi rahmatan bagi seluruh alam. Manusia menjadi yang pertama dinaungi Islam dan dimuliakan dengan aturannya.
Ketika hari ini sulit sekali menjumpai keberkahan, kemudahan, kemuliaan, maka telah jauh dari Islam. Itulah kenyataannya.
Kehidupan yang jauh dari Islam atau agama telah mematikan fitrah manusia yang seutuhnya. Tidak lagi percaya akan kehidupan di masa depan yang telah dijamin penciptanya.
Bahkan rusaknya tatanan kehidupan hingga bernegara, tumpang tindihnya peran rakyat dan negara. Menjadikan kehidupan rancu.
Islam mewajibkan negara yang memiliki kepala negara, andil terhadap rakyatnya. Turun tangan langsung untuk memenuhi kebutuhan rakyat. Menjamin penuh apa yang rakyat butuhkan secara cuma-cuma. Itulah pelayanan yang diajarkan di dalam Islam.
Termasuk menjamin kesejahteraan ibu dan anak melalui mekanisme yang benar. Baik dari jalur nafkah serta dukungan masyarakat atau santunan negara.
Negara dalam Islam harus menjamin kebutuhan pokok terjangkau oleh rakyat. Negara juga menjamin nafkah ketika tidak ada lagi nasab wali atas nafkah yang mampu membantu. Sehingga rakyat terutama ibu atau perempuan akan dijamin hidupnya dengan nafkah yang penuh.
Dalam buku Nidzamul Islam, dijelaskan tentang Rancangan Undang-undang dalam negara Islam diantaranya sub-bab Sistem Ekonomi.
Politik ekonomi Islam bertolak dari pandangan yang mengarahkan bentuk masyarakat sebagai aspek yang harus terpenuhi secara penuh kebutuhannya. Kepala negara mengupayakan secara optimal.
Jika dengan aturan Islam, maka negara akan mengatur sistem ekonominya atas dasar akidah, untuk meraih rida Allah. Tak akan ditemukan rakyat terlunta dan penguasa yang abai. Pengaturan ekonomi dalam Islam adalah demi kesejahteraan umat.
Ekonomi sebagai penyangga negara dalam memenuhi kebutuhan rakyat akan mengatur dengan detail. Terdapat baitul mal yang akan membantu negara. Pemasukan negara akan didistribusikan untuk kesejahteraan umat.
Selain zakat yang harus disalurkan kepada delapan asnaf, baitul mal negara Islam juga memiliki sumber pemasukan lain. Ada _fa’i, jizyah, kharaj, rikaz_, dll. Sehingga negara tidak kekurangan dana dan rakyat mudah mendapatkan haknya.
Kebutuhan pokok terjamin mudah dan murah, lapangan pekerjaan terbuka lebar, fasilitas umum gratis, biaya kesehatan dan pendidikan gratis, dengan pelayanan administrasi yang mudah. Semua berhak memilikinya, tak dibedakan kaya atau miskin.
Dalam kehidupan Islam, semua saling bahu-membahu, menopang satu sama lain. Baik individu, masyarakat, dan negaranya. Sehingga akan ditemukan tatanan kehidupan ideal. Sesuai dengan peran, fungsi, menjaga akal sehat, dan fitrahnya. Kehidupan yang berkah karena mengindahkan dan menerapkan aturan pencipta (syariat Islam) yang sempurna.
Tidak ada lagi ketakutan akan masa depan, terpenuhinya kebutuhan, dan kesejahteraan. Kehidupan ideal ini harus segera terwujud sebagai solusi tuntas permasalahan manusia. Memenuhi fitrah manusia.
Wallahualam bissawab.
Views: 15
Comment here