Penulis: Rika Suhandini, S.H
Wacana-edukasi.com Teringat sesuatu tentang adab. Kala itu di sebuah masjid, tak terlihat seorang jamah pun yang berkeliaran disana. Akan tetapi sandal jepit berjejer rapi di tangga pintu keluar masjid.
Seorang lelaki paruh baya tiba-tiba keluar dari dalam masjid. Kemudian mengambil sendal khasnya lalu jalan menuju tempat parkir motornya setelah itu melesat pergi.
Sebelum lelaki itu mengambil sendalnya, salah seorang santri memperbaiki posisi sendal sang pemilik sendal. Sehingga ketika keluar Masjid pemilik sendal langsung memakai sendalnya tanpa kesulitan. Siapa kiranya lelaki itu?. Lelaki itu adalah ustad atau guru mereka.
Setelah sang ustad pergi, baru setelah itu puluhan santri keluar dari masjid bak ayam lepas dari kandangnya, begitu ramai.
Kenapa hal demikian bisa terjadi. Apa yang membuat sang ustad begitu istimewa dimata para santri nya?
Beberapa waktu lalu publik di buat heboh dengan beredarnya sebuah video yang tak patut untuk di contoh. Dimana seorang ustad diperlakukan tak beradab. Berbicara dengan nada tinggi menghardik dan melakukan intimidasi terhadap beliau.
Apa yang dialami ustad tersebut, mendapat perhatian dari Waka Sekjen MUI pusat, ustad Nadzmuddin Ramly dan warga net. Mereka menyayangkan hal ini bisa terjadi di negeri yang menjunjung tinggi nilai-nilai kesopanan dan tata krama. Nilai-nilai yang membuat bangsa ini dikenal dengan keramahan, kesopanan dan adat. Nilai – nilai ini pun tertuang dalam Pancasila dan Undang -Undang Dasar 1945.
Selain itu, didalam Islam adab sebelum ilmu, tata Krama dan menghormati guru telah diajarkan kepada murid. Sehingga ketinggian ilmu dan terpeliharanya ilmu bisa dengan mudah tercerap dengan baik.
Seperti kisah Imam Malik. Kejeniusan Imam Malik tidak lepas dari peran ibunya. Ibunya ingin agar Imam Malik menjadi seorang ulama, maka ia mengirimnya untuk belajar di rumah seorang ulama besar bernama Rabi`ah bin Abdurrahman.
Sebelum berangkat ibunya berpesan “pelajarilah adab Syaikh Rabi`ah sebelum belajar ilmu darinya.” Adab memiliki kedudukan yang sangat tinggi dalam menuntut ilmu , terlihat dari kisah Abdurrahman bin Al-Qasim, salah satu murid Imam Malik. Ia bercerita bahwa “aku mengabdi kepada Imam Malik selama 20 tahun, 2 tahun diantaranya untuk mempelajari ilmu dan 18 tahun untuk mempelajari adab. seandainya saja aku bisa jadikan seluruh waktu tersebut untuk mempelajari adab (tentu aku lakukan).” (Kompasiana, 28/08/2018).
Imam Ghazali dalam risalahnya berjudul Al-Adab Fid Din dalam Majmu’ah Rasail Al-Imam Ghazali mengatakan bahwa seorang Murid harus memiliki Adab yang baik di hadapan guru.
Jadi, Adab menurut bahasa adalah kesopanan, tingkah laku yang baik, kehalusan budi dan tata susila. Adab juga berarti pengajaran dan pendidikan yang baik sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “(Sesungguhnya Allah telah mendidikku dengan adab yang baik dan jadilah pendidikan adabku istimewa).” Islam tak hanya menekan pentingnya ilmu. Akhlak mulia juga sangat penting, bahkan lebih penting lagi.
Adab Murid terhadap guru yaitu mendahului memberi salam, tidak banyak berbicara di depan guru, berdiri ketika guru berdiri, tidak mengatakan kepada guru, ‘Pendapat fulan berbeda dengan pendapat Anda’, tidak bertanya-tanya kepada teman duduknya ketika guru di dalam majelis, tidak mengumbar senyum ketika berbicara kepada guru, tidak menunjukkan secara terang-terangan karena perbedaan pendapat dengan guru, tidak menarik pakaian guru ketika berdiri, tidak menanyakan suatu masalah di tengah perjalanan hingga guru sampai di rumah, tidak banyak mengajukan pertanyaan kepada guru ketika guru sedang lelah”.
Sabda Rasulullah menegaskan hal itu, ‘sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia.” Imam Malik bin Anas adalah salah satu ulama besar. Beliau adalah guru dari Imam Syafi`i dan sahabat berdiskusi Imam Abu Hanifa.
Wallahu ‘alam bishowab
Views: 369
Comment here