Oleh: Rita Pajarwati, S.E. (Pemerhati Remaja dan Sosial)
Wacana-edukasi.com— Prostitusi online kian merebak. Pelakunya pun beragam, dari kalangan masyarakat biasa sampai selebrita, dari usia belia bahkan bisa dibilang masih di bawah usia hingga perempuan dewasa. Tempat prostitusinya bukan lagi sekadar di motel kelas biasa, tetapi merambah ke apartemen mewah. Salah satu lokasi yang saat ini sedang ramai diberitakan adalah di Apartemen Green Pramuka City, Jakarta.
Apartemen yang berlokasi di Jalan Jenderal Ahmad Yani, Rawasari, Cempaka Putih, Jakarta Pusat ini sudah beberapa kali digrebek oleh aparat, tetapi sampai sekarang lokasi tersebut masih menjadi tempat “favorit” bagi pekerja seks komersial untuk menjajakan dirinya. Menurut investigasi yang dilakukan oleh tim detik.com pada Jumat, 22 Januari 2021 lalu, para pekerja seks komersial tersebut mengaku mematok tarif Rp500 ribu untuk durasi 1 jam (short time) hingga Rp5 juta untuk durasi 4-5 jam (long time). Cara bookingnya pun terbilang mudah, cukup janjian melalui MiChat sebuah aplikasi percakapan gratis dimana para pekerja seks komersial tersebut memasang profil dirinya lengkap dengan foto menarik untuk menarik laki-laki hidung belang. Jika tarif kencan dan waktunya sudah disepakati, para PSK tersebut akan meminta tamunya datang dan menunggu di lobi apartemen, kemudian “sang tuan rumah” menjemputnya (detik.com, 27/01/2021).
Para pekerja seks komersial tersebut mengaku terpaksa beralih profesi dari pekerjaan sebelumnya karena adanya pengurangan jumlah karyawan sebagai dampak dari pandemi covid-19. Tidak hanya kasus prostitusi yang melibatkan wanita dewasa saja yang terjadi di Apartemen tersebut. AD seorang remaja berusia 13 tahun yang awalnya diiming-imingi bekerja sebagai pelayan di sebuah toko di Jakarta, malah dipaksa untuk mau membuka layanan seks kepada pelanggan secara online di kamar apartemen tersebut. Korban dilarang meninggalkan apartemen, bahkan ponselnya dirampas dan dirusak, sehingga tak bisa menghubungi kedua orang tuanya. Kasus ini terbongkar dan ditangani aparat kepolisian setelah korban berhasil kabur dan melaporkan kejadian yang dialaminya kepada orang tuanya. Kasus prostitusi di Apartemen Green Pramuka City ada dua kategori. Pertama, kasus prostitusi online melalui aplikasi percakapan seperti MiChat. Kedua, kasus sindikat eksploitasi anak, seperti kasus yang menimpa AD (detik.com, 26/01/2021).
Praktik prostitusi online ini semakin serius karena tidak adanya kontrol sosial. Lingkungan seakan-akan abai jika pada faktanya lingkungan mereka dijadikan sebagai tempat menjajakan diri para pekerja seks komersial. Hukum yang ada pun lemah karena tidak ada pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang bisa dipakai untuk menjerat pelacur maupun pemakai jasanya. Di Jakarta, memang ada Peraturan Daerah nomor 8 tahun 2007 tentang Ketertiban Umum yang bisa dipakai menjerat pekerja seks maupun pelanggannya. Namun, peraturan itu hanya berlaku parsial untuk wilayah DKI Jakarta saja.
Merebaknya kasus prostitusi online pun tak bisa dielakkan dari masalah ekonomi yang semakin sulit selama pandemi. Tingginya biaya kebutuhan hidup yang berbanding terbalik dengan pemasukan yang justru semakin berkurang selama kondisi pandemi ini, sehingga dengan dalih terpaksa para pekerja seks komersial tersebut rela melayani laki-laki hidung belang hanya untuk mengisi perutnya dan perut keluarganya supaya tetap bisa makan, meskipun dengan risiko tertular virus berbahaya dari laki-laki yang dikencaninya.
Selain itu, lingkungan pergaulan dan interaksi yang tidak terjaga antara perempuan dan laki-laki semakin memperparah kondisi yang ada. Perempuan dan laki-laki yang sejatinya memiliki kehidupan yang terpisah, kini semakin tidak jelas. Di zaman sekarang ini akan dengan mudahnya kita menemukan sepasang muda-mudi yang bebas pergi kemana saja tanpa ditemani mahromnya. Dengan mudahnya bersedia diajak oleh laki-laki yang baru dikenalnya beberapa minggu seperti kasus yang menimpa AD. Perempuan balig dibiarkan mengumbar aurat dengan dalih My Body is My Rights. Semua kerusakan ini berakar pada sistem kapitalis yang mengusung asas sekulerisme yang memisahkan agama dari kehidupan sehingga menjadikan manusia merasa bebas melakukan apa saja selama tidak merugikan orang lain.
Inilah rusaknya sistem demokrasi kapitalis yang berjaya sekarang. Ini adalah masalah sistemik yang penyelesaiannya bukan sekadar dengan pasal atau Undang-Undang Perlindungan Perempuan. Solusinya pada penerapan aturan islam yang mempunyai visi penjagaan dan perlindungan bagi peran dan fungsi perempuan. Sejarah sudah membuktikan jika Isam menempatkan perempuan pada status yang terhormat. Islam tidak pernah memandang perempuan sebagai barang dagangan seperti pada sistem kapitalis. Penjagaan islam terhadap perempuan meliputi hukum pakaian, wali, mahram, waris, dan segala fungsi hukum yang berkaitan dengan fungsi ibu dan pengatur rumah tangga. Dalam bidang lain seperti ekonomi, Islam menjamin harga bahan pokok yang murah dan terjangkau, fasilitas umum seperti layanan dan akses kesehatan yang mudah dan gratis yang dapat dirasakan seluruh rakyat.
Dengan segala kerusakannya sistem yang ada sekarang, akankah kita tetap mempertahankannya dan mempertaruhkan masa depan generasi selanjutnya? Sudah saatnya kita meninggalkan sistem rusak dan berganti dengan sistem mulia yaitu sistem Islam.
Wallohualam bishowab
Views: 7
Comment here