Oleh: Safira Azmah
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Bulan lalu diakhiri dengan berita yang tak disangka. Dilansir dari kompas.com, pelajar bunuh diri lompat dari roof top diduga mengalami kegagalan dalam hidupnya. Hal ini terungkap karena ditemukan nya sepucuk surat yang terdapat di dalam topi korban yang letaknya tak jauh dari TKP. Identitas remaja yang diduga bunuh diri di area parkir Metropolitan Mall, Bekasi, Selasa (22/10/2024), hingga kini masih ditelusuri. Kesekian kalinya kasus bunuh diri ini terjadi. remaja bunuh diri ini memberikan gambaran adanya problem kerapuhan mental generasi muda. (Kompas.id 24/10/24)
Berdasarkan dari WHO, tingkat bunuh diri di Indonesia mencapai 3,4 kasus per 100.000 penduduk. Dan fakta diantaranya remaja di Indonesia banyak mengalami gangguan mental. Data Badan Pusat Statistik mencatat populasi remaja dan dewasa muda yang signifikan: 22,12 juta jiwa berusia 15-19 tahun dan 22,28 juta jiwa berusia 20-24 tahun (TimesIndonesia, 17/10/24) melalui Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS), survei kesehatan mental nasional pertama untuk remaja 10-17 tahun di Indonesia. Hasil survei menunjukkan satu dari tiga remaja Indonesia menghadapi masalah kesehatan mental, setara dengan 15,5 juta remaja. (TimesIndonesia, 17/10/24)
Fenomena yang terjadi saat ini adalah Banyaknya kasus gangguan mental pada Gen Z. Singkatnya, gangguan mental seperti kecemasan, stress dan depresi ini berkaitan dengan penggunaan teknologi.
Dampak dari pengunaan teknologi yang berlebih adalah melahirkan fenomena Fear Of Missing Out (FOMO) yang mana seseorang merasa tertinggal dari aktivitas sosial media yang sedang viral jika tak ikut meramaikan trend yang ada.
Hal ini dapat memicu kepada gangguan mental diantaranya, kecemasan, ketidak puasan terhadap diri sendiri, gangguan tidur -penggunaan handphone berlebih- hingga depresi. Kasus bunuh diri termasuk dalam gangguan mental yang tidak tertangani.
Dari fenomena Fear Of Missing Out (FOMO) sehingga terlahirlah konsumerisme dan hedonisme yang berfokus pada kesenangan yang instan. Sehingga menimbulkan masalah baru seperti Pinjol dan judol yang mana hal tersebut dilakukan untuk pemuasan gaya hidup yang rusak tadi.
Saat ini yang terjadi di tengah-tengah Gen Z adalah secara sadar dan jelas melakukan hal-hal sifatnya sementara dan kenikmatan sesaat untuk dijadikan solusi dalam persoalan kehidupan. Standar yang dilakukan gen Z berdasarkan hawa nafsu yang bersifat kenikmatan sesaat, bukan atas dasar aturan sang pencipta. Memilih menghabiskan waktu di cafe. Mengunjungi Perpustakaan hanya sebagai spot instagramable. Memilih teknologi digital secara keseluruhan yang padahal tidak semua bisa diterima. buku-buku yang mengandung informasi justru diabaikan, menghabiskan waktu dengan hal sia-sia.
Banyak persoalan (Gangguan mental, konsumerisme, FOMO) yang dihadapi Gen Z saat ini merupakan dampak dari sistem demokrasi kapitalisme yang melahirkan gaya hidup yang rusak (FOMO, Konsumerisme, hedonisme) dan aturan-aturan yang rusak. Sehingga memberikan solusi yang tak tuntas. Bahkan menjauhkan gen Z dari jati dirinya sendiri. Mereka sulit untuk fokus pada tujuan hidupnya. Juga menjauhkan Gen Z dari perubahan hakiki dengan Islam kaffah.
Hal ini jika dibiarkan maka akan sangat membahayakan. Bagaimana tidak? Gen Z sebagai tonggak peradaban, justru telah dirasuki gaya hidup dan aturan yang rusak, juga solusi yang tak tuntas. Jika agen perubahan telah rusak, siapa yang memberikan kemajuan peradaban?
Solusi Islam
Persoalan tadi butuh solusi yang nyata. Yang bisa dilakukan gen Z adalah memposisikan dirinya untuk menjadi awal tonggak perubahan dari kerusakan yang terjadi. Fokus pada tujuan hidupnya. Sebagaimana nasihat imam syafi’i :
“Eksistensi seorang pemuda -demi Allah- adalah dengan ilmu dan ketakwaan. Jika keduanya tidak ada padanya, maka tidak ada jati diri padanya.”
Begitu juga nasihat Ibnu Qayyim al-Jauziyah terkait Gen Z untuk memanage & memanfaatkan waktu dengan baik :
”Masa muda adalah waktu emas, jangan sia-siakan dalam kesenangan semu.”
Hal ini bisa terwujud manakala menjadikan Islam sebagai Solusi yang nyata. Hanya dengan sistem Islam generasi dan umat manusia akan selamat. Sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى ٱللَّهُ وَرَسُولُهُۥٓ أَمْرًا أَن يَكُونَ لَهُمُ ٱلْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَن يَعْصِ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًا مُّبِينًا
”Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Qs. Al-Ahzab : 36)
Juga dalam firman Allah ta’ala :
وَمَآ أَرْسَلْنَٰكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَٰلَمِينَ
”Dan tidaklah kami mengutus engkau (Muhammad) kecuali untuk menjadi rahmat bagi semesta Alam” (Qs. Al- Anbiya : 107)
Banyak para pejuang & pemuda di zaman Islam yang bisa dijadikan role model untuk membakar semangat perjuangan. Beberapa diantaranya, sultan muhammad al-fatih yang saat itu usianya 20 tahun menjadi sang penakluk dalam penaklukan konstantinopel. Shalahuddin al- Ayubi sang pembebas al-Quds dari penjajahan pasukan salib. Yang mana keberhasilan mereka tak luput dari orang tua yang mendidik & terdidik hasil dari sistem yang baik dan benar, Yaitu Islam.
Kisah mereka bukan hanya sebagai cerita dongeng belaka, namun kisah tersebut adalah sejarah gemilang yang mana sangat disayangkan sejarah tersebut terkadang generasi saat ini sedikit yang mengetahui.
Untuk itu, sistem Islam mampu mendorong terbentuknya Gen Z berkepribadian Islam (Syakhsiyyah Islamiyyah), yang akan membela Islam dan membangun peradaban islam yang cemerlang.
Maka dari itu, menjadikan Islam sebagai solusi adalah hal yang tepat yang akan menciptakan generasi yang baik, lingkungan yang baik dan juga sebagai sistem kehidupan yang baik.
Wallahu a’lam bis showwab.
Views: 0
Comment here