wacana-edukasi.com– Ketua kordinator wilayah, Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI), Provinsi Kalimantan Barat, Suherman, mengatakan bahwa RUU KIA tersebut menurutnya sangat baik, karena ada beberapa poin yang ia nilai memberikan porsi lebih baik kepada karyawan wanita dalam hal melahirkan. Berartikan itu akan lebih bagus, demi perkembangan-perkembangan bayinya. Dan ibu tersebut bisa mengurus bayi selama enam bulan. Jadi sangat cukup manusiawi bagi kami rancangan undang-undang KIA tersebut (tribunnews, 23/06/2022).
Selain itu, Suherman menilai, jika RUU KIA ini disahkan prioritas fasilitas kebutuhan pekerja wanita terlebih dalam hal melahirkan dapat terpenuhi. Karena ada ruang laktasi, kalau dia keguguran ada diberikan cuti satu setengah bulan. Kalau sebelumnya mungkin hanya satu bulan, jadi dengan adanya undang-undang KIA ini akan lebih baik.
Selama ini memang masih banyak juga perusahaan yang tidak memberikan hak cuti bagi pekerja buruh perempuan, kalaupun biasanya terjadi, ketika buruh perempuan itu hamil bahkan disuruh berhenti atau mengundurkan diri, kecuali perusahaan-perusahaan yang mengerti dan memahami undang-undang ketenaga kerjaan.
Terkait dengan cuti 40 hari bagi suami menurutnya juga harus proporsional. Kata dia menambahkan, persetujuan dari pihak perusahaan juga harus dilakukan. Karena ia menilai, 40 hari merupakan waktu yang cukup lama, ia menyebutkan poin tersebut tidak berimbang antara kewajiban bekerja dengan yang diberikan oleh perusahaan, menurutnya, kalau terlalu lama juga tidak bagus.
Aturan cuti pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Tenaga Kerja, dengan durasi hanya tiga bulan. Pada Rancangan Undang-Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA), cuti melahirkan bisa sampai selama enam bulan dan adanya cuti untuk yang keguguran. Suami pun bisa cuti 40 hari bantu istri asuh anak usai melahirkan dan 7 hari jika keguguran.
Penyikapan terhadap problem kesejahteraan ini nampaknya terlalu spesifik pada hak-haknya di dunia kerja. Sementara problem kesejahteraan ibu dan anak yang sesungguhnya tidak secara komprehensif diselesaikan. Misalkan angka kematian ibu dan gizi buruk serta kasus stunting yang masih tinggi. Tercatat, saat ini, Angka Kematian Ibu Indonesia masih sebesar 305 per 100.000 kelahiran (sebagai base line 2019). Sementara itu, berdasarkan survei Studi Status Gizi Indonesia, prevalensi stunting atau gizi buruk di Indonesia saat ini masih di angka 24,4 persen. Belum lagi angka kemiskinan yang tak kunjung turun.
Ibu dan anak adalah korban sistem kapitalisme yang menimbang kesejahteraan hanya dari sisi materi. Pemerintah melakukan pemberdayaan, pemberian bantuan sosial, santunan dan pemenuhan hak cuti, hanya sebagai domain politik populis. Demikian juga agenda globalnya pada narasi MDG’s, SDG’s dan lain-lain yang hanya gombal belaka. Lip service yang dibaliknya berlindung kepentingan liberalisasi dan kapitalisasi. Inilah mengapa sistem keduanya dilarang dalam Islam. Karena hakikat kepemimpinan yang dilahirkannya tidak memberikan pelayanan yang sesungguhnya pada hajat hidup rakyat khususnya ibu dan anak.
Yeni
Pontianak-Kalbar
Views: 4
Comment here