Opini

Benarkah Intoleransi di Indonesia, Merusak Umat Beragama?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Rismayana (Aktivis Muslimah)

Wacana-edukasi.com, OPINI-– Istilah intoleransi terus digaungkan di negeri ini, seolah-olah negeri dengan penduduk mayoritas muslim terbesar di negeri ini sedang diancam oleh penyakit yang namanya intoleransi. Parahnya penyakit intoleransi ini sering kali disematkan pada umat Islam. Padahal, nyata-nyata perilaku intoleransi itu sendiri ada juga dari kalangan nonmuslim yang menghalangi umat Islam melaksanakan ajaran agamanya.

Seperti kasus yang baru-baru ini viral di media sosial. Di mana sosok perempuan yang diketahui bernama Mas Sriwati, dalam video tersebut Mas Sriwati terlihat sedang marah-marah kepada sekelompok orang yang sedang melakukan praktik peribadatannya. Ia merasa terganggu karena di wilayah tersebut tidak ada ijin untuk tempat ibadah ujarnya(inews.id, 23/09/2024).

Viralnya video yang melarang sekelompok orang melakukan aktivitas beribadah ini langsung direspons oleh Direktur Jenderal Bina Masyarakat Islam (Bimas) di bawah naungan Kementerian Agama (Kemenag) Bapak Komaruddin Amin. Ia mengatakan setelah melihat video tersebut, ini menunjukkan bahwa kita perlu berkomitmen dan bersungguh-sungguh memberikan pencerahan kepada publik (masyarakat), bahwa pentingnya menjaga kerukunan antar agama (toleransi) dalam kehidupan beragama.

Dalam pernyataan ini menunjukkan seakan-akan umat Islam tidak memahami yang namanya toleransi. Bagaimana pula kasus perilaku yang dilakukan sekelompok masyarakat yang merusak tempat peribadatan umat Islam di Papua (merusak mesjid). Padahal, bukti pengerusakan ini dibenarkan, tetapi belum juga ada yang ditetapkan sebagai tersangka. Begitu juga kasus pelarangan memakai kerudung di Bali di sejumlah sekolah yang ada muslimnya ini jelas tertulis pelarangannya.

Pelarangan memakai kerudung bagi siswa yang beragama Islam di Bali ini jelas bertentangan dengan kebebasan siswa untuk melaksanakan ajaran agama yang diyakininya, tetapi lagi-lagi ini pelakunya tidak disebut intoleran, yang menjadi pertanyaan di benak umat Islam mengapa setiap ada kesalahan satu individu umat Islam, langsung disoroti dan dilabeli intoleransi.

Inilah kesalahan yang terjadi di negeri yang menganut sistem demokrasi sekuler, negara memaknai definisi toleransi mengacu kepada definisi global, di mana paham demokrasi sekuler mereduksi ajaran Islam dengan dasar hak asasi manusia. Di mana hak asasi manusia ini merupakan ide dari pemikiran kafir barat, yang mana makna toleransi ala barat sebagai paham pluralisme (menerima kebenaran segala keragaman agama).

Inilah definisi makna toleransi secara global yang diinginkan kafir barat, kaum muslim akan dikatakan sebagai orang yang toleran jika mau melakukan apa yang diwacanakan kafir barat. Sebaliknya jika tak sejalan dengan ide mereka, lantas kaum muslim dikatakan intoleran dan radikal. Narasi toleransi yang di bangun oleh kafir barat berdasarkan sekuler dan HAM, tanpa disadari telah berhasil menjerat kaum muslim pada pemahaman yang salah kaprah.dan tanpa disadari juga atas nama toleransi, umat Islam banyak yang terjebak pada racun pluralisme ini, dengan mencampur adukkan kebatilan dan kebenaran.

Ironisnya umat Islam banyak yang salah kaprah dalam memahami makna toleransi ini. Sebagian masyarakat justru bangga dengan telah melaksanakan toleransi ala kafir barat, seperti mengucapkan selamat hari raya agama lain atau seorang muslim menyampaikan pembukaan pidato dengan diawali kalimat salam dari semua agama karena disebabkan peserta yang ada dihadiri dari berbagai kelompok agama.

Ini jelas perbuatan yang dilakukan atau dilarang dalam ajaran Islam, karena mencampur adukkan yang hak dan batil dan dari pembiaran pluralisme inilah yang mengakibatkan terjadinya pemurtadan secara masif. Karena ketiadaan negara hadir sebagai pelindung (ra’in) bagi rakyatnya. Sehingga pintu liberalisme terbuka lebar menggerus akidah umat Islam.dan tanpa disadari mereka begitu membanggakan dan memuja ideologi dan peradaban barat.

Inilah ironi hidup di negeri yang menjalankan sistem kapitalis sekuler, umat Islam nyata-nyata berjumlah mayoritas, tetapi secara aplikasinya selalu tersudutkan apabila melakukan aktivitas keagamaannya. Tidak sejalan dengan nilai-nilai demokrasi barat maka akan dilabeli intoleran dan radikalisme. Inilah perbedaan cara pandang toleransi ala kafir barat dengan toleransi Islam. Dalam Islam toleransi sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Hal ini sudah diterapkan di masa Daulah Islam tegak, diawali masa Rasulullah saw. diangkat menjadi Nabi dan Rasul dan dibaiat sebagai kepala negara di Madinah.

Islam tidak pernah bermasalah dengan yang namanya pluralitas dan toleransi. Islam mengatur perbedaan dan keragaman secara sempurna. Di mana orang-orang kafir yang hidup di bawah perlindungan Daulah (kafir dzimmi) dibiarkan menjalankan peribadatan sesuai dengan agama dan keyakinan mereka dan kaum muslim juga dilarang mencela ajaran agama lain dan kaum muslim juga diperintahkan untuk memenuhi hak-hak orang kafir sebagai warga Daulah, dalam batas-batas yang telah ditetapkan dalam syariat Islam.

Hal ini sesuai dengan perintah Allah dalam Qur’an surat Al-Kafirun ayat 6 yang berbunyi, “Lakum dinukum Waliyadin”, yang artinya, untukmu agamamu dan untukku agamaku. Jadi, secara praktiknya sejak Daulah masih ada kaum muslim tidak pernah memiliki problem toleransi, umat Islam terbiasa hidup dalam kemajemukan dan keberagaman.

Itulah definisi Islam secara global, Islam tidak akan memaksakan orang kafir untuk memeluk Islam, malah dibiarkan melakukan peribadatan, tata cara urusan pribadi mereka sesuai ajaran agama yang mereka anut dan kaum muslim juga dilarang melibatkan diri mereka dalam peribadatan orang kafir. Termasuk ikut menghadiri acara keagamaan mereka, seperti bergantian menjaga tempat peribadatan umat beragama lain dengan alasan toleransi. Karena ini tidak dibenarkan dalam ajaran Islam. Karena dalam Islam ketika mengikuti dan menyerupai suatu kaum maka ia termasuk bagian dari mereka.

Inilah indahnya Islam, negara akan berperan sebagai junnah dan melindungi umat Islam dari serangan-serangan pemikiran kafir barat. Tidak seperti sekarang ini umat Islam tidak ada tempat untuk berlindung dari serangan pemikiran kafir barat, karena tidak memiliki wadah atau tempat untuk berlindung. Hanya individu atau kelompok yang sahih yang bisa bertahan dalam menghadapi gempuran pemikiran orang-orang kafir barat. Untuk itu dibutuhkan kelompok dakwah ideologis yang bisa menyadarkan dan memahamkan umat untuk terus mengawal dan bersama-sama berjuang agar tegaknya kembali penerapan syariat Islam secara kafah dalam bingkai Daulah Khilafah.

Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 7

Comment here