Opini

Benarkah Konflik Sosial Akibat Salah Kebijakan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Zeni Setyani M.Pd. (Praktisi Pendidikan)

Terjadinya konflik sosial pun terus terjadi di berbagai daerah, dengan banyaknya warga yang melakukan unjuk rasa terkait kebijakan PPKM darurat.

Wacana-edukasi.com — Pemberlakuan PPKM diberbagai daerah ternyata ada yang menjadi konflik horizontal, antara warga masyarakat dengan petugas. Viralnya sebuah video diberbagai sosial media tentang perlakuan seorang oknum Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) ketika menjalankan tugas untuk penertiban pada saat diterapkan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) darurat, yaitu dengan menganiaya seorang wanita yang tengah hamil ini akhirnya berlanjut ke ranah hukum. Begitu juga di daerah lain terjadi keributan antara petugas dan pemilik warung. Karena alasan PPKM, petugas meminta untuk segera menutup warungnya, karena sudah waktu pelarangan untuk berjualan.

Hal semacam ini memang banyak terjadi pada masyarakat urban, terutama yang bekerja di sektor informal, karena penghasilan mereka untuk menghidupi keluarganya dari berjualan. Menurut Ganjar, Gubernur Jawa Tengah bahwa PPKM ini memang sangat memberatkan rakyat. Aparat seharusnya melakukan pendekatan yang humanis, bukan dengan pendekatan yang represif yang membuat warga marah karena urusannya dengan memenuhi kebutuhan perut mereka (Kompas.com, 17/7/2021).

Terjadinya konflik sosial pun terus terjadi di berbagai daerah, dengan banyaknya warga yang melakukan unjuk rasa terkait kebijakan PPKM darurat ini yang kemudian diperpanjang dengan PPKM level 4 bagi wilayah-wilayah yang penyebaran covid-19 nya masih meningkat. Hanya saja unjuk rasa yang terjadi di Pasuruan, Bandung, Surabaya, dan juga di Balikpapan yang berakhir dengan kericuhan antara petugas dan mahasiswa yang mau menyampaikan aspirasi rakyat terkait PPKM tersebut yang menyebabkan warga banyak menderita akibat kebijakan ini.

Andri W Kusumah, seorang ahli hukum mengatakan bahwa sebaiknya PPKM Darurat diganti dengan karantina sesuai Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018, begitu juga dengan diterapkan PPKM level 4 yang terkesan ambigu. Bahkan juga diingatkan, agar penerapan PPKM level 4 ini harus diimbangi dengan dukungan bantuan dari pemerintah kepada masyarakat. Jangan sampai menghindar dari kewajiban untuk memastikan bahwa masyarakat yang terdampak tetap tercukupi pangannya. Karena memang seharusnya kebijakan yang diterapkan yaitu karantina wilayah (lockdown). Ini adalah pilihan yang tepat dikarenakan lebih mengutamakan masalah kesehatan, meskipun sektor lain termasuk ekonomi juga penting. Lockdown itu efektif memutus rantai covid-19, dan penerapannya itu seharusnya tegas untuk semua, supaya tidak ada subjektivitas, semua orang diberlakukan yang sama, tapi harus diakui bahwa kebijakan untuk penerapan lockdown selalu dihindari dikarenakan membutuhkan dana yang tidak sedikit (cnnindonesia.com, 21/7/2021).

Itulah sebabnya mengapa Pemerintah belum berencana melakukan lockdown dalam mengatasi lonjakan penderita covid-19 ini, yang terus bermunculan dengan bermacam varian virus baru, di mana banyak korban yang meninggal. Pemerintah menilai cara tersebut memiliki risiko terhadap ekonomi negeri yang bisa berakibat penurunan dalam hal perekonomiannya. Benarkah seperti itu?

Bila dicermati, maka ada sebab kenapa pemerintah tidak menerapkan karantina sesuai Undang-Undang untuk kesehatan dan keselamatan warga selama pandemi covid-19 ini. Sebagai sebuah negara yang menerapkan sistem ekonomi kapitalis, hal ini sangat terasa di mana selalu ada kepentingan para pemilik modal atau korporasi dalam setiap kebijakan yang dikeluarkan oleh penguasa. Karena dalam sistem ini, penguasa tak ubahnya hanya sebagai perpanjangan tangan dari para pemilik modal. Bagaimana kebijakan yang lahir dapat memberikan keuntungan bagi kepentingan mereka. Kapitalisme memandang negara sebagai ladang bisnis berbasis politik, di mana bisnis-bisnis mereka akan tetap aman. Dan itulah yang mengakibatkan bentuk tanggung jawab negara dan politisi terganti dengan adanya pengaruh para penguasa korporasi tersebut. Maka, dari sini terlihat jelas bahwa penanganan covid-19 akan sulit dilakukan jika masih dalam sistem kapitalisme ini.

Hal ini berbeda dengan Islam, Karantina wilayah (lockdown) yang memiliki arti yang sama dengan isolasi ini terkait untuk pencegahan suatu wabah ternyata pernah terjadi di zaman Rasulullah SAW, yaitu isolasi terhadap orang yang sedang menderita penyakit menular pernah dianjurkan Rasulullah. Di zaman Rasululullah Saw., pernah terjadi wabah kusta yang menular dan mematikan sebelum diketahui obatnya. Saat itu, Rasulullah Saw., memerintahkan untuk tidak dekat-dekat atau melihat orang yang mengalami kusta atau lepra.

Dalam sebuah hadist, Rasullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:

‏ لاَ تُدِيمُوا النَّظَرَ إِلَى الْمَجْذُومِين

Artinya: “Jangan kamu terus menerus melihat orang yang menghidap penyakit kusta.” (HR Bukhari).

Nabi Muhammad Saw., juga pernah memperingatkan umatnya untuk tidak dekat dengan wilayah yang sedang terkena wabah. Dan sebaliknya jika berada di dalam tempat yang terkena wabah dilarang untuk keluar. Seperti diriwayatkan dalam hadits berikut ini:

إِذَا سَمِعْتُمْ بِالطَّاعُونِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَدْخُلُوهَا، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا مِنْهَا

Artinya: “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhari)

Oleh karena itu, pada masa Rasulullah Saw., menerapkan lockdown yaitu jika ada sebuah daerah atau komunitas terjangkit penyakit Tha’un, Rasulullah Saw., memerintahkan untuk mengisolasi atau mengkarantina para penderitanya di tempat isolasi khusus, jauh dari pemukiman penduduk. Tha’un sebagaimana disabdakan Rasulullah Saw., merupakan wabah penyakit menular yang mematikan, penyebabnya berasal dari bakteri Pasterella Pestis yang menyerang tubuh manusia.

Maka dari itu, bila umat muslim menghadapi hal ini, dalam sebuah hadits disebutkan janji surga dan pahala yang besar bagi siapa saja yang bersabar ketika menghadapi wabah penyakit.

‏ الطَّاعُونُ شَهَادَةٌ لِكُلِّ مُسْلِمٍ

Artinya: “Kematian karena wabah adalah surga bagi tiap muslim (yang meninggal karenanya).”  (HR Bukhari)

Selain pada masa Rasulullah, di masa khalifah Umar bin Khattab juga pernah terjadi wabah penyakit. Dalam sebuah hadist diceritakan, Umar sedang dalam perjalanan ke Syam lalu ia mendapatkan kabar tentang wabah penyakit, Umar kemudian tidak melanjutkan perjalanan. Berikut haditsnya:

أَنَّ عُمَرَ، خَرَجَ إِلَى الشَّأْمِ، فَلَمَّا كَانَ بِسَرْغَ بَلَغَهُ أَنَّ الْوَبَاءَ قَدْ وَقَعَ بِالشَّأْمِ، فَأَخْبَرَهُ عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم قَالَ ‏ “‏ إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْضٍ فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ ‏”‏‏

Artinya: “Umar sedang dalam perjalanan menuju Syam, saat sampai di wilah bernama Sargh. Saat itu Umar mendapat kabar adanya wabah di wilayah Syam. Abdurrahman bin Auf kemudian mengatakan pada Umar jika Nabi Muhammad SAW pernah berkata, “Jika kamu mendengar wabah di suatu wilayah, maka janganlah kalian memasukinya. Tapi jika terjadi wabah di tempat kamu berada, maka jangan tinggalkan tempat itu.” (HR Bukhori).

Pada saat itu, kebijakan yang diambil demi kepentingan dan keselamatan warga negara, dan tidak ada tawar menawar ketika menyangkut nyawa manusia, ini sudah menjadi tanggung jawabnya dalam menjaga nyawa agar terselamatkan. Maka kebijakan karantina wilayah atau lockdown pun diambil.

Dalam Islam pun, kebutuhan rakyatnya terpenuhi selama melaksanakan karantina wilyah (lockdown) tersebut, karena sudah kewajiban negara menjamin untuk memenuhi kebutuhan dasar/pokok warganya, baik sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan dan keamanan. Dan itu bukan hal yang sulit ketika dana di kas baitulmal mencukupi untuk mencukupi kebutuhan rakyatnya, ditambah lagi jika SDA dikelola dengan baik, bukan untuk asing. Sehingga, tidak akan terjadi konflik sosial antar warga maupun dengan aparat.

Itulah gambaran dalam Islam untuk mengatasi wabah dan kesejahteraan rakyatnya.

Wallohualam bishowab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 3

Comment here