Opini

Benarkah Tahun Ajaran Baru dengan Visi Baru?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Novianti

wacana-edukasi.com, Tahun ajaran baru sudah dalam hitungan bulan dan pandemi belum dipastikan sudah berakhir. Pandemi telah menunjukkan begitu banyak persoalan dalam pendidikan di negara kita.

Pendidikan dihadapkan pada tantangan berat bukan karena dampak pandemi saja. Sejak zaman kemerdekaan, pendidikan di Indonesia memang masih limbung. Setiap adanya perubahan di pemerintahan diikuti dengan pergantian posisi dan selanjutnya berganti kebijakan yang kurang berkesinambungan dengan kebijakan sebelumnya. Padahal, pendidikan tak dapat dipisahkan dari kelangsungan hidup bangsa.

Banyak para ahli yang sudah mencoba merumuskan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tertuang dalam sistem pendidikan nasional namun dalam implementasinya belum optimal sehingga hasilnya masih jauh dari harapan.

Makin kesini, arah pendidikan makin kehilangan idealismenya, lebih banyak dipengaruhi oleh paradigma ekonomi. Pendidikan menjadi barang mahal karena kualitas berbanding lurus dengan biaya yang sulit dijangkau oleh semua kalangan. Pengaruh materialisme-kapitalime sangat kental merasuk dalam dunia pendidikan saat ini.

Padahal, seharusnya negara yang bertanggung jawab menyelenggarakan pendidikan bagi seluruh rakyatnya. UUD 1945 mengamanahkan kepada negara mencerdaskan kehidupan bangsa.

Persoalan lain dari pendidikan di negara ini adalah output yang dihasilkan belum sesuai dengan tujuan pendidikan nasional. Tindak kriminalitas yang melibatkan anak jumlahnya meningkat dratis. Tingkat moralitas para pelajar pun memprihatinkan. Kemampuan akademik dan keterampilan peserta didik jauh ketinggalan dari negara lain.

Kondisi ini diakibatkan arah pendidikan yang tidak jelas sehingga setiap tahun persoalan bukan berkurang tetapi makin bertumpuk. Pendidikan adalah hal fundamental bagi keberlangsungan negara seyogyanya dipikirkan dengan sangat serius dan segera.

Peta Jalan Pendidikan yang Masih Gamang

Pada 4 Juni 2020, Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas untuk merancang Peta Jalan Pendidikan Indonesia 2020 – 2035 (PJP) dengan harapan menjadi panduan pendidikan yang berkelanjutan. Kemendikbud telah merumuskannya dalam Draft PJP 2020-2035.

Di dalamnya tertuang visi pendidikan adalah membangun pembelajar seumur hidup yang unggul, terus berkembang, sejahtera, dan berakhlak mulia dengan menumbuhkan nilai-nilai budaya Indonesia dan Pancasila. Pelajar yang unggul memiliki kompetensi berakhlak mulia, mandiri, memiliki kebhinekaan global, bergotong royong, bernalar kritis dan kreatif.

Terlihat dalam draft ini, negara belum menyentuh hal substantif dan mengidentifikasi sumber persoalan. Arah pendidikan justru makin kental dengan aroma kapitalistik, pendidikan dikaitkan dengan kebutuhan industri-industri dan pasar tenaga kerja. SDM disiapkan demi memenuhi trend pasar global yang ujung-ujungnya untuk menambah pendapatan negara.

Peserta didik hanya sebagai obyek semata-mata, bukan lagi subyek yang harus dijaga harkat dan fitrahnya sebagai manusia. Peserta didik dijadikan alat untuk menggulirkan tujuan ekonomis, yaitu pertumbuhan, ketrampilan, dan skill yang dituntut dalam pertumbuhan ekonomi. Hal ini terlihat jelas terutama dalam paradigma pendidikan di jenjang perguruan tinggi.

Fungsi dan peranan guru teredusir sebatas pentransfer ilmu pengetahuan, pelatih keterampilan bukan sosok yang membangun pribadi berkarakter. Sekolah-sekolah diarahkan menjadi lembaga-lembaga pencetak tenaga kerja berorientasi pada kompetisi akademik, lomba ajang prestasi yang dibentuk oleh dunia industri.

Selain itu, draft PJP tidak memberi solusi terhadap permasalahan-permasalahan yang sudah terpampang di depan mata seperti krisis moral, rendahnya literasi, kurangnya penguasaan terhadap sains dan teknologi, masih belum terpenuhinya hak rakyat dalam mengakses pendidikan, kualitas tenaga pendidik, sarana prasarana yang belum merata. Justru, tanggung jawab tersebut yang seharusnya dikerjakan oleh negara akan dialihkan dengan meningkatkan kontribusi sektor swasta.

Dengan kata lain, PJP yang diharapkan menjadi road map bagi arah pendidikan di Indonesia tidak memberikan nafas baru. Sistem pendidikan yang terarah dan melahirkan SDM berkualitas, masih jauh dari harapan.

Sistem Pendidikan Islam

Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah proses yang tidak boleh dipisahkan dengan tujuan penciptaan manusia di muka bumi yaitu sebagai khalifah. Sistem pendidikan harus berdasar pada akidah Islam dan bertujuan membentuk sosok berkepribadian Islam. Ini sesuai dengan visinya yaitu melahirkan manusia-manusia yang membangun peradaban Islam.

Karenanya, proses pendidikan dalam Islam bukan ditujukan untuk melahirkan para pekerja atau sebatas memperoleh pekerjaan. Negara sebagai penanggung jawab penyelenggara pendidikan mengarahkan para peserta didik melalui kurikulumnya agar tumbuh menjadi pribadi yang bertaqwa, kecerdasan intelektualnya terasah, menjadi bagian yang dapat berkontribusi untuk masyarakat dengan kemanfaatannya yang luas.

Sistem pendidikan Islam mencetak generasi skala dunia dengan kualitas jiwa kepemimpinan bervisi akhirat, menatap dunia dengan keimanan. Memiliki kepekaan terhadap persoalan umat, menjadi pelayan umat melalui produktivitas, karya dan kerja yang meningkatkan kualitas hidup manusia dengan tetap pada koridor Allah SWT.

Peletakan aqidah sebagai dasar dalam proses pendidikan menjadi ruh yang mengalirkan motivasi dan energi powerfull. Karenanya ketika agama dieliminasi dari proses pendidikan justru mematikan semangat inovasi, dedikasi dan kerja keras.

Atas dasar itu, negara seharusnya membuat road map pendidikan dengan menyusun langkah strategis kebijakan sebagai berikut:

Pertama, memperkuat aqidah Islam sebagai fondasi dalam semua materi yang diberikan. Membangkitkan kesadaran sebagai hamba Allah yang hanya diperintahkan untuk mentaati-Nya dalam bentuk melaksanakan seluruh perintah dan menjauhi larangan-Nya.

Kedua, memberikan support system bagi penyelenggaraan sistem pendidikan melalui sistem politik dan sistem ekonomi yang menjamin terpenuhinya hak pendidikan rakyat. Pendidikan adalah kebutuhan dasar rakyat sehingga negara harus memastikan semua tanpa kecuali dapat mengakses pendidikan berkualitas termasuk sarana prasarana dan penjaminan akan kehidupan yang layak bagi tenaga pendidiknya.

Ketiga, menempatkan skala prioritas dalam materi pembelajaran untuk setiap jenjang pendidikan. Di semua jenjang, harus diberikan tsaqofah yang memperkuat pemahaman Islam. Sementara ilmu kehidupan seperti matematika, sains diberikan sesuai dengan kebutuhan.

Keempat, penelitian-penelitian didanai oleh negara dan diprioritaskan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Penelitian yang memperkuat industri pertahanan dan militer, kemandirian pangan, peningkatan kualitas kesehatan masyarakat, penataan infrakstuktur, kelangsungan pemenuhan energi.

Kelima, menciptakan lingkungan kondusif yang sejalan dengan visi pendidikan. Negara harus menutup akses atau peluang yang dapat menjamurnya kemaksiatan dan membawa pada kelalaian seperti indutri pornografi atau hiburan.

Inilah visi pendidikan yang menjangkau kesuksessan dunia akhirat sekaligus. Sistem pendidikan semacam ini hanya bisa terealisasi di bawah kepemimpinan yang mengelola negara dengan aturan yang bersumber dari Allah Subhana wa ta’ala. Dengan kata lain, peta jalan pendidikan yang meniadakan agama hanyalah kesia-siaan, tidak akan membawa perbaikan justru makin menjauhkan dari hakekat penciptaan manusia.

Nampaknya masyarakat masih harus bersabar di tahun ajaran baru. Negara belum mampu merancang visi yang membawa perubahan besar dan mendasar ke arah yang lebih baik.

Wallahua’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 2

Comment here