Opini

Benarkah Toleransi Menuntut Pembuktian yang Kebablasan?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Hasni Surahman (Aktivis Muslimah)

wacana-edukasi.com– Dari pusat hingga hingga daerah, isu toleransi terus terus dihembuskan dan selalu menghendaki sikap pembuktian dari para penjabat setempat. Memasuki awal tahun 2022 Kota Tual menyambut dengan peresmian ikon toleransi beragama dengan menggandeng
Murad Ismail, selaku Gubernur Maluku
untuk mendatangani tiga miniatur yakni Masjid, Gereja Katolik dan Protestan, yang dibangun di lapangan Lodar El, Kecamatan Dullah Selatan, Kota Tual, (AMBONKITA.COM, 02/01/2022).

Tiga miniatur mulai dibangun tahun 2019, pembangunan ini merupakan bentuk implentasi dari salah satu visi misi Walikota dan Wakil Walikota Tual guna menjadikan Kota Tual sebagai Kota Religius. Kota Tual pernah meraih predikat sebagai Kota Toleransi Umat Beragama ke-5 di Indonesia dari Setara Institute. Selain dalih visi-misi Kota Tual yang dipakai dalam pembangunan tiga miniatur tersebut.

Wali Kota Tual mengatakan bahwa simbol persaudaraan kehidupan di Kei dapat terilihat dengan dibangunnya tiga miniatur tersebut yang sebagai kebanggaan persaudaraan antar golongan agama di tanah Kei. Hal senada juga diungkapkan oleh Gubernur Maluku, bahwa peresmian ini merupakan momentum strategis guna mewujudkan rasa persaudaraan, kebersamaan, sekaligus menjadi teladan bagi pembangunan peradaban bangsa. Ada hal menarik dari beberapa poin yang diungkapkan oleh gubernur Maluku dalam prosesi peresmian tersebut di antaranya:

Pertama, Mengajak umat beragama untuk tampil di garda terdepan dalam mewujudkan toleransi umat beragama dengan bersandar pada akar budaya Maluku yaitu semangat Siwalima dan Falsafah Hidup Orang Basudara, sebagaimana tercermin dalam kecerdasan lokal budaya (Pela Gandong, Larvul Ngabal, Aini Ain, Ikapela).

Kedua, Tuhan telah menciptakan manusia beragam etnis, suku, agama, golongan, pendidikan, sosial, budaya dan sebagainya. Semuanya memberikan gambaran, bila keragaman adalah bagian penting dalam kehidupan.

Ketiga, Contoh tentang saling menghormati dalam keberagaman. Landasan pluralisme (keragaman) dan solidaritas antar umat beragama, akan terbangun dengan baik dalam kehidupan.

Keempat, Keberadaan agama di tengah sangatlah penting. Hal ini dikarenakan agama dapat menjaga serta mengatur saling menghargai dan menghormati satu sama lain. Agama mampu menciptakan kerukunan dalam kultur masyarakat yang majemuk.

Kelima, Agama mengatur tentang gambaran kehidupan sosial yang ideal sesuai fitrah manusia. Agama memberikan contoh konkrit mengenai kisah-kisah kehidupan sosio kultural pada masa silam yang dapat dijadikan contoh bagi kehidupan bermasyarakat.

Keenam, Agama-agama di Maluku harus mampuh memainkan peran penting sebagai sumber inspirasi pembangunan perdamaian kesejahteraan dan kemakmuran untuk sesama.

Ada Apa di balik Toleransi?

Toleransi menurut KBBI adalah sikap menghargai, pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan, yang berbeda. Namun makna toleransi acap kali disalah tafsirkan sebagai ritual pencampur adukan nilai- nilai agama. Keberagaman (pluralis), sudah menjadi sunatullah dalam hidup dan kehidupan ini berbagai kepercayaan, suku bangsa, daerah, bahasa yang tersebar di negeri ini.

Boleh mengakui pluralis, namun tidak dengan pluralisme, sebab paham pluralisme membuka ruang bagi siapapun untuk menerima sikap toleran terhadap perbedaan, golongan, agama, kebudayaan, dan pandangan hidup yang berbeda dalam tatanan masyarakat. Pluralisme mengiyakan sikap toleransi yang keliru, yang berujung pada praktik mencampuradukan semua keyakinan, dan kepercayaaan agama terntentu (moderasi beragama), yang dibalut atas nama toleransi. Moderasi beragama berarti boleh menanggap semua agama sama, tidak fanatik, ekstrim, radikal dalam beragama sehingga boleh ikut serta menerima nilai dan praktik dari agama tertentu. Padahal setiap agama punya pandangan yang berbeda dalam mengatur hidup setiap penganutnya.

Dalih toleransi tidak bisa dipakai untuk pembangunan apa pun itu termasuk tiga miniatur tersebut sebab ada bentuk penyamarataan, pencampuradukan berbagai keyakinan, yang jelas dilarang keras oleh Allah Swt pencipta alam semesta ini.

وَلَا تَلۡبِسُواْ ٱلۡحَقَّ بِٱلۡبَـٰطِلِ وَتَكۡتُمُواْ ٱلۡحَقَّ وَأَنتُمۡ تَعۡلَمُونَ

“Janganlah kalian campuradukkan antara kebenaran dan kebatilan, dan kalian sembunyikan yang benar padahal kamu mengetahuinya”. (Q.S. Al-Baqarah [2]: 42).

Imam Al-Baidhawi dalam Kitab Anwarut Tanzil wa Asrarut Ta’wil mengatakan, kata تَلْبِسُواْ “talbisū” dari ayat diatas adalah tindakan membuat sesuatu menjadi mirip dengan yang lain.

Ibnu Katsir menyebutkan makna alternatif atas akhir Surat Al-Baqarah ayat 42. “Padahal kalian menyadari” mudharat besar bagi manusia atas tindakan penyesatan mereka dari petunjuk, sebuah tindakan yang dapat mengantarkan mereka ke neraka hingga mereka menempuh jalan sesat yang kalian nyatakan yang telah bercampur baur dengan kebenaran.

Tafsir Surat Al-Baqarah ayat 42, sangat relevan dengan segala aktivitas yang dicampuradukan dalam proses peresmian tiga miniatur, terdapat tarian kolosal yang penarinya berasal dari pemeluk agama (Islam, Katolik, dan Prostestan), yang menyugguhkan atraksi kolaborasi adzan, shalawat, dan lagu rohani. Naudzubillah, praktik tersebut bukan memperlihatkan kerukunan beragama melainkan bentuk pelecahan terhadap agama (Islam). Kumandang Adzan yang harusnya digunakan untuk memanggil insan-insan untuk bersegera menjalankan sholat, begitupun shalawat pada baginda Rasulullah saw, dipertontonkan, dan disandingkan dengan seruan-seruan agama lain, bagaikan tidak punya nilai.

Inikah toleransi? Haruskah toleransi dibuktikan dengan tindakan yang kebablasan?

Perbedaan keyakinan bukan berarti tidak mengakui adanya keberagamaan keyakinan, hidup rukun dan saling menghargai tanpa mencampuradukkan keyakinan masing-masing. Sebab agama hadir sebagai kompas dalam menjalani hidup ini. Dalam perkara akidah, ada batasan yang tidak bisa dikompromikan dan Islam sangat menjaga itu.Toleransi dalam Islam (menghargai keyakinan agama lain tanpa mencampuradukkan), sebagaimana tertuang dalam surat Al Kafirun ([109] :6).
لَكُمْ دِيْنُكُمْ وَلِيَ دِيْنِ
“Untukmu agamamu, dan untukku agamaku.”

Khatimah

Setiap perbuatan yang dilakukan apapun itu sejatinya kita akan diminta pertanggungjawaban olehnya, jangan sampai atas nama toleransi kita malah menggadaikan akidah kita untuk dunia yang sementara ini.

“Dan tiap kamu adalah pemimpin, dan akan dimintai pertanggungjawaban atas kepemimpinannya” (HR Bukhari dan Muslim).

Wallaahu a’lam bishshawwab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 8

Comment here