Oleh : Fathin Kusumardani
wacana-edukasi.com – Bencana alam tidak henti-hentinya menimpa negeri tercinta ini. Mulai dari tanah longsor, tsunami, kebakaran, gunung meletus, banjir bandang dan gempa bumi. Dan bencana ini merusak pemukiman penduduk, sawah, ladang, dan juga infrastruktur, serta menelan banyak korban jiwa.
Menurut data yang diambil dari Kompas.com, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat ada 763 bencana yang terjadi sepanjang 1 Januari hingga 9 Maret 2021. Data ini mencakup jumlah kejadian, peta sebaran, dampak bencana, dan kerusakan yang ditimbulkan dari bencana yang terjadi di seluruh Indonesia.
BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) mencatat, sepanjang 2021, bencana alam berupa banjir terjadi sebanyak 337 kejadian, puting beliung 186 kejadian, dan tanah longsor 144 kejadian. Kemudian, disusul karhutla sebanyak 70 kejadian, gempa bumi 13 kejadian, gelombang pasang dan abrasi 12 kejadian, dan kekeringan sebanyak 1 kejadian. Tidak hanya berdampak pada kerusakan bangunan dan harta benda, tetapi bencana alam di sepanjang tahun 2021 juga menelan korban jiwa. Ini rinciannya: Korban meninggal dunia 272 orang, Korban hilang 12 orang, Korban luka-luka sebanyak 12.412 orang, Korban mengungsi 3.814.586 orang (Kompas.com. 10/3/2021).
Bencana alam yang terus datang menghampiri, seakan tidak membuat para penguasa tergerak hatinya untuk cepat dan sigap dalam mengatasi problem yang dialami masyarakat yang terdampak. Penguasa hanya diam tanpa berkata, sekali terucap kata dari mulutnya hanya amarah yang terluapkan, sampai menyalahkan alam, misal karena curah hujan yang tinggi. Seakan tidak ada perasaan bersalah menyalahkan alam tanpa mau untuk berbenah diri apakah kebijakan yang selama ini dibuatnya berdampak buruk atau tidak terhadap masyarakat dan alam sekitarnya.
Di dalam kasus bencana alam yang sering terjadi, ada faktor di luar qadha’ Allah SWT yaitu adanya sifat lalai dan abai dari para pengusa. Sifat lalai dan abai dimiliki penguasa ini lah yang juga bisa mengakibatkan korban jiwa semakin bertambah banyak adalah pemerintah yang tak segera melakukan upaya tanggap darurat. Lambat dalam menangani kebutuhan korban jiwa. Misalnya kurangnya air bersih, pasokan makanan, pakaian, listrik, transportasi dan lain-lain.
Karena sifat keegoisan para penguasa lah yang menjadikan penderitaan masyarakat semakin bertambah, saat mereka kesulitan mengakses air bersih, makanan, pakaian, listrik dan transportasi yang juga tak segera dicarikan solusinya oleh penguasa.
Dalam semua bencana, ada dua hal yang mesti direnungkan. Pertama, penyebabnya. Kedua, penanganan dan pengelolaan dampak bencana, termasuk rehabilitasi.
Terkait penyebab bencana, Allah SWT menyatakan bahwa musibah, termasuk bencana alam, memang terjadi sesuai dengan kehendak dan ketentuan-Nya sebagai qadha’-Nya. Allah SWT berfirman:
“Katakanlah (Muhammad), Tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan Allah bagi kami. Dialah pelindung kami, dan hanya kepada Allah bertawakallah orang-orang yang beriman.” (QS. At-Taubah 9: Ayat 51).
Namun demikian, Allah SWT juga mengingatkan bahwa banyak musibah dan bencana alam yang terjadi juga melibatkan peran manusia. Allah SWT berfirman: “Dan musibah apa pun yang menimpa kamu adalah karena perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura 42: Ayat 30).
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin berkata dalam khutbahnya yang berjudul Atsaril Ma’ashi:
“Sesungguhnya kebanyakan manusia sekarang menganggap bahwa musibah yang menimpa mereka baik dalam bidang perekonomian, keamanan, atau politik disebabkan karena faktor-faktor dunia semata”. Tidak ragu lagi bahwa semua ini merupakan kedangkalan pemahaman mereka dan lemahnya iman mereka serta kelalaian mereka dari merenungi al-Qur‘an dan sunnah Nabi SAW.
Sesungguhnya di balik setiap bencana alam terdapat faktor penyebab syar’i yang lebih besar dari pada faktor-faktor alam. Allah SWT berfirman: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS ar-Rum [30]: 41).
Sejatinya penyebab dari bencana alam tidak lain tidak bukan merupakan ulah dari tangan manusia itu sendiri, terlalu banyak berbuat dosa. Upaya untuk mengakhiri semua bencana yaitu dengan bersegera bertobat kepada Allah SWT. Tobat ini harus dilakukan oleh masing-masing individu dan seluruh segenap komponen bangsa. Khususnya para penguasa dan pejabat negara. Mereka harus segera bertobat dari dosa dan maksiat. Juga ragam kezaliman yang telah mereka lakukan. Kezaliman terbesar adalah saat manusia, terutama penguasa, tidak berhukum dengan hukum Allah SWT, Karena itu pula tobat terutama harus dibuktikan dengan kesediaan mereka untuk mengamalkan dan memberlakukan syariah-Nya secara kâffah dalam semua aspek kehidupan (pemerintahan, politik, hukum, ekonomi, pendidikan, sosial, dsb). Sebagaimana firman-Nya:
“Siapa saja yang tidak memerintah/berhukum dengan hukum yang telah Allah turunkan, mereka adalah para pelaku kezaliman”. (TQS al-Maidah [5]: 5).
Sebagai seorang muslim harus yakin bahwa di balik bencana alam yang terus menimpa negeri ini terdapat hikmah bagi kita semuanya, di antaranya agar semua orang bisa berintrospeksi dan berbenah diri, bertaubat bersimpuh di hadapan Allah SWT dan mau menerapkan hukum islam secara kaffah. Semua itu adalah bentuk ketakwaan terhadap Allah SWT agar bisa mendatangkan keberkahan dari langit dan bumi.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 19
Comment here