oleh : Ummu Faqih
wacana-edukasi.com, OPINI-– Lagi-lagi negeri ini sering dilanda bencana, mulai banjir, tanah longsor, gunung meletus, dll. Seperti yang diberitakan saat ini dampak banjir lahar dingin dan longsor yang menerjang 6 kabupaten dan kota di Sumatera Barat terus bertambah. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah korban meninggal dunia sebanyak 50 orang, 27 orang hilang, 37 orang luka-luka, serta 3.396 jiwa mengungsi, rincian korban meninggal dunia di antaranya Kota Padang Panjang 2 orang, Kabupaten Agam 20 orang, Kabupaten Tanah Datar 19 orang, Kota Padang 1 orang, serta Kabupaten Padang Pariaman 8 orang. ( detiknews 14/5/2024)
Secara geografis, Indonesia merupakan negara dengan banyak potensi bencana, diantaranya banjir dan tanah longsor, bencana alam terus terjadi harusnya menjadi peringatan keras bahwa ada salah tata kelola lingkungan dan alam yang dilakukan manusia. Sebab hujan diturunkan Allah SWT sebagai anugerah, bukan sebagai musibah dan bencana.
Kejadian bencana tersebut tentu berdampak besar bagi kehidupan masyarakat, ribuan orang harus hidup mengungsi, puluhan nyawa hilang, bangunan rusak, kerugian ekonomi dan sosial tidak terhitung besarnya.
Penyebab bencana
Mudah untuk memahami bahwa bencana banjir lahar dingin dan longsor bahkan bencana lainnya bersifat sistematis dan harus diberi solusi. Faktor cuaca ekstrem misalnya, ternyata terkait dengan perubahan iklim yang dipicu perilaku manusia yang kian niradab terhadap alam, termasuk akibat kebijakan pembangunan kapitalistik yang eksploitatif dan tidak memperhatikan aspek daya dukung lingkungan.
Curah hujan yang tinggi tidak akan menjadi masalah jika hutan-hutan tidak ditebangi, tanah resapan tidak dibetoni, daerah aliran sungai tidak mengalami abrasi. Eksploitasi lahan tambang, alih fungsi lahan, dan deforestasi faktanya memang kian tidak terkendali. Permukaan tanah makin turun akibat konsumsi air tanah untuk penunjang fasilitas hunian elit dan industrialisasi. Sungai volumenya makin menyempit akibat melimpahnya produksi sampah dan sedimentasi dampak hunian di bantaran kali.
Selama ini masyarakat selalu jadi pihak yang disudutkan. Pengetahuan minimlah, tidak mau direlokasilah, tidak bisa diaturlah, dan sebagainya. Padahal semua menyangkut penguasa. Ketersediaan data dan informasi, minimnya pengetahuan masyarakat, ketersediaan teknologi dan alat, semuanya adalah tanggung jawab para penguasa. Masyarakat butuh dicerdaskan, juga butuh difasilitasi dan diberi jaminan kesejahteraan. Mereka hanya berpikir jika meninggalkan kampung halaman, mereka tinggal di mana dan hidup seperti apa? Penguasa hanya menuntut rakyat demikian, sedangkan solusi tidak ada. Jangan salahkan rakyat jika makin kesini mereka makin tidak percaya pada para penguasa.
Pembangunan dalam sistem ini yaitu sistem Kapitalisme, liberalisme akar persoalan yang ada, sebab dalam sistem ini yang bermodal bahkan memiliki kekayaan yang melimpah dapat melakukan berbagai cara untuk sampai tujuan yang diinginkan. Sudah tidak menghiraukan dampak yang terjadi di kehidupan manusia bahkan keseimbangan alam pun kiranya sudah diabaikan.
Solusi dalam sistem Islam
Dalam sistem Islam hutan sebagai milik umum, negara lah yang mempunyai kewajiban mengelola dan menjaga kelestariannya sehingga membawa manfaat untuk umat.
Pembangunan infrastruktur publik dalam Islam berada di bawah tanggung jawab khalifah, menjadikan kemaslahatan masyarakat sebagai prioritas utama, tidak akan membebani keuangan negara karena di topang oleh sistem ekonomi Islam dengan APBN syariahnya. Memiliki sumber pendanaan dari beberapa pos, diantaranya, harta milik umum yang dikelola negara seperti barang tambang,dll. Harta zakat, sumber pemasukan temporalHart, seperti infak, wakaf dsb, harta negara kharaj, ganimah, jizyah dan harta negara lainya.
Negara membangun bendungan yang mampu menampung curahan air seperti, aliran sungai dan sebagainya. Dalam pemetaan kawasan negara perlu memetakan daerah rendah yang rawan terkena genangan atau banjir dan membuat kebijakan melarang masyarakat membuat pemukiman di wilayah tersebut. Menetapkan sanksi berat bagi yang merusak lingkungan hidup, seperti cagar alam yang harus dilindungi.
Kemudian negara membangun kanal-kanal baru dan resapan agar air yang mengalir di daerah tersebut bisa dialirkan atau diserap oleh tanah secara optimal. Dengan cara ini daerah dataran rendah akan terhindar dari genangan atau banjir, untuk daerah pemukiman yang awalnya aman dari banjir dan genangan, namun karena sebab tertentu sehingga terkena genangan atau banjir, maka semaksimal mungkin ditangani. Jika tidak mungkin ditangani, maka rakyat dievakuasi dan dipindahkan ke daerah lain dengan diberikan konpensasi. Selain itu, perlu pengerukan lumpur-lumpur di sungai atau daerah aliran air agar tidak terjadi pendangkalan, dan melakukan penjagaan yang ketat bagi kebersihan sungai, danau dan kanal dengan cara memberikan sanksi bagi siapa saja yang mengotorinya.
Negara membangun sumur-sumur resapan di kawasan tertentu, sumur ini selain untuk resapan juga sebagai tandon air yang sewaktu waktu bisa digunakan terutama pada musim kemarau atau paceklik air, negara juga membuat master plan agar pembukaan pemukiman atau kawasan baru harus menyertakan variabel-variabel drainase, penyediaan daerah resapan air, penggunaan tanah berdasarkan karakteristik dan topografinya. Cara ini sangat epektif untuk menangani banjir.
Negara memberikan penanganan maksimal dari para korban bencana, bukan dengan sikap pembiaran yang sudah seharusnya menjadi tanggung jawab negara.
Karena itu, selama negeri ini menerapkan sistem kapitalis, maka bencana banjir lahar dingin dan longsor terus berulang. Saatnya negeri ini menerapkan Islam kafah yang akan menyelamatkan rakyatnya dunia akhirat, insya Allah.
Wallahualam bishawab.
Views: 8
Comment here