Opini

Bencana Berulang, Akibat Kebijakan Pembangunan Kapitalisme

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Mahrita Nazaria, S.Pd
(Praktisi Pendidikan dan Aktivis Dakwah Muslimah Muda)

wacana-edukasi.com, OPINI-– Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat terjadi 4.940 bencana sepanjang 2023. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2022.

“Indonesia merupakan satu negara dari 35 negara di dunia yang potensi risiko bencananya paling tinggi, sehingga dikatakan kalau tadi di 2022, 3 ribu begitu ya memang ribuan terus, di 2023 BNPB mencatat lebih tinggi lagi 4.940 kali bencana,” kata Kepala BNPB Letjen Suharyanto.

Suharyanto menjelaskan kejadian bencana alam didominasi oleh kebakaran hutan dan lahan (karhutla), banjir serta cuaca ekstrem. Ia merinci ada 1.802 karhutla, 1.170 bencana banjir, 1.155 cuaca ekstrem, 579 tanah longsor, 168 kekeringan, 31 gelombang pasang dan abrasi, 31 gempa bumi, dan 4 erupsi gunung berapi.

Salah satunya, bencana alam Banjir yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau mencatat sedikitnya 6.000 orang dari sejumlah daerah di provinsi tersebut mengungsi akibat rumah, lahan dan tempat usaha mereka terdampak banjir sejak beberapa pekan terakhir ini. (cnnindonesia.com)

Kondisi lain, banjir juga merendam ribuan rumah warga Kampung Bojongasih, Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, pada Minggu (14/1/2024) pagi perlahan mulai surut. Banjir diakibatkan Sungai Citarum dan jebolnya tanggul anak Sungai Cikapundung. Meski demikian, masih ada ribuan rumah warga di 7 RW dari total 14 RW di Desa Dayeuhkolot yang masih terendam. Ketinggian air yang masih 70 sentimeter itu, membuat aktivitas warga terganggu.

Kemudian ditempat berbeda, hujan deras yang turun pada Kamis (11/1/2024) sore menyebabkan lima rukun tetangga (RT) dan enam ruas jalan di DKI Jakarta terendam banjir. (beritasatu.com)

Bencana banjir yang terjadi awal 2024 ini merupakan kejadian berulang. Lagi-lagi banjir setiap musim hujan datang. Bahkan, ada wilayah-wilayah tertentu yang mendapatkan julukan “langganan banjir” karena tiap tahun selalu mengalami banjir.

Berulangnya bencana banjir yang melanda tanah air erat kaitannya dengan pembangunan wilayah yang tidak direncanakan secara komprehensif dan mendalam. Direktur Walhi Riau Riko Kurniawan mengatakan, banjir tahunan terjadi karena rusaknya kawasan tangkap air di sekitar sungai. Untuk itu, pemerintah diminta tegas menindak perusak lingkungan. Banjir yang terjadi di sejumlah kabupaten di Riau, kata Riko, merupakan imbas rusaknya kawasan tangkapan air. Hutan alam yang dulu hijau di bantaran sungai dan bagian hulu sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit serta permukiman penduduk. (detik.com)

Bencana alam yang terjadi dalam beberapa waktu kemarin di wilayah Bandung Raya pun turut dipicu oleh alih fungsi lahan di wilayah Kawasan Bandung Utara (KBU). Wilayah yang seharusnya menjadi sumber resapan kini semakin habis karena alih fungsi lahan. (idntimes.com)

Titik banjir Jakarta. Air datang dari luapan Kali Krukut, terus naik dan tidak berhenti hingga setinggi leher orang dewasa. Adnan Nabil, 22 tahun, adalah warga setempat lainnya. Dia tinggal di rumah yang posisinya tepat di bibir Kali Krukut. Menurutnya, banjir mudah dan cepat terjadi karena pengerukan di lokasi itu lebih mengandalkan swadaya warga. Adapun warga lainnya, Hasanah, 62 tahun, mengungkap kalau lokasi itu dulunya adalah persawahan. Dia membenarkan banjir dari luapan Kali Krukut rutin datang setelah area sawah tak bersisa lagi berganti bangunan. (metro.tempo.co)

Berbagai pembangunan tersebut dilakukan tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan. Demi mengejar cuan, pembangunan dilakukan secara serampangan. Inilah model pembangunan ala kapitalisme yang hanya mengutamakan keuntungan dan abai atas dampak terhadap lingkungan dan tata kota secara keseluruhan. Akibatnya, rakyat yang menjadi korban. Terjadi korban jiwa, rumah warga terendam, penduduk harus mengungsi. Setelah banjir, marak terjadi diare.

Inilah fasad akibat pembangunan kapitalistik yang mengabaikan aturan Islam dan hanya memperturutkan hawa nafsu manusia untuk memperoleh keuntungan materi sebanyak-banyaknya.

Fasad ini telah Allah Swt. peringatkan dalam Al-Qur’an, “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS Ar-Rum: 41).

Sungguh jauh berbeda dengan pembangunan di dalam Islam. Aspek keuntungan materi tidak menjadi tujuan satu-satunya dalam paradigma pembangunan Islam. Acuan dalam kebijakan pembangunan adalah kesesuaian dengan syariat Islam dan terwujudnya kemaslahatan rakyat.

Paradigma pembangunan dalam Islam akan memperhatikan penjagaan terhadap lingkungan sehingga alam tetap harmonis. Meski sebuah rencana pembangunan seolah menguntungkan, seperti pembangunan kawasan industri, permukiman, atau kawasan wisata, jika ternyata merusak alam dan merugikan masyarakat, akan dilarang.

Pembangunan dalam sistem Islam dilaksanakan untuk kepentingan umat dan memudahkan kehidupan mereka. Ujung tombak pembangunan adalah penguasa. Oleh karenanya, penguasa sebagai pengurus (raa’in) rakyat harus menjalankan kebijakan pembangunan berdasarkan aturan Allah dan Rasul-Nya, bukan berdasarkan kemauan para investor.

Negara akan turun tangan langsung membuat cetak biru pembangunan sebuah wilayah sehingga pembangunan tidak semrawut dan tumpang tindih sebagaimana kondisi hari ini. Negara akan menentukan kawasan yang menjadi permukiman, perkantoran, kawasan industri, lahan pertanian, hutan, sungai, dan sebagainya. Daerah bantaran sungai tidak boleh dijadikan permukiman, adapun warga yang tinggal di sana akan diberi tempat tinggal yang layak di daerah yang memang aman dan cocok untuk permukiman.

Pembangunan fasilitas publik, seperti sekolah, rumah sakit, jalan, pasar, masjid, dll. akan diatur dengan memperhatikan lokasi permukiman sehingga warga mudah mengakses fasilitas publik. Adapun industri dan pertambangan akan dijauhkan dari permukiman sehingga tidak membahayakan warga.

Hasil hutan juga boleh saja dimanfaatkan, baik berupa kayu maupun tambang, tetapi laju pengambilan hasil hutan harus sesuai dengan hasil pengkajian para ahli sehingga tidak merusak alam. Cara penambangan juga harus memperhatikan analisis mengenai dampak lingkungan sehingga tidak menghasilkan kerusakan dan limbah yang mengganggu kesehatan rakyat.

Paradigma pembangunan Islam yang berdasarkan syariat dan berorientasi pada kemaslahatan rakyat ini telah diterapkan selama berabad-abad oleh sistem Islam. Tidak hanya tertata dengan baik hingga menghasilkan kenyamanan bagi warga, tata kotanya bahkan menjadi simbol peradaban Islam. Sebagian kota menjelma menjadi pusat politik dan pemerintahan, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan pusat studi agama.

Sistem Islam menerapkan konsep hima, yaitu kawasan yang dilindungi. Ada kawasan yang tidak dibolehkan untuk diambil hasilnya, apa pun itu, demi menjaga kelestarian lingkungan. Inilah hutan lindung dalam konteks hari ini. Dengan demikian, tidak hanya pesat, pembangunan dalam sistem Islam juga memperhatikan kelestarian lingkungan. Dengan demikian, terwujudlah keamanan bagi warga.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 37

Comment here