Oleh: Khodijah Ummu Hannan
wacana-edukasi.com, OPINI– Inalillahi wa inna ilaihi rojiun. musibah silih berganti menimpa negeri ini. Korban jiwa dan kerugian material sudahlah pasti. Seperti banjir bandang dan lahar di Sumbar, sampai selasa 14 Mei korban jiwa mencapai 58 orang. Tim penolong juga masih melakukan pencarian terhadap 35 orang yang dilaporkan hilang.
Bencana ini pun mengakibatkan 193 rumah rusak di Kabupaten Agam. Sebanyak 84 rumah rusak berat dan ringan di Kabupaten Tanah Datar. Selain itu, meluluhlantakkan fasilitas umum, seperti jembatan, jalan hingga rumah ibadah yang diikuti oleh kerusakan lingkungan lainnya.
Banjir bandang dan lahar berulang terjadi selama enam bulan terakhir, di sekitar wilayah Gunung Merapi Sumbar. Yaitu pada 5 Desember 2023, dua hari pasca erupsi Gunung Merapi dengan menewaskan 24 orang, yang melanda sebagian wilayah Tanah Datar. 23 Februari 2024 banjir bandang menghantam Nagari Barulak, Kabupaten Tanah Datar. Banjir ini menghancurkan 27 rumah, 2 mushala, 5 jembatan dan puluhan hektar lahan pertanian.
Pada 5 April 2024, 2 hari setelah erupsi, Gunung Merapi kembali memuntahkan lahar dingin dan melontarkan abu vulkanis setinggi 1,5 meter. Akibatnya 61 rumah, 38 tempat usaha, 16,5 hektar sawah di Kab Agam rusak. Jalan yang menghubungkan Padang-Bukittinggi di Kabupaten Tanah Datar sempat tidak di bisa fungsikan karena jalan tertutup oleh air dan material lainnya. Sejak 3 Mei 2024, banjir juga melanda Desa Sambandate, Kecamatan Oheo, Kabupaten Konawe Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Luapan banjir sungai Lalindu yang mencapai ketinggian 2 meter, mengakibatkan jalan Trans Sulawesi lumpuh total.
(bbcindonesia.com, 12 Mei 2024).
Ulah Tangan Jahil
Berbagai bencana dan musibah menimpa berbagai daerah. Kita harus menerima dengan sabar dan ikhlas. Sebab ini adalah bagian dari qadha Allah SWT.
Namun, bukan berarti kita tetap diam dan pasrah. Sebab apabila kita lihat semua bencana yang menimpa tidak murni hanya karena peristiwa alam. Akan tetapi banyak karena tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab.
Sebagaimana diungkapkan oleh Wengki Purwanto, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatra Barat. Berulangnya bencana terjadi di Sumbar merupakan bencana ekologis yang terjadi karena salah sistem pengurusan alam. Juga akibat dari ekploitasi sumber daya alam yang berlebihan, serta pembangunan yang tidak berbasis mitigasi bencana. Seperti pembalakan dan pembukaan lahan perkebunan kelapa sawit di dalam dan sekitar Taman Nasional Kerinci Seblat. Serta penambangan emas di kawasan penyangga TNKS. “Kegiatan ini terus berulang tahun ke tahun, akibatnya bencana pun terus berulang”. Tutur Wengki. (KompasTV, 15/05/2024)
Berdasarkan pantauan dan analisis citra satelit periode Agustus-Oktober 2023, menemukan indikasi pembukaan lahan untuk penebangan liar seluas 50 hektar di Negeri Padang Air Dingin dan 16 hektar di Nagari Sindang Lunang. Menurut pemantauan Auriga Nusantara bersama LSM lingkungan, semisal Walhi, Greenpeace menunjukkan tutupan sawit dalam kawasan hutan di bentang alam Seblat meningkat dari 2.657 hektare menjadi 9.884 hektare di periode 2000-2020.
Masih menurut Wengki sekarang banyak berdiri pembangunan ilegal di lembah Anai tanpa memperhatikan tata kelola. Bahkan dijadikan objek wisata. Sedangkan Lembah Anai sendiri merupakan kawasan hutan lindung dan cagar alam, yang rentan bencana baik longsor maupun banjir.
Meskipun tindakan hukum sudah ditegakkan kepada para pelaku penebangan liar, namun belum mampu menyelesaikan kemelut yang ada.
Akibat Penerapan Sistem Kapitalisme
Bencana datang berulang yang berujung dengan datangnya beragam persoalan. Itulah karakteristik akibat dari penerapan sistem kapitalisme. Sistem yang menjadikan manfaat sebagai tujuan mereka. Sehingga tidak heran, untuk mendapatkan keuntungan yang besar mereka menggunakan cara apa saja tanpa memandang halal haram. Merugikan orang lain ataukah tidak.
Dengan kekuatan uang dan kekuasaan mereka seenaknya membabat hutan untuk dimiliki oleh perorangan/swasta. Hutan dialihfungsikan sebagai perkebunan atau bangunan tanpa memerhatikan tata kelolanya. Dengan disokong oleh mudahnya mendapatkan perizinan kepada mereka.
Hal ini diperparah dengan minimnya mitigasi. Sehingga kurang optimal dalam memberikan payung perlindungan bagi rakyat.
Rakyat kembali yang harus menelan pil pahit dari kepongahan manusia tamak yang hanya memikirkan keuntungan. Bencana alam bertubi-tubi menimpa masyarakat.
Islam Rahmat bagi seluruh alam
Allah swt berfirman dalam surat Ar-Rum:41.
“Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia. Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). ”
Dari ayat di atas kita harus merenungi kesalahan apa yang telah diperbuat oleh tangan ini sehingga bencana terus berulang. Kemudian segera bertaubat atas dosa yang telah dilakukan.
Dalam pandangan Islam, umat berserikat dalam tiga hal yaitu air, api dan padang rumput. Maka, melihat faka di atas, ada peralihan kepemilikan. Hutan lindung yang seharusnya dikelola oleh negara sepenuhnya, saat ini malah banyak dimilik dan dikelola oleh individu/swasta. Maka, tidak mengherankan ketika kerusakan terjadi.
Untuk mencegah dan menghindari bencana dan kerusakan berulang, Islam memiliki mekanisme khas untuk menanggulangi itu semua. Islam mengatur tentang kepemilikan. Haram hukumnya hutan dimiliki oleh perorangan/swasta. Kalaupun saat ini ada yang dimiliki oleh perorangan, maka negara Islam akan mengambilnya kembali. Negara langsung mengelolanya yang hasilnya untuk kesejahteraan umat.
Selain itu Islam akan mengeluarkan mitigasi yang komprehensif untuk mengatur itu semua. Negara akan menindak tegas para pelaku perusakan lingkungan. Sehingga para penjahat akan berpikir ulang ketika akan melakukan pengrusakan.
Islam juga akan melakukan tata kelola dengan baik. Serta mengembalikan fungsi lahan pada semestinya. Tidak akan hanya mengejar keuntungan namun mengorbankan rakyatnya sendiri.
Dengan demikian bencana yang disebabkan oleh tangan manusia akan terhindarkan. Namun itu semua menjadi hal yang mustahil ketika masih menerapkan sistem kapitalisme. Maka mari segera bertaubat dan kembali kepada hukum Allah SWT. Hukum yang akan memberikan Rahmat bagi seluruh alam.
Wallahu A’lam bisshawab.
Views: 9
Comment here