Oleh Bunda Dee
Member Akademi Menulis Kreatif
wacana-edukasi.com– Saat ini pemerintah sedang gencar memperkuat komitmennya dalam rangka mewujudkan ekonomi umat. Berbagai program sudah disiapkan baik berupa pendanaan maupun pendampingan bagi pelaku usaha. Dari sekian banyak program yang disiapkan, salah satunya adalah program digitalisasi pertanian yang bertujuan agar dapat menyejahterakan para petani daerah melalui program Kopontren atau Koperasi Pondok Pesantren sebagai pemberdayaan masyarakat.
Dilansir pasjabar.com, Selasa 22 Maret 2022. Wakil Presiden Ma’ruf Amin membahas program ini dalam kunjungannya ke Pondok Pesantren Al Ittifaq, Rancabali, Kabupaten Bandung. Ma’ruf mengatakan bahwa pondok pesantren ini akan menjadi percontohan dalam mengembangkan pertanian melalui digitalisai pertanian dalam mendukung rantai ekosistem halal berbasis kopontren. Yaitu dengan melakukan Integrated Farming with Technology and Information (Infratani), packing house, dan flatform virtual market alifmart sebagai upaya mendorong ketahanan pangan berbasis kemandirian ekonomi Pondok Pesantren. Menurutnya saat ini pesantren tidak hanya menjadi pusat pendidikan agama namun juga sebagai pusat pemberdayaan ekonomi masyarakat. Disaat yang sama Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengatakan bahwa Ponpes Al Ittifaq juga menjadi pionir dalam program One Pesantren One Produk (OPOP), selama 3 tahun berjalan sudah ada 3000 pesantren di Jabar yang memiliki bisnis sendiri. Bahkan 17 persennya berbasis digital.
Pemerintah juga berharap melalui program di atas dapat menyejahterakan para petani sekitar. Ponpres Al Ittifaq sudah berbasis teknologi tinggi dan berkualitas. Dengan mengadopsi teknologi dari Belanda dan Jepang, produk yang dihasilkan mampu bersaing dan sudah diakui di pasar Internasional. Diharapkan model seperti ini akan dikembangkan pada seluruh ponpes di Indonesia. Melalui Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkopukm), pemerintah akan membantu pesantren-pesantren lainnya. Ada 39 pesantren di wilayah Sumatera dan Jawa yang akan mengadopsi digitalisasi pertanian.
Bila dilihat sepintas program digitalisasi pertanian di pondok pesantren akan membawa kemaslahatan bagi pondok itu sendiri maupun bagi lingkungan sekitarnya. Namun demikian banyak kalangan yang menganggap ada kebahayaan dalam program itu bagi kelangsungan pesantren sebagai pusat pendidikan dan dakwah. Ketika program ini berjalan sukses para santri akan disibukkan dengan aktivitas yang tujuannya menghasilkan materi. Lantas bagaimana dengan ilmu agama dan dakwah yang seharusnya menjadi dasar aktivitas pesantren?
Tampak jelas telah terjadi pergeseran fungsi pesantren. Mengapa pesantren dijadikan tumpuan solusi, yang seharusnya hal itu merupakan peran dan tugas negara? Semua itu menunjukkan bahwa negara terus mencari cara untuk berlepas tangan dari tanggung jawab menyelesaikan krisis ketahanan pangan di negeri ini, sampai-sampai harus menjadikan pesantren sebagai wasilah untuk menyolusikannya.
Krisis ketahanan pangan dan berbagai permasalahan lainnya di negeri ini sebetulnya merupakan dampak dari kesalahan pengaturan umat. Kemiskinan yang menjadi persoalan utama bangsa dikarenakan terkuasainya sumber daya alam oleh korporasi sehingga rakyat tidak bisa menikmati kekayaannya sendiri. Diperparah lagi dengan kuatnya cengkraman asing dan kiprah negara yang senantiasa mengakomodir kepentingan mereka. Kita dapat lihat dari kebijakan-kebijakan yang lahir, nyaris semua menguntungkan korporasi dan merugikan rakyat. Kesejahteraan semakin menjauh dari rakyat karena harta hanya dikuasai segelintir orang. Inilah sistem ekonomi kapitalisme yang membebaskan kepemilikan dan menjadikan harga sebagai pengendali distribusi. Hanya mereka yang memiliki uang saja yang mampu mengakses semua kebutuhan. Siapa yang kuat dialah yang menang.
Pemberdayaan ekonomi sejatinya adalah upaya menutupi persoalan yang diciptakan sistem kapitalisme. Kemudian penguasa memanfaatkan komunitas dalam masyarakat untuk menyelesaikannya. Dalam hal ini pesantren dianggap komunitas yang tepat menjalankan misi tersebut. Dengan karakter santrinya yang berahlak mulia dan etos kerja ikhlas, dipandang mampu dan berpotensi bagi kelangsungan ekonomi umat. Sungguh miris melihat potensi santri yang luar biasa hanya dijadikan faktor produksi yang dimanfaatkan para pelaku sistem kapitalisme.
Sebetulnya kemandirian ekonomi di pondok pesantren bukanlah hal yang keliru, tetapi ada yang harus dikritisi dalam hal ini yaitu mangkirnya penguasa dari tugas utamanya mengurusi umat. Jika pesantren dijadikan andalan dalam pergerakan ekonomi rakyat, tentu hal ini akan menggeser orientasi pesantren, mengerdilkan potensinya sebagai pencetak alim ulama yang siap menyiarkan Islam, menjadi pencetak uang demi kelangsungan ekonomi rakyat.
Tugas utama pondok pesantren adalah mencetak sumber daya manusia yang memiliki pemahaman agama yang kuat hingga melahirkan para alim ulama yang akan mendakwahkan Islam kepada umat. Tugas santri adalah memahamkan umat bagaimana caranya terbebas dari cengkraman ideologi kapitalis sekuler. Caranya hanya satu yaitu menjadikan Islam sebagai ideologi sekaligus pandangan hidup yang melandasi pola pikir dan pola sikap manusia sehingga lahirlah individu-individu yang memiliki karakter Islam. Lambat laun umat akan paham bahwa untuk terbebas dari berbagai krisis harus mengganti sistem yang diterapkan saat ini menjadi sistem khilafah yang telah terbukti mampu menciptakan kesejahteraan umat.
Bila kita telaah lebih dalam masalah pangan tak terlepas dari kebijakan negara di bidang ekonomi, seperti di bidang produksi bahan pangan, distribusinya, proteksi negara terkait impor, infrastruktur negara, dan lain-lain. Semuanya tercantum dalam sistem ekonomi Islam yang memiliki prinsip bahwa negara benar-benar memegang kendali, bukan diserahkan kepada swasta. Dalam hubungannya dengan kebijakan pangan, negara Islam menerapkan politik pertanian dengan kebijakan meningkatkan produksi pertanian melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pertanian.
Intensifikasi pertanian dilakukan dalam rangka penggunaan sarana produksi pertanian yang lebih baik dan membangun infrastruktur pertanian. Negara membantu petani secara langsung berupa modal, benih, peralatan, teknologi, dan sebagainya. Juga membantu secara tidak langsung dengan memberikan subsidi kepada petani. Sementara, ekstensifikasi pertanian dilakukan negara dengan menambah luasan lahan pertanian sesuai dengan konsep Islam. Menggunakan lahan sesuai kondisi dan peruntukannya, menghidupkan lahan mati atau membuka lahan baru untuk kemudian diberikan kepada rakyat yang mampu mengelolanya. Masalah krisis pangan akan bisa diminimalisir jika negara berhasil membentuk ketahanan pangan agar negara Islam bisa survive dan dapat melindungi rakyat, baik dalam kondisi damai atau keadaan perang.
Negara Islam sangat memperhatikan kebutuhan pangan (pokok) rakyatnya sesuai dengan ajaran Islam dan sabda Rasulullah saw., yang artinya “Imam (khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan dia bertanggung jawab terhadap rakyatnya.” (HR Ahmad, Bukhari). Keseluruhannya dilaksanakan atas sandaran Al-Qur’an dan Hadis.
Demikianlah, Sistem Islam tidak akan melibatkan lembaga pendidikan khususnya pesantren sebagai solusi dalam mengentaskan krisis ketahanan pangan dengan berbagai program apapun. Justru pemimpin Islam akan mendukung penuh peran pesantren sebagai lembaga pendidikan pencetak alim ulama yang akan menjaga umat dari berbagai penyimpangan.
Wallahua’lam bi shawab
Views: 14
Comment here