Opini

Berislam itu Kaffah, Jangan Setengah-Setengah

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Novianti

wacana-edukasi.com– Dalam acara Peringatan Hari Santri Nasional dan Peluncuran Logo Baru Masyarakat Ekonomi Syariah (MES), Jokowi menyatakan Indonesia harus menjadi pemain utama sektor ekonomi syariah dan industri halal. Keseriusan pemeritah terbukti, peringkat Indonesia sebagai pelaku MES naik dari peringkat ke 10 tahun 2018 menjadi peringkat ke 5 pada 2019. Di 2020 mencapai peringkat ke 4 di dunia. (kompas.com, 22/10/2021).

Indonesia berpeluang menjadi pemain besar ekonomi syariah mengingat penduduknya mayoritas muslim. Tahun 2025 diprediksi penduduk muslim dewasanya mencapai 184 juta. Penyediaan layanan syariah dan industri halal akan berkembang seiring dengan tuntutan masyarakat.

Pemerintah melakukan empat langkah sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2020 Tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah. Pertama, pengembangan industri produk halal. Kedua, pengembangan industri keuangan syariah. Ketiga, pengembangan dana sosial syariah. Terakhir, pengembangan dan perluasan kegiatan usaha syariah.

Terkait pengembangan industri produk halal, program sertifikasi halal menjadi andalan. Produk ekspor bersertifikasi halal diharapkan menjadikan produk Indonesia memiiliki nilai tambah. Nilai ekspor produk halal meningkat dan berkontribusi positif terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Fokus kedua adalah pengembangan Industri Keuangan Syariah. Menurut Ketua MES dan juga Menteri BUMN Erick Thohir, aset perbankan syariah pada 2020 tumbuh 22,71 persen year on year. Pencapaian ini jauh di atas bank konvensional yang hanya tumbuh 7,7 persen. Pendanaan syariah untuk mendukung industri halal. Sejak Februari 2021, tiga Bank Syariah yaitu Bank Syariah Mandiri, BRI Syariah, dan BNI Syariah, resmi dimerger menjadi Bank Syariah Indonesia.

Fokus ketiga perluasan dana sosial Syariah, mencakup zakat, infak, sedekah dan wakaf (ZISWAF). Pemerintah mendorong penguatan wakaf melalui Gerakan Nasional Wakaf untuk memperluas partisipasi masyarakat. Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) diluncurkan pada 25 Januari 2021.

Melalui gerakan ini, rasa kepedulian dan solidaritas sosial akan diperkuat untuk mengatasi kemiskinan dan ketimpangan sosial. GNWU diharapkan mendukung percepatan pembangunan nasional karena pemanfaatan wakaf tidak lagi terbatas untuk tujuan ibadah tetapi dikembangkan untuk tujuan sosial-ekonomi yang berdampak signifikan bagi masyarakat.

Terakhir, perluasan kegiatan usaha syariah melalui pengembangan usaha syariah skala mikro dan kecil agar menjadi bagian dari rantai nilai industri halal global untuk peningkatan ketahanan ekonomi umat. Beberapa programnya seperti pemberdayaan pesantren melalui program kemitraan, pelatihan dan pendampingan sertifikasi halal gratis, hingga pengembangan kawasan kuliner halal berbasis budaya.

Presiden juga berharap lebih banyak wirausahawan dari kalangan santri dan lulusan pondok pesantren. Kedudukan pesantren, madrasah, maupun pendidikan tinggi agama Islam sangat strategis untuk mencetak lulusan yang inovatif, berkewirausahaan, dan mampu bersaing di pasar kerja. Para santri dan pesatren diharapkan dapat memanfaatkan berbagai program pembiayaan seperti Membina Ekonomi Keluarga Sejahtera (Mekaar), kredit usaha rakyat (KUR), hingga Bank Wakaf Mikro. (Kompas.com, 22/10/2021)

*Ekonomi Syariah Buat Siapa?*
Menurut Mansur Efendi Dosen Fakultas Syariah IAIN Surakarta, perkembangan ekonomi syariah ini harus disyukuri karena konsep Islam tidak lagi sebatas wacana namun sudah pada tataran praktis-aplikatif. Ekonomi syariah bukan menara gading melainkan sudah berkembang sesuai persoalan aktual kontemporer.

Sekretaris Ditjen Bimas Islam Kementrian Agama, M Fuad Nasar menyampaikan kesadaran umat terkait ekonomi syariah terus bertumbuh seiring semakin banyaknya pilihan produk keuangan Islami. Ada koperasi syariah, bank syariah, bahkan hingga industri halal.

Dikutip dari Masterplan Ekonomi Syariah 2019-2024, The State of the Global Islamic Economy Report 2018/2019 melaporkan besaran pengeluaran makanan dan gaya hidup halal umat Islam di dunia mencapai USD 2.1 triliun pada 2017 dan diperkirakan akan terus tumbuh mencapai USD 3 triliun pada 2023.

Faktor utamanya akibat peningkatan jumlah penduduk Muslim di dunia yang pada 2017 mencapai 1.84 miliar orang. Jumlah ini akan terus meningkat dan mencapai 27.5 persen dari total populasi dunia pada 2030. Peningkatan populasi ini akan meningkatkan permintaan terhadap produk dan jasa halal secara signifikan.

Berbagai negara berlomba-lomba meraup ‘kue’ ekonomi syariah yang terus membesar seiring dengan pertumbuhan populasi Muslim dunia yang disertai peningkatan kesadaran halal. Tentunya, Indonesia tidak mau tertinggal dalam persaingan di kancah internasional tersebut.

Melihat latar belakang gagasan ekonomi bersyariah, nampaknya kental dengan aroma memanfaatkan kondisi untuk meraup keuntungan. Label syariah hanya kemasan yang di dalamnya masih jauh dari spirit untuk melakukan keataatan pada Allah. Ekonomi bersyariah merupakan konsep yang memandang umat Islam untuk kepentingan ekonomi.

Islam Bukan Menu Prasmanan
Konsep MES semakin menguatkan bahwa kebijakan-kebijakan negara ini seringkali atas asas manfaat. Meski disatu sisi menunjukkan kesadaran kehalallan dari produk yang dikonsumsi atau digunakan meningkat. Tetapi masih banyak aturann lain dari syariah Islam yang belum jadi perhatian pemerintah bahkan terkesan ditolak.

Syariah Islam hanya diambil jika menguntungkan, pada saat yang sama aturan-aturan lain ditolak dengan berbagai alasan Islam tidak sesuai zaman, bertentangan dengan hak asasi manusia, ada diskriminasi sehingga dipilihlah sistem dari idiologi lain seperti sekuler kapitalis atau sosialis.

Sistem buatan manusia inilah yang menimbulkan banyak persoalan sosial, moral dan kerusakan alam. Lantas umat Islam lagi-lagi dipaksa dilibatkan ibarat pemadam kebakaran yang harus memadamkan percikan api akibat kebijakan-kebijakan penguasa yang dzalim. Negara memanfaatkan ‘kebaikan’ umat dengan menggunakan aturan-aturan Islam yang menguntungkan.

Sebagai contoh disparitas kaya-miskin yang semakin lebar, kemiskinan secara struktural. Negara berupaya menggunakan dana masyarakat yang dikumpulkan melalui berbagai cara seperti zakat, infaq, shodaqoh dan wakaf.

Padahal, Islam adalah agama dengan seperangkat aturan yang mengatur seluruh kehidupan manusia. Islam tidak hanya bertumpu pada sektor keuangan atau ekonomi, melainkan juga meliputi sistem politik, pendidikan, kesehatan, sosial. Antara sistem saling berkaitan sehingga penerapannya tidak bisa secara parsial melainkan harus secara kaffah atau keseluruhan dan ini perintah Allah.

Konsep ekonomi bersyariah nya pun jangan setengah-setengah. Hapus riba, kembalikan ekonomi pada sektor ekonomi riil bukan di pasar saham, kembalikan kepemilikan negara dan rakyat yang dikuasai swasta, menggunakan mata uang berbasis emas dan perak. Dan semua itu memerlukan dukungan sistem politik yang sesuai syariah Islam.

Konsep MES melihat Islam sebagai menu prasmanan, yang suka diambil, yang tidak suka dibuang. Allah mengingatkan ,”“Sesungguhnya orang-orang yang kafir pada Allah dan rasul-rasul-Nya dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya dengan mengatakan, ‘Kami beriman kepada yang sebagian dan kami ingkar terhadap (sebagian yang lain),’ serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir). Merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan,” (QS. An-Nisa: 150-151).

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 31

Comment here