Oleh : Juwita Ummu Zhafiroh
Wacana-edukasi.com — “Lagi mi, bacakan yang ini lagi ya mi” pinta anakku Hussein sambil menyodorkan buku kisah Sa’ad bin Abi Waqqosh. Begitulah rutinitas di malam hari yang kami lakukan menjelang tidur yaitu berkisah dan membacakan buku untuk mereka. Alhamdulillah saat ini mereka sudah mulai tertarik dan terbiasa untuk rutin menyukai dan mencintai buku.
Semua berawal ketika sekolah mulai diliburkan dan anak mulai dirumahkan. Saya pun berpikir bagaimana supaya anak tetap efektif dalam kesehariannya meskipun hanya di rumah. Tak ingin anak hanya terpaku pada gadget dan bermain tanpa arah dan tujuan yang jelas. Saya mulai membeli berbagai macam buku-buku untuk anak, baik tentang sahabat, shahabiah maupun buku-buku komik ataupun cerita yang menambah keimanan kepada Allah.
Perlahan-lahan saya mulai lagi aktivitas berkisah itu, yang selama ini tidak rutin saya lakukan akibat kesibukan selama ini. Setiap hari saya terus mengajak kedua buah hati saya, Pia dan Hussein untuk fokus dengan cerita yang saya bacakan. Sebelum pandemi ini, Pia memang jarang diajak mendengarkan kisah, karena rutinitasnya fulldayschoollnya sebagai siswa kelas 4 SD dan pulang sudah sore hari, sedangkan Hussein yang lebih sering mendengarkan kisah karena masih di kelas 1 SD, jadi lebih lama di rumah.
Hari demi hari selama pandemi ini saya terus belajar bagaimana berkisah ini semakin menarik untuk didengar dan diikuti anak dengan mengikuti kelas bagaimana bisa berkisah secara asyik. Belajar meniru berbagai suara manusia maupun hewan yang tujuannya tak lain agar anak semakin cinta berkisah. Alhamdulillah karena aktivitas saya sebagai dokter yang menjalankan praktek mandiri di rumah, membuat saya mempunyai banyak waktu untuk membersamai kedua buah hati saya dan berkisah dengan mereka. Ya, memang itu keinginan saya dari dulu, praktek sambil mengasuh anak.
Bagi saya, tanpa buku dan berkisah tentu sulit untuk mengajarkan kepada anak. Jika hanya berupa kalimat perintah ataupun larangan yang disodorkan ke anak rasanya tidak efektif, karena anak masih suka terus mengulang kesalahan yang sama. Namun dengan berkisah, anak diajak berpikir sekaligus menanamkan maklumat tsabiqoh pada mereka.
Usaha yang dilakukan tentu harus diiringi dengan do’a. Alhamdulillah sekarang setiap hari tak terlewatkan dari berkisah, karena dengan berkisah dapat menanamkan nilai-nilai keislaman pada anak. Mengisahkan Sirah Nabawiyah dan akhlak mulia Rasulullah serta perjuangan para sahabat, shahabiyah dalam mendakwahkan islam mampu menarik anak untuk mencintai Rasulullah dan para sahabat dengan harapan anak dapat meniru semangat dan akhlak Rasul beserta para sahabatnya tersebut.
Dengan berkisah juga mengajak anak dapat lebih mengenal Rabbnya, siapa yang harus diteladaninya dan apa yang harus dilakukannya sebagai anak muslim. Harapan saya anak-anak sebelum masa tamyiz harus dikenalkan dan tuntas memahami Al uqdatul qubro, yaitu tiga pertanyaan mendasar sebagai seorang muslim. Darimana manusia berasal, untuk apa manusia hidup di dunia dan kemana nantinya manusia akan kembali.
Fakta saat ini begitu banyaknya generasi-generasi Islam yang rapuh jiwanya karena tak punya pemikiran dan kepribadian Islam. Semua itu tak lepas dari sekulerisme yang telah tertanam dalam pemikiran orang-orang muslim saat ini sehingga tidak memahami bagaimana mendidik anak dalam Islam sehingga tercipta generasi-generasi muslim yang cemerlang yang pernah bersinar di masanya dulu.
Setiap muslim harus memahami bahwa anak adalah amanah dari Allah dan ladang dakwah utama bagi orangtuanya. Do’a anak yang Sholeh yang diharapkan nanti ketika orangtua telah tiada. Semoga semua pengajaran dan pengasuhan orangtuanya, kelak menjadi amal jariyah yang tiada putusnya.
Views: 30
Comment here