Motivasi

Berkorban untuk Islam Takkan Membuatmu Rugi

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Sonia Padilah Riski

wacana-edukasi.com, MOTIVASI– Ada satu kejadian yang membuat diri ini berpikir,
“untuk apa aku melakukan itu jika tidak ada untungnya bagiku?”

Mungkin kalimat ini sudah terlalu sering berkelana dalam hidup kita. Pemikiran bahwa hidup itu hanya untuk diri sendiri, pemikiran bahwa kita adalah segalanya, pemikiran bahwa tidak ada yang berhak bahagia kecuali kita.

Kalimat itu sempat mendarahdaging dalam hidup cukup lama, hingga menjadikan tolak ukur perbuatannya dengan untung rugi.

Beberapa kali sempat terlintas, jika pemikiran seperti ini salah besar. Tetapi kembali lagi, bahwa manusia lebih besar dengan hawa nafsunya. Tidak memperdulikan mana yang benar mana yang salah. Jika kita memahami konsep seperti ini dalam kehidupan, tentu seumur hidup kita akan merugi. Karena Islam punya konsep yang begitu sempurna tentang berkorban untuk orang lain bahkan untuk agama kita, ISLAM.

Kenapa muncul Perbuatan Untung Rugi?

Jika kita selalu membaca dan memahami bahwa di zaman rasulullah saw dan para sahabat tidak akan menemukan bahwa perbuatan dilakukan dengan standar untung rugi. Contohnya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq ketika membebaskan budak yang sedang di siksa dengan tebusan yang tidak sedikit. Coba dipahami, apakah beliau membebaskan para budak dengan berpikir bahwa budak itu akan membantunya? Tidak, bahkan setelah pembebasan budak-budak itu langsung di merdekakan oleh Abu Bakar.

Kita tahu, di masa Rasulullah saw ketika sedang di kejar-kejar oleh kaum quraisy dan bersembunyi di gua Tsur selama beberapa hari bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq. Asma binti Abu Bakar mengantarkan perbekalan dalam kondisi hamil dan menaiki bukit yang curam. Apakah tindakan ini menguntungkan bagi dirinya? Tidak. Semua itu tidak menguntungkan jika di lihat dari sisi materi.

Tetapi, kenapa semua pemikiran mengenai standar untung rugi hadir ditengah kehidupan kita?
Penghalang itu karena adanya kapitalisme yang sudah menghunjam hingga akar kehidupan umat muslim saat ini. Kapitalisme dengan segenap prajuritnya yang merusak perbuatan bahkan pemikiran umat muslim. Tidak ada lagi perbuatan yang dilakukan dengan ikhlas. Semua butuh materi, jika tidak untung maka ya rugi.

Kapitalisme hadir bukan dalam ajaran Islam. Kapitalisme hadir dari pemikiran manusia yang serba terbatas. Hadir di kala semua kebebasan itu dibatasi. Hadir ketika manusia itu ingin berkuasa dengan standarnya sendiri. Jelas, ini bukanlah kebaikan. Karena kebaikan itu hanyalah datang dari Allah swt. Sedangkan kapitalisme hadir karena hawa nafsu manusia.

Maka tidak heran, jika perbuatan manusia disandarkan pada untung rugi. Hingga konsep ini mempengaruhi semua lini kehidupan masyarakat. Pendidikan orangtua kepada anak disandarkan pada untung rugi, melakukan kebaikan dengan untung rugi (baik itu untuk diri sendiri atau kepada orang lain). Bahkan jika kita ingin menolong orang lain pun, juga berpikir berkali-kali lipat “apakah ini menguntungkan dirinya atau tidak?”

Ketahuilah, bahwa tindakan seperti ini tidak akan mengantarkan kita pada Allah swt. Kita tidak lagi memikirkan bagaimana hubungan kita dengan orang lain jika disandarkan pada materi. Semua serba individualism. Sikap apatis yang mendarahdaging dalam diri maupun hidup kita.

Padahal di masa Rasulullah SAW, tidak ada satu sahabat bahkan nabi pun yang mencontohkan perbuatan itu disandarkan pada materi. Sebenarnya siapa yang kita contoh?

Pengaruh Untung Rugi Pada Islam

Sejak kecil, kita selalu dikenalkan dan diajarkan bahwa jika ingin memberi kebaikan harus ada kebaikan yang datang kembali. Hal ini berpengaruh hingga dewasa. Hingga tak jarang, ketika kita mempelajari Islam pun hanya sebagian saja dengan meninggalkan sebagian yang lain. Artinya, kita hanya mengambil yang kita suka dan mudah.

Pengaruh kapitalisme itu masih ada saudariku. Ketika kita meluangkan waktu untuk Islam, berpikir kembali dengan otak kecil itu
“Apa manfaatnya untuk diriku?”
“Apa untungnya jika aku harus meluangkan waktuku untuk belajar Islam bahkan berdakwah?”
“Apa untungnya bagi keluargaku jika kuhabiskan waktuku hanya untuk belajar Islam?”

Pantaskah kita berpikiran seperti itu?

Padahal Rasulullah saw memikirkan nasib umat hingga akhir hayatnya. Padahal sahabat menunda pemakaman Rasulullah saw untuk menunjuk siapa pemimpin berikutnya, agar Islam tak berhenti, agar umat Islam tidak kocar-kacir sepeninggal Rasulullah saw. Agar Islam tetap ada ditengah-tengah umat, hingga kita rasakan saat ini. Semua itu karena ada pengorbanan para sahabat. Karena Rasulullah saw dan para sahabat lah kita bisa merasakan manisnya Islam.

Berkorban demi Islam itu tak membuatmu rugi. Hanya pahala dari Allah swt dan syafaat dari Rasulullah saw yang menanti. Maka korbankan-lah waktumu untuk agamamu, Islam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 23

Comment here