Opini

Berkuasa dengan Politik Balas Jasa, Bisakah?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Erdiya Indrarini

(Pemerhati kemasyarakatan)

Wacana-edukasi.com — Pengangkatan komisaris BUMN menjadi sorotan. Pasalnya, mereka dinilai tidak memenuhi kriteria dengan memiliki skill di bidangnya. Dasar pengangkatan mereka sama, yaitu sebagai pendukung Jokowi dalam pilpres. Inikah jabatan balas jasa ?

Erick Tohir, selaku Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang sebelumnya menjabat sebagai Ketua Tim pemenangan Jokowi-Ma’ruf di Pilpres 2019 lalu, mengangkat komisaris di sejumlah BUMN. Pengangkatan dilakukan pada Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), yang digelar pada Jumat, (28/5).

Nama-nama yang diangkat sebagai petinggi di perusahaan BUMN sejak 2020 lalu, di antaranya adalah Abdi Negara, yang dikenal dengan Abdee Slank. Hal itu karena ia menjadi salah satu personil grup band Slank. Grup band ini selalu mendukung Jokowi sejak mencalonkan diri sebagai Gubernur DKI tahun 2012 lalu. Abdi menjadi pembicaraan publik, bukan karena mengeluarkan album baru. Akan tetapi, Ia dibicarakan karena diangkat menjadi komisaris PT. Telkom Indonesia Tbk. Pada Jumat 25 Mei (cnnindonesia.com, 29/5)

Sebelumnya ada nama Said Aqil Siradj, yang pada Maret 2021 lalu diangkat menjadi komisaris utama merangkap komisaris independen PT. Kereta Api Indonesia (KAI). Said Aqil yang merupakan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), sebelumnya ia pun tak segan menunjukkan keberpihakan PBNU pada Jokowi.

Selain itu, Diyah Kartika Rini Djumadi yang dikenal dengan nama Kartika Djumadi. Ia mendukung Jokowi sejak pencalonannya menjadi Gubernur DKI Jakarta. Kala itu, ia mendirikan wadah relawan Jokowi-Ahok Social Media Volunteers atau Jasmev. Setelah sebelumnya menjabat sebagai komisaris di PT Danareksa (Persero), kini ia ditunjuk lagi sebagai Komisaris Independen PT Jasa Raharja (Persero).

Tidak kurang dari 13 nama lainnya yang merupakan tim pemenangan Jokowi, mereka mendapat kedudukan sebagai komisaris. Sebuah jabatan yang bergengsi dengan gaji yang sangat tinggi.

Seperti yang dihimpun oleh kompas.com 30/5. Jika mengacu pada Laporan Keuangan Tahun 2020, maka gaji yang diterima para komisaris itu adalah sekitar 1,49 miliar sampai dengan 11,31 miliar rupiah. Demikian juga yang akan di terima Abdee Slank sebagai komisaris independen.

Pengamat kebijakan publik dari Fakultas Ilmu Administrasi (FIA) Universitas Indonesia, Lina Miftahul Jannah mengatakan, bahwa Kementerian BUMN semestinya menjelaskan alasan penunjukkan Abdi Negara Nurdin sebagai anggota komisaris PT Telkom. Hal itu agar tidak menjadi polemik di masyarakat, yang menambah ketidakpercayaan kepada pemerintah. Juga menimbulkan spekulasi, bahwa pengangkatan komisaris pada para pendukung adalah sebagai politik balas jasa (BBC News Indonesia, Minggu (30/05).

Berkuasa dengan Politik Balas Jasa

Bagi-bagi jabatan adalah fenomena yang sering kita temukan di tengah perpolitikan Indonesia. Hal ini karena negara menerapkan sistem pemerintahan demokrasi. Sebuah sistem yang berasal dari ideologi kapitalisme. Ia meniscayakan bahwa pasangan calon mendulang suara terbanyak. Untuk mendapatkan suara mayoritas, maka membutuhkan pendukung yang memiliki pengaruh untuk menyumbang banyak suara.

Setelah pasangan calon menang menduduki tampuk kepemimpinan, niscaya jabatan-jabatan strategis pun akan diberikan kepada para pendukungnya sebagai balas jasa. Baik dukungan berupa modal kampanye, corong media, maupun banyaknya dukungan massa. Akhirnya, kemampuan dan profesionalitas tidak lagi menjadi syarat dalam mengangkat pejabat.

Pengangkatan jabatan dengan mekanisme balas jasa seperti ini, tentu tidak akan pernah mendapatkan pejabat yang amanah. Korupsi tak mungkin dapat dihindari. Bahkan, kebijakan pemerintah selalu dalam kendali para pemilik modal yang menjadi pendukungnya. Tak heran, pemerintahan dengan sistem buatannya ini semakin kacau, ekonomi negara terpuruk, beban hutang menumpuk, kesenjangan ekonomi pun tinggi. Sehingga, keadilan hanyalah mimpi, dan kesejahteraan masyarakat menjadi angan belaka.

Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang artinya
Jika ditetapkan suatu urusan kepada selain ahlinya, maka tunggulah waktunya (menuju kehancuran)
(HR. Bukhari no 6116)

Begitu rusaknya ideologi kapitalisme dengan sistem demokrasinya. Ia menggiring manusia untuk menjadi tamak, cinta tahta, harta, dan kesenangan. Sungguh, sebuah sistem pemerintahan dari ideologi yang buruk tak akan pernah melahirkan pemimpin yang baik

Karakter Pemimpin Era Islam

Ada seorang pemimpin yang dikenal bijaksana dan dekat dengan rakyat, Ia menjabat sepeninggal Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Ia bernama Umar bin Abdul ‘Aziz, seorang khalifah yang ke delapan. Kepribadiannya melegenda hingga ia dijuluki Khulafaur Rasyidin kelima. Di awal pengangkatannya, kegembiraan kaum muslimin meluap. Namun sebaliknya, Umar bin Abdul Aziz terkejut dan mengucapkan belasungkawa, innalillahi wa inna ilaihi rojiun. Umar bin Abdul Aziz menangis, ia merasa seperti memikul gunung hingga terkulai lemas. Baginya, jabatan adalah musibah dan ujian yang kelak harus dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT.

Namun hasilnya, kesejahteraan dan keadilan dirasakan seluruh rakyat, baik muslim maupun non muslim. Bahkan diberitakan, bahwa tidak ada binatang ternak yang terbunuh oleh binatang buas. Hal ini menunjukkan betapa makmurnya dalam kepemimpinan beliau, bisa dinikmati seluruh makhluk, baik manusia maupun binatang. Alam pun seolah dipenuhi dengan rahmat.

Kriteria Penting dalam Mengangkat Pejabat.

Dalam Islam, pantang mengangkat pejabat atas dasar balas jasa. Dalam kitabnya As Siyasah Asy Syari’iyyah, Ibnu Taimiyyah menjelaskan bahwa kekuasaan itu harus memiliki dua pilar, yaitu kekuatan (al quwah) dan amanah (al amanah). Senada dengan Ibnu Taimiyyah, Syeh Taqiyudin an Nabani juga mengatakan bahwa seorang pejabat haruslah memiliki tiga kriteria penting.

Pertama, memiliki al quwah (kekuatan). Ia mencakup kekuatan aqliyah yakni kuat akalnya, ia cerdas dan tangkas dalam berpikir sesuai syariat Islam. Selain itu juga memiliki kekuatan nafsiyah, yaitu kekuatan dalam kepribadian, cerdas secara emosional. Sehingga ia tidak mudah mengeluh, dan tidak gegabah dalam mengambil keputusan.

Kedua, at taqwa (ketakwaan). Yaitu bahwa seorang pejabat/pemimpin haruslah memiliki ketakwaan. Ia akan sadar bahwa jabatan adalah amanah yang akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah SWT pada hari akhir. Sehingga dalam menjabat, ia akan melaksanakan apapun perintah-Nya, sekaligus memberantas segala larangan-Nya. Halal dan haram akan menjadi dasar dalam menentukan kebijakan.

Ketiga, pejabat haruslah memiliki ar-rifq. Yaitu lemah lembut kepada rakyatnya. Begitu pentingnya sifat ini dimiliki seorang pejabat hingga ada sebuah riwayat, Aisyah Radhiallahu ‘anha berkata, saya mendengar Rasulullah Saw berdoa di rumah ini.

“Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia membebani mereka, maka bebanilah dia, dan siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian ia berlaku lemah lembut kepada mereka, maka bersikap lemah lembutlah kepada dirinya.”
(HR Muslim dan Ahmad).

Demikianlah kriteria yang harus menjadi pedoman dalam mengangkat pejabat/pemimpin. Kriteria ini hanya akan diterapkan jika pemerintah menerapkan sistem buatan Ilahi, yaitu Islam. Namun, tidak mungkin dipakai selama masih menerapkan demokrasi. Akankah mempertahankan sistem ini?

Wallohua’lam

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 14

Comment here