Oleh : Meitya Rahma
wacana-edukasi.com, Selama Pandemi membuat sistim kerja bagi pegawai terbagi menjadi WFO ( work from ofice) dan WFH ( work from home). Lumayan sedikit mengurangi ramainya jalan raya pada jam jam pagi. Biasanya pada jam jam pagi, semua orang pengen cepet, pengen duluan. Di trafict light sudah seperti orang mau balapan motor saja. Pengen di depan, agar ketika lampu hijau mereka langsung bisa tancap gas. Saya termasuk orang yang tidak ikut dalam antrian garis depan di trafigh light.
Cari aman saja kalo di jalan itu, tidak pernah ngebut, pol maksimal 60Km/ jam. Itupun sudah gemetaran di jalan. Kalo pepatah Jawa bilang “alon alon waton klakon” (Tidak usah cepat, asal bisa terlaksana). Seperti kalimat yang ada di bodi belakang mobil yang sering saya lihat ketika berangkat kerja. Setiap hari sering bertemu mobil pick up yang tulisannya menggelitik. Ini menarik saya untuk memotretnya lewat kamera HP. Dalam body belakang pick up tertulis dengan huruf kapital putih “Kalah Banter ora popo, Banter banter ngoyak opo”. Jika diterjemahkan “Kalah cepat tidak apa apa, cepat cepat mau ngejar apa”. Ini mungkin merupakan cerminan pemilik mobil yang bersabar ketika mengemudi jalan, berhati hati di jalan. Sekaligus menjadi nasehat untuk pengendara jalan agar berhati hati di jalan, mengutamakan keselamatan.
Kalimat di bodi mobil ini mungkin juga bisa dimaknai dalam kehidupan kita. Kalah cepat tidak apa apa, cepat cepat mau ngejar apa bisa dimaknai hidup itu tidak usah ngoyo (memaksakan diri), yang penting selamat dunia dan akhirat. Kalau hanya kalah dalam kekayaan, kalah dalam pangkat dan jabatan tidak apa apa. Kekayaan, pangkat jabatan tinggi, dan segala hal yang berbau keduniawian tidak akan menjamin orang ke surga. Karena segala kekayaan kalau tidak bisa dimanfaatkan untuk amal jariyah tidak ada gunanya. Punya jabatan kelak diakherat akan dipertanggungjawabkan, ia menggunakan jabatan dengan amanah ataukah tidak. Dan segala bentuk keduniawian materi, jabatan, dll tidak perlu dicari sampai ngoyo bahasa Jawanya, ibarat kaki buat kepala, kepala buat kaki. Yang sewajarnya saja, karena semua yang ada di dunia itu titipan, kita semua cuma diberi hak pakai oleh Allah, bukan hak milik.
Maka jangan sombong ketika di dunia diberi segala macam jabatan dan harta melimpah dan segala bentuk keduniawian. Ibaratnya dunia untuk tempat menanam, akherat untuk memanen. Maka tanamannya di rawat, diberi pupuk, agar hasil panennya bagus. Hidup dipupuk dengan amalan solih, biar kelak panen pahala nya surplus / banyak. Kadang manusia itu menganggap hasil suksesnya, hasil kekayaannya didapat dari jerih payahnya sendiri, dengan menafikan peran Allah SWT. Jadilah rasa syukur itu tidak ada dalam diri orang tersebut. Akhirnya keberkahan pun tidak dirasakan bagi orang orang yang tidak memiliki kesyukuran.
Jika tidak memiliki banyak harta, tak memiliki pangkat jabatan tak usah berkecil hati. Tetap disyukuri, dengan apa yang kita miliki. Memiliki sedikit harta, jabatanpun tak punya, justru akan meringankan hisab kita kelak di akhirat. Berlomba lomba, adu cepat dalam beramal solih, jangan sampai kalah dalam mengejar pahala. Berlomba lomba mengejar amal solih ini lah yang harusnya kita lakukan, bukan berlomba lomba dalam mencari keduniawian. Dunia yang hanya sementara ini hanyalah sarana menuju akherat. Mengumpulkan pahala sebanyak banyaknya untuk bekal nanti di akhirat.
Maka setiap waktu kita perlu memperbaiki diri agar jadi manusia yang bertaqwa. Meraih ridhonya Allah dalam setiap aktifitas kita. Masih perlu banyak bekal ilmu untuk menggapai predikat muttaqien. Terus belajar ilmu agama dari para guru, murabbi, belajar dari pengalaman hidup. Karena sejatinya jika ingin beramal salih secara benar, haruslah sesuai dengan aturan (syariat Islam). Maka mengkaji Islam ini sesuatu yang harus dilaksanakan sebagai bekal ilmu dalam mendapatkan pahala.
Semakin bekalnya banyak, semakin bisa memaknai hidup dan selalu optimis menjalani hidup.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 147
Comment here