Oleh: Anita Irmawati
Wacana-edukasi.com — Menteri Agama, Fachrul Razi, menyoroti soal kasus perceraian yang meningkat selama masa pandemi covid-19. Karena itu, Kemenag menekankan agar Kantor Urusan Agama (KUA) melakukan pembinaan pernikahan. Bukan hanya memberi pembinaan pranikah. Namun, pembinaan setelah menikah perlu dilakukan melalui penyuluhan masyarakat (detikNews, 23/11/20).
M Agus Syafii, Konsultan Keluarga sekaligus Pemerhati Sosial, mengatakan bahwa perceraian di masa pandemi covid-19 terbukti mengalami peningkatan yang signifikan di beberapa daerah di Indonesia. Menurut data pada Juni dan Juli 2020, jumlah perceraian meningkat menjadi 57 ribu kasus dengan 80 persen kasus gugatan cerai yang masuk ke Pengadilan Agama di ajukan oleh pihak istri karena banyaknya suami yang terkena PHK (suara.com, 31/08/20).
Pertahankan atau Lepaskan?
Padahal, pernikahan merupakan ikatan suci dihadapan Ilahi. Mengucapkan akad dengan segala konsekuensi. Pun, harus siap dengan masalah-masalah yang silih berganti menyapa bahtera rumah tangga. Tak jarang perpisahan dijadikan solusi untuk mengakhiri. Walaupun, perceraian adalah hal yang diperbolehkan.
Dari Umar, ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda: “Sesuatu yang halal tapi dibenci Allah adalah perceraian.”
[H.R. Abu Daud dan Hakim]
Seharusnya pernikahan dikuatkan faktor internal dari pasangan suami-istri itu sendiri. Mulai dari visi misi pernikahan, hingga tujuan apa yang ingin dicapai bersama yang saling menguatkan dalam ikatan suci. Namun, peranan negara juga sangat memengaruhi biduk rumah tangga, karena melalui kebijakan-kebijakan dalam mengurus negara yang berkaitan dengan keluarga.
Pernikahan sejatinya membutuhkan fondasi kuat untuk berdiri tegak. Memerlukan keimanan saat mengarungi bahtera rumah tangga. Tak lupa dengan komitmen dan saling percaya yang mesti dikuatkan agar biduk rumah tangga tak kandas dihadang clorona. Bukan hanya aspek eksternal seperti ekonomi yang menjadi alasan perceraian kebanyakan orang. Namun, aspek-aspek internal pun berpengaruh pada perpisahan. Misalnya kurangnya komunikasi, tak menjalankan kewajiban, hingga harmonisasi tak bisa dirasakan. Beban anak sekolah daring yang bikin darting. Dan segudang tuntutan kebutuhan yang mesti dicukupkan. Hal ini seharusnya diperbaiki dan dikomunikasikan agar saling membantu dan melengkapi.
Mengingat, perihal ekonomi keluarga yang sedang mengalami benturan keras membuat keuangan tak bisa mencukupi kebutuhan. Bukan tanpa sebab, adanya goncangan ekonomi ini terjadi. Bisa jadi salah satunya saat kepala keluarga di-PHK menyebabkan tidak ada pemasukan kas rumah tangga. Padahal, semestinya negara bertanggung jawab penuh melindungi dan menjamin kehidupan rakyat. Termasuk saat ekonomi ditengah wabah, selain melindungi nyawa manusia dari corona. Juga pemenuhan kebutuhan dasar seperti makanan, tempat tinggal yang layak serta pelayanan kesehatan.
Peran Negara dalam Menjaga Biduk Rumah Tangga
Akar permasalah bukan hanya dari faktor internal dalam menjalankan rumah tangga. Namun, terdapat peran penting negara dalam menjamin warga negaranya termasuk ekonomi, kesehatan, dan pendidikan. Negara berperan penuh dalam keberlangsungan hidup rakyat. Seperti menyiapkan lapangan pekerjaan, pendidikan gratis dan hingga pelayanan kesehatan yang bisa dijangkau oleh masyarakat secara cuma-cuma tanpa biaya.
Senada dengan pengaturan yang Islam berikan bahwa seluruh kebutuhan pokok setiap individu masyarakat harus dijamin pemenuhannya per individu secara sempurna. Juga harus dijamin kemungkinan setiap individu untuk dapat memenuhi kebutuhan sekunder semaksimal mungkin (Peraturan Hidup dalam Islam, Rancangan Undang-Undang Dasar Pasal 125, Taqiyuddin an-Nabhani).
Oleh karena itulah, pemerintah harus mengambil alih peran negara dalam menjamin kebutuhan hidup. Bukan sekadar penyuluhan atau pembinaan pernikahan tanpa adanya kebijakan untuk para suami mencari nafkah. Pun, dengan kebijakan-kebijakan Islam yang tetap menjaga peran istri dan ibu rumah tangga seutuhnya, tanpa ada peran ganda yang dilakukan istri seperti menjadi pekerja menggantikan tulang punggung keluarga. Maka dari itu, pengaturan paripurna hanya bisa didapat dari Islam semata yang jelas mengatur manusia.
Wallahu’alam bisahwab
Views: 1
Comment here