Wacana-edukasi.com — Pandemi covid-19 belum usai, karut-marut dunia pendidikan semakin rumit. Viral seorang guru honorer yang dipecat gara-gara memosting gaji bulanan yang dia terima menghiasi laman media akhir-akhir ini. Akibat postingan tersebut, sang guru dipecat dari sekolah (tribunnews.com/12/02/2021).
Begitu menyedihkan nasib guru honorer saat ini. Namun disisi lain, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menerbitkan SKB tentang seragam sekolah bersama Kementerian Agama dan Kementerian Dalam Negeri (kompas.com/04/02/2021). SKB ini sebagai tindak lanjut kasus kesalahpahaman yang terjadi di SMKN 2 Padang.
Menjadi sesuatu yang aneh, di saat perhatian peningkatan mutu pendidikan di masa pandemi banyak disorot, Kemendikbud justru mengeluarkan SKB yang tidak berkaitan dengan mutu pendidikan. Bahkan SKB yang dikeluarkan ini diduga mengarah pada liberalisasi dalam berekspresi dan beragama.
Kegiatan belajar mengajar melibatkan peserta didik sekaligus pelaku pendidikan, yakni guru. Namun, perhatian terhadap kaum pengajar ini jauh dari kata cukup. Apalagi tenaga pengajar honorer, gaji dan tunjangan yang diterima pada umumnya jauh dari kata layak. Padahal tuntutan mengajar di kala pandemi seperti ini semakin besar.
Belum lagi membahas masalah seragam sekolah di saat sekolah masih banyak yang memberlakukan PJJ, mengapa menjadi perhatian utama? Atau apakah SKB ini ingin menegaskan bahwa Agama harus dijauhkan dari unsur pendidikan dengan alasan intoleran? Bukankah dengan berpegang pada ajaran agama seseorang akan menjadi baik?
Di dalam UU no.20 Tahun 2003 telah disebutkan bahwa tujuan diselenggarakan pendidikan adalah membentuk siswa yang beriman dan bertakwa. Ukuran iman dan takwa adalah dijalankannya ajaran agama oleh siswa. Ketika jilbab sebagai identitas sekaligus perintah ilahi dilarang, bagaimana dapat terbentuk karakter beriman?
Yuni Kartikajasa, S.Farm, Apt.
Views: 5
Comment here