Surat Pembaca

Biomassa di Kalbar, Dilema Transisi Energi dan Problem Ekologi

blank
Bagikan di media sosialmu

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA-– Di balik kelebihan dari Biomassa yang dapat digunakan sebagai sumber tenaga bahan bakar dan dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, pakan ternak, dan lain-lain, tersimpan banyak masalah yang perlu dikaji lebih jauh. Sumber energi terbarukan yang berasal dari organisme yang ada di Bumi ini, akan menggarap lahan apapun yang ditumbuhi tanaman, aktivitas pertanian, peternakan, ladang rumput dan pepohonan. Maka wajar ancaman deforestasi atau penggundulan hutan akan membayangi dan mengurangi kemampuan serap emisi karbon di Kalbar ini.

Manager Kampanye, Advokasi, dan Media Forest Watch Indonesia (FWI), Anggi Putra Prayoga, menilai pemanfaatan biomassa dalam transisi energi merupakan driver baru kerusakan hutan di Indonesia. FWI mencatat pembangunan Hutan Tanaman Energi (HTE) telah merusak hutan seluas 55.000 hektare (Ha) dan masih ada 420.000 Ha hutan alam di dalam 31 konsesi HTE direncanakan untuk di-deforestasi (https://www.jawapos.com 09/02/2024).

Biomassa dianggap sebagai strategi pengurangan emisi dalam penanganan perubahan iklim memiliki konsekuensi terhadap kompleksitas tantangan yang dihadapi dalam upaya mitigasi perubahan iklim kedepan. Praktik pemanfaatan biomassa yang diklaim sebagai sumber energi terbarukan, ketika menggunakan bahan-bahan seperti kayu, cangkang sawit, jangkos, batang sawit, tempurung kelapa, dan sabut kelapa, memiliki implikasi lingkungan dan sosial yang lebih luas.

Penggunaan biomassa juga berpotensi menyebabkan perampasan tanah dan konflik agraria dengan masyarakat adat, juga lokal. Pembakaran biomassa menghasilkan polusi udara pun dapat membahayakan kesehatan masyarakat. Konsesi kehutanan menjadi lebih leluasa untuk memanfaatkan hutan alam dengan dalih transisi energi, guna memenuhi bahan baku biomassa kayu.

Padahal, pemanfaatan biomassa sebagai alternatif untuk mengurangi emisi karbon perlu diuji dengan prinsip-prinsip keadilan dan berkelanjutan. Jika pemanfaatannya tidak bijaksana, maka dapat berujung pada peningkatan tekanan terhadap ekosistem, memperburuk masalah seperti kehilangan keanekaragaman hayati dan kerusakan hutan, serta hilangnya ruang hidup masyarakat adat.

Berdasarkan dokumen FoLu Net Sink 2030, Kalimantan Barat merupakan salah satu provinsi dengan target mitigasi deforestasi hutan alam terluas dengan total 917.000 Ha. Sama halnya yang bersumber dari jangkos, cangkang sawit maupun batang sawit.

Semakin banyak hutan alam yang akan dibuka untuk kepentingan pembangunan perkebunan kayu untuk kepentingan penyediaan biomassa , semakin hilang kemampuan serap emisi karbon. Terlebih di kawasan gambut. Manager Program Bioenergi, Trend Asia, Amalya Reza Oktaviani menjelaskan bahwa pemanfaatan biomassa dalam co-firing hanya akan memperpanjang usia PLTU.

Sementara tanah kalbar ini saja sudah harus menanggung peningkatan jumlah produksi gas rumah kaca atau CO2 di negeri kita ini, dari perubahan tata guna lahan, yaitu dengan terjadinya deforestasi yang sangat besar karena didorong oleh pembukaan lahan hutan untuk kebutuhan perkebunan kelapa sawit ataupun tanaman perkebunan lainnya.

Untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, mereka melakukan pembakaran hutan atau membuka kawasan kehutanan sekitar 60% dari hutan bakau dan 40% dari lahan gambut. Ini lagi dengan biomassa pada objek yang sama akan makin memperberat beban kerusakan lingkungan.

Jika pun energi terbarukan jangan sampai hanya dinikmati sebagian kalangan saja khususnya para kapitalis dan masyarakat menengah ke atas yang notabene kuantitasnya termasuk minoritas di negeri ini. Inilah solusi tambal sulam ala kapitalisme. Tidak menyelesaikan persoalan kehidupan secara komprehensif, justru menambah masalah baru dari ambisi katanya energi baru terbarukan.

Islam sebenarnya membolehkan pengembangan energi alternatif, tetapi tentu tidak boleh menimbulkan dharar (mudarat) yang lebih besar bagi rakyat, seperti kesulitan pangan yang menyebabkan importasi atau bahkan menimbulkan kerusakan lingkungan.

Selanjutnya, sumber daya energi tadi dikelola dengan sistem ekonomi Islam. Islam memandang energi adalah harta milik umum sehingga pengelolaannya harus dilakukan oleh negara dan hasilnya dikembalikan sepenuhnya kepada rakyat. Semata-mata bentuk pelayanan kepada rakyat, bukan dalam rangka berbisnis. Negara juga harus memiliki kemandirian sikap dan tidak boleh membebek kepada agenda-agenda global kapitalisme.

Yeni
Pontianak-Kalbar

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 26

Comment here