Penulis: Ana Mujianah, S.Sos.I
Tidak bisa dipungkiri, pemutaran film Jejak Khilafah di Nusantara (JKdN) garapan Nicko Pandawa bersama Komunitas Literasi Islam menjadi perbincangan hangat setelah tayangan perdananya. Pasalnya, film ini menjadi viral tidak hanya karena banyak orang yang sebenarnya penasaran dengan kebenaran fakta sejarah mengenai hubungan Nusantara dengan kekhilafahan, tetapi juga adanya upaya untuk memblokir film tersebut.
Dalam tayangan perdananya Kamis, 20/8/2020, film JKdN ini memang sempat diblokir oleh kanal YouTube beberapa kali. Namun karena adanya persiapan yang matang dari tim film JKdN, maka film ini pun akhirnya bisa tayang hingga selesai. Dan tragedi pemblokiran tersebut justru membuat banyak orang semakin penasaran.
Tidak hanya dari kalangan yang pro Khilafah, tapi juga orang awam bahkan mereka yang menentang pun sebenarnya penasaran seperti apa isi dari film tersebut. Meskipun kemudian beberapa pihak yang menentang tetap berusaha menyangkal adanya jejak Khilafah di Nusantara.
Pro dan kontra pun terus bergulir namun satu hal yang tidak bisa dipungkiri setelah penayangan perdana film JKdN, Khilafah kembali menjadi perbincangan hangat di tengah-tengah masyarakat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa sebenarnya antusiasme masyarakat tentang ajaran Islam Khilafah itu sangat besar.
Hal tersebut bisa kita saksikan dari tayangan video Jejak Khilafah di Nusantara ini setidaknya telah dilihat hingga 278.372 kali. Bahkan ketika terjadi pemblokiran oleh YouTube dengan alasan ada keluhan dari domain negara, para penonton pun tetap sabar menunggu link-link baru yang dibagikan tim film JKdN hingga pemutaran film selesai (terkini.id, 21/8/2020).
Pemblokiran film yang sempat diduga dilakukan oleh pemerintah ini pun sontak menuai banyak protes, salah satunya dari Wasekjen MUI Tengku Zulkarnain. Melalui akun Twitternya, beliau meminta penjelasan dari pemerintah apa alasannya memblokir video Jejak Khilafah di Nusantara ini. Beliau juga mempertanyakan kerugian apa yang diderita negara terhadap penayangan film tersebut.
Adanya hubungan Nusantara dengan Khilafah ini, sejatinya merupakan fakta sejarah yang tak terbantah. Karena Khilafah pernah berjaya selama kurang lebih 13 abad dan menguasai sekitar 2/3 dunia. Maka, ada peluang besar bahwa jejak khilafah ini tersebar ke seluruh pelosok dunia termasuk di Nusantara.
Film Jejak Khilafah di Nusantara ini murni ingin menggambarkan bahwa Indonesia sebagai bagian dari wilayah Nusantara juga memiliki hubungan dengan kekhilafahan berdasarkan jejak peninggalan sejarah yang ada. Oleh karenanya, film dokumenter ini pun tidak asal cerita, tapi film ini diangkat berdasarkan hasil penelitian yang terangkum dalam skripsi sang sutradara Nicko Pandawa.
Terdapat banyak bukti-bukti sejarah yang menunjukkan adanya hubungan kesultanan-kesultanan di Nusantara dengan Khilafah. Hal ini menepis tudingan sejarawan asal Inggris Prof Peter Carey yang mengatakan bahwa film ini hanya hayalan semata. Beliau mengatakan bahwa tidak ada hubungan antara kesultanan-kesultanan Islam di Jawa dengan Turki Utsmani. Prof Carey menguatkan pendapatnya berdasarkan korespondensi beliau dengan Dr Ismail Hakki Kadi, ahli sejarah hubungan Utsmaniyah-Asia Tenggara pada 18/8/2020.
Menurut Prof Carey, Dr Ismail Hakki yang meneliti banyak arsip di era Turki Utsmani tidak menemukan informasi adanya kontak antara Raden Patah dari Demak dengan Turki Utsmani (detiknews, 24/8/2020).
Namun, berbeda dengan Peter Carey, pemerhati sejarah asal Solo, Dr Kasori Mujahid justru menjelaskan sebaliknya. Doktor UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang menulis disertasi tentang relasi Demak dengan Turki Utsmani ini menjelaskan, bahwa ada surat yang merekam ucapan selamat Pakubuwono X saat Sultan Abdul Hamid II selamat dari upaya pembunuhan dan kudeta. Menurut Dr Kasori, surat tersebut ada pada arsip Turki Utsmani. Isinya menjelaskan ucapan selamat Sultan Surakarta Abdurrachman (gelas PB X). Hal ini mengidikasikan bahwa ada hubungan antara kesultanan di Jawa dengan Turki Utsmani (Republika.co.id, 21/8/2020).
Selain pendapat Dr Kasori tersebut, indikasi kuat adanya jejak Khilafah di Nusantara juga terungkap dalam sambutan Sri Sultan Hamengkubuwono X pada Konggres Umat Islam Indonesia (KUII), 9 Februari 2015 lalu di Yogyakarta. Beliau mengungkapkan bahwa Raden Patah dikukuhkan oleh utusan Sultan Turki Utsmani sebagai Khalifatullah ing Tanah Jawi (Perwakilan Khilafah Turki di Tanah Jawa).
Dari apa yang disampaikan oleh Dr Kasori dan Sultan Hamengkubuwono X ini, kita pun bisa mengambil kesimpulan kuat bahwa jejak Khilafah di Nusantara adalah fakta sejarah yang tak terbantah. Maka, pemblokiran film JKdN pada tayangan perdananya ini telah menunjukkan dengan jelas adanya upaya-upaya untuk menutupi atau bahkan mengubur fakta sejarah yang sebenarnya.
Pemblokiran film JKdN sungguh mengindikasikan adanya ketakutan akan kebenaran sejarah. Barat sekuler dan para sekutunya, menyadari betul potensi bangkitnya Khilafah sebagai sebuah sistem pemerintahan. Yang tentunya keberadaan Khilafah akan bisa menjadi ancaman bagi sistem Sekuler Kapitalis yang saat ini berkuasa.
Meskipun sejarah bukanlah sumber hukum secara mutlak, tapi adanya fakta sejarah tentang jejak Khilafah di Nusantara ini setidaknya semakin memperkuat kita bahwa mengembalikan kekhilafahan bukan perjuangan yang a historis. Karena terdapat bukti nyata bahkan dekat dengan kita bahwa kekhilafahan itu pernah ada dan bukan sekadar hayalan semata.
Wallahu a’lam bish shawa
Views: 12
Comment here