Surat Pembaca

Boikot Produk, Selesaikah Derita Palestina?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh : Annisa Nur Istiqomah (Aktivis Dakwah Kampus)

wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA+- Meskipun telah dilakukan gencatan senjata, serangan Israel atas Palestina masih belum juga mereda. Serangan bombardir yang dilakukan Israel secara brutal dan membabi buta menargetkan rumah sakit, sekolah-sekolah, dan kamp pengungsian yang digunakan penduduk sipil untuk mengamankan diri. Al Jazeera mencatat korban di Gaza telah mencapai 14.854 jiwa, termasuk 6.150 anak-anak dan 4.000 adalah Wanita (CNBC Indonesia, 24/11/2023).

Sejak memanasnya perlawanan Palestina kepada Israel pada 7 Oktober 2023, menjadi peristiwa yang sangat luar biasa dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, respon Israel atas perlawanan Palestina membuat mereka terusik dan terus menyerang serampangan. Sehingga, menjadi catatan gelap sejarah atas penjajahan yang terjadi di Palestina dan mengundang perhatian dunia baik muslim maupun non-muslim. Berbagai bentuk pembelaan dilakukan oleh mereka, aksi demonstrasi di depan gedung pemerintahan, perang narasi di media sosial, donasi, hingga berbondong-bondong memboikot produk zionis ataupun pihak yang menjadi pendukungnya.

Seruan boikot pada produk yang pro zionis merupakan wujud atas kesadaran individu masyarakat dan menjadi gerakan non-kekerasan untuk membela Palestina. Aksi boikot sebagai ekspresi perlawanan masyarakat di negeri mayoritas muslim maupun non muslim atas kejahatan kemanusiaan yang dilakukan Israel. Sebab, perusahaan produk pro zionis diyakini menyokong dana agresi Israel kepada Palestina, mulai dari produk makanan dan minuman, alat kosmetik, alat kebersihan, dan lain sebagainya.

Selain itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah menetapkan fatwa Nomor 83/2023 tentang hukum dukungan terhadap perjuangan Palestina. Selain menyatakan kewajiban hukum mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina atas Israel ataupun pihak yang menjadi pendukung Israel secara langsung maupun tidak langsung, maka hukumnya haram. MUI menghimbau kepada Umat Islam untuk semaksimal mungkin menghindari transaksi dan penggunaan produk yang berafiliasi dengan Israel termasuk mendukung penjajahan zionis. Selain itu, menghimbau pemerintah untuk mengambil langkah-langkah tegas membantu perjuangan Palestina, seperti melaui jalur diplomasi PBB, pengiriman bantuan kemanusiaan, dan konsolidasi anggota OKI untuk menekan agresi Isarel (CNBC Indonesia, 10/11/2023).

Masyarakat melakukan apa yang dapat dilakukan, sebab negara tidak kunjung melakukan pembelaan riil terhadap masyarakat muslim Palestina. Namun, yang perlu diketahui bahwa entitas Yahudi lebih banyak menggantungkan ekonominya pada negara-negara non-muslim. Sedangkan, boikot yang dilakukan oleh masyarakat tidak dapat membatasi ekspor yang dilakukan oleh perusahan tersebut. Banyak ekonom juga yang menyatakan bahwa boikot produk belum memberikan pengaruh yang signifikan pada naik-turunnya saham.

Akademisi dan seorang ekonom dari FEB UI, Yusuf Wibisono, mengatakan bahwa pengaruh boikot ditentukan oleh keputusan konsumen untuk berpartisipasi dalam gerakan boikot, semakin banyak konsumen yang berkontribusi, semakin besar pula pengaruh gerakan boikot.
Selain itu, ia menyampaikan bahwa partisipasi konsumen dalam gerakan boikot ditentukan oleh dua hal utama yakni persepsi publik terhadap probabilitas keberhasilan boikot dan biaya yang ditanggung konsumen akibat boikot tersebut. Ditambah kemampuan negara dalam menangani kondisi kinerja ekonomi dan finansial akibat pemboikotan (Republik, 12/11/2023).

Sementara, Uswati Leman Sudi, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Asosiasi Pengusaha Pemasok Pasar Modern Indonesia (AP3MI), mengatakan bahwa aksi boikot produk pro-Zionis dapat berisiko menghambat pemerintah untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional. Karena, pemboikotan dalam jangka panjang dapat menurunkan konsumsi masyarakat hingga menurunkan kinerja ritel 50%. Dampak tersebut dirasakan mulai dari hulu hingga hilir seperti gangguan distribusi, ancaman Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan penurunan penjualan. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi perekonomian negara berkembang rawan terjadi krisis sehingga pemboikotan pun menjadi ancaman pisau bermata dua.

Dengan demikian, boikot tidak cukup menjadi solusi untuk menyelesaikan masalah dan derita Palestina, apalagi hanya dilakukan oleh individu-individu. Kekuatan individu dalam melakukan pemboikotan tidak berpengaruh besar dibandingkan dengan pemboikotan secara total yang dilakukan oleh negara melalui kebijakannya. Fatwa MUI yang dikeluarkan pun masih bersifat himbauan yang dikembalikan kepada individu untuk mengambil atau tidak. Termasuk himbauan kepada pemerintah yang mestinya harus terus didorong untuk melakukan tindakan tegas dalam membela Palestina. Bukan hanya mengecam atau bahkan berdiplomasi dengan negara-negara pendukung Israel, melainkan bersatu dengan negeri-negeri muslim lainnya untuk membantu menerjunkan pasukan militer untuk melawan Israel.

Hal ini juga dikuatkan oleh Felix Siauw, seorang tokoh intelektual sekaligus penulis, menyatakan bahwa “Boikot bukanlah solusi, bahkan tidak pernah diniatkan menjadi solusi. Karena solusinya ialah persatuan umat Islam, dengan Aqidah Islam, sehingga urusan Baitul Maqdis Palestina adalah urusan semua umat Muslim, urusan pejabat dan rakyatnya, tentara dan pasukannya” (2/11/2023).

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 25

Comment here