Opini

BPJS vs Islam

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Ummu Faqih

wacana-edukasi.com, OPINI-– Dikutip dari CNBC Indonesia (05/05/2024) Kementerian kesehatan berencana mengubah sistem Kelas rawat inap 1,2 dan 3 BPJS kesehatan dengan menerapkan sistem kelas rawat inap standar pada 2025 mendatang.

Tarif iuran BPJS kesehatan yang belum berubah. Adapun, iuran ini dibedakan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN mulai dari ASN, pekerja penerima upah, hingga pekerja bukan penerima upah.

Iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar Rp 42.000 per orang per bulan di ruang perawatan kelas lll.
Iuran bagi peserta pekerja Pegawainya Negara Sipil, anggota TNI, Polri, BUMN, BUMD, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negari sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan.
Iuran untuk keluarga tambahan pekerja penerima Upah yang terdiri dari anak ke 4 dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, sebesar 1% dari gaji per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

Iuran yang terus naik dengan denda jika terlambat setor. Rakyat miskin berupah harian tentu sangat berat menyisihkan iuran BPJS kelas III sebesar Rp 42.000 per bulan. Bagi mereka untuk memenuhi kebutuhan perut sajah belum tentu tercukupi.

Rakyat sudah cukup dipusingkan dengan segala prosedur dalam berobat yang harus ditempuh demi mendapatkan keringanan biaya dalam berobat, rakyat juga harus menerima ketika kebijakan kenaikan iuran BPJS.
Diskriminasi masih santer terdengar dari kalangan rakyat yang menggunakan fasilitas BPJS dengan rakyat lainnya yang berobat tanpa BPJS. Orang sakit bertambah sakit, bukan hanya karena penyakitnya namun karena harga obat yang mahal.

Dalam sistem kapitalisme rakyat disuguhkan oleh beragam makanan dan lifestyle yang tidak sehat sehingga memicu timbulnya bermacam-macam penyakit. Jika aspek preventif ini gagal, maka akan menjadi beban bagi aspek pengobatan. Bukan hal yang tidak mungkin, kondisi sakit secara sengaja diciptakan dalam kehidupan kapitalisme ini karena para pemilik Perusahaan obat-obatan swasta memiliki obatnya. Demikianlah Kesehatan menjadi industri bagi para pemilik modal dalam kapitalisme, dalam sistem ekonomi kapitalis, layanan kesehatan dianggap sebagai barang atau layanan yang dapat diperdagangkan dan dijual seperti produk lainnya dan pendekatan ini sering melibatkan perusahan-perusahan swasta dalam hal ini BPJS.

Ruang kelas lll jumlahnya sangat banyak dan pasti banyak pula yang memeperebutkannya, sedangkan kelas l, apa lagi VIP yang jumlahnya tidak sebanyak kelas lll akan di biarkan kosong meskipun pasien sudah mengantri untuk mendapatkan ruang.

Bahkan kerisis Dokter Umum dan Spesialis pun juga masih menjadi problem negara ini. Pasalnya kerisis Dokter juga telah terjadi diberbagai daerah. Indonesia menempatkan posisi ketiga dalam hal kekurangan dokter. Jika ditelisiki adanya biaya pendidikan yang berbiaya mahal membuat rakyat sulit menjangkau ke jenjang yang lebih tinggi seperti kedokteran yang mengakibatkan terbatasnya tenaga medis. Adapun pemberian beasiswa itu hanya terbatas bagi mereka yang memiliki nilai yang bagus tetapi kurang mampu, padahal pendidikan pun merupakan hak rakyat yang harus dipenuhi karena pendidikan menentukan generasi yang akan mendatangkan ahli salah satunya dalam kesehatan.

Sangat berbeda dengan sistem Islam, dalam Islam kesehatan adalah kebutuhan pokok bagi rakyatnya yang wajib dipenuhi oleh negara secara optimal. Kesehatan dalam pandangan fikih ekonomi Islam merupakan salah satu bentuk kebutuhan dasar publik yang mutlak ditanggung negara.
Layanan kesehatan dalam khilafah adalah mewujudkan layanan terbaik untuk rakyatnya. Rakyat bisa mendapatkan layanan tersebut secara gratis. Khilafah akan menjamin dan bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyediaan fasilitas kesehatan yang memadai, dokter dan tenaga medis yang profesional untuk memberikan layanan maksimal kesehatan.

Khilafah akan mengalokasikan sumber dana kesehatan dari Baitumal melalui pos kepemilikan umum, dananya dari pengelola sumber daya alam,seperti tambang-tambang penting, kekayaan laut, hutan, dan sebagainya, untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Adapun dalilnya adalah Rasulullah saw. selaku kepala negara pernah mendapatkan hadiah dokter dari Raja Muqauqis, dan menjadikannya dokter umum bagi rakyat secara gratis. Pada masa Khalifah Umar bin Khaththab, beliau pernah memanggil dokter untuk mengobati Aslam secara gratis. Khalifah Umar mengalokasikan anggaran dari Baitulmal untuk mengatasi wabah penyakit di Syam. Kebijakan ini berlanjut sampai khalifah setelahnya selama 1300 tahun.

Ketika sistem khalifah masih eksis di muka bumi, banyak rumah sakit didirikan dengan pelayanan yang luar biasa. Ada rumah sakit keliling yang mendatangi tempat-tempat terpencil. Para dokter yang mengobati tahanan. Rumah sakit dalam khilafah dijadikan tempat bersinggah para pelancong asing yang ingin ikut mencicipi layanan rumah sakit yang mewah dan gratis. Individu yang kaya boleh turut membiayai pelayanan kesehatan melalui mekanisme wakaf. Seperti Saifuddin Qalawun seorang penguasa pada zaman Abbasiyah yang mewakafkan hartanya untuk memenuhi biaya tahunan Rumah Sakit Al-Manshuri Al-Kabir di Kairo Mesir.

Namun, sayangnya penyediaan layanan kesehatan yang luar biasa membahagiakan rakyat ini berakhir ketika khilafah runtuh dan sistem kapitalisme mendominasi dunia Islam. Tanggung jawab negara terhadap layanan kesehatan pun lepas bagian per bagian.

Solusi paripurna untuk mewujudkan pelayanan kesehatan terbaik, hanyalah dengan mewujudkan sistem khilafah. Wallahualam.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 5

Comment here