Oleh: Ayu Winarni
wacana-edukasi.com, OPINI-– Dalam upaya meningkatkan ekonomi negara, Indonesia terus mengupayakan melalui pembukaan investasi yang seluas-luasnya kepada pengusaha atau negara-negara asing untuk menanamkan modalnya diberbagai proyek pemerintah.
Pada pertengahan bulan Oktober kemarin, tepatnya pada tanggal 16-20 Oktober, presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan kunjungan kerja selama 5 hari ke China hingga ke Arab Saudi. Dikutip dari CNBC Indonesia (20/10/2023).
Dalam kunjungan ke China dan Arab Saudi ini presiden Jokowi menghadiri beberapa agenda penting seperti pertemuan bilateral dengan pimpinan negara hingga menghadiri forum internasional. Pada beberapa kesempatan tersebut, presiden Jokowi meyakinkan dan menawarkan kepada para investor untuk berinvestasi diberbagai proyek dalam negeri. Bahkan, presiden Jokowi tak segan meminta dukungan kepada Perdana Menteri (PM) China untuk mendorong realisasi percepatan investasi di IKN.
Kesepakatan dalam forum itu menyepakati 11 penandatangan dokumen senilai US$ 12.6 miliar. Erick Thohir yang ikut mendampingi presiden Jokowi dalam kunjungan kerja tersebut dalam akun resmi instagram nya mengatakan bahwa kerja sama ini untuk meningkatkan pembukaan lapangan kerja.
BRI Proyek China
Selain itu, presiden Jokowi juga menghadiri forum KTT ke -3 Belt and Road Initiative (BRI) atau proyek ‘Jalur Sutra Modern China’. Sebelumnya, Konfrensi Tingkat Tinggi (KTT) ke -2 Belt and Road yang diinisiasi China diselenggarakan pada tanggal 25 – 27 April 2019 dan China menyetujui pembiayaan proyek pembangunan.
Pada KTT ke -3 Belt and Road Initiative (BRI), kembali Presiden China, Xi Jinping mengatakan akan menambah dana sebesar US$ 100 miliar atau setara Rp 1.5777 triliun untuk program BRI.
Mengenai investasi BRI, Indonesia merupakan penerima terbesar dengan investasi sekitar US$5,6 miliar yakni setara Rp87,9 triliun (Rp15.710/US$1). Dikutip dari CNBC Indonesia (19/10/2023).
China menampakkan ambisi menguasai dunia melalui BRI. Bahkan China tak segan menyalurkan uang tunai ke negara-negara yang ikut serta dalam program BRI. BRI adalah proyek besar China. Terlihat bagaimana China menguasai keseluruhan dari program BRI ini.
Diikutip dari CNBC Indonesia (19/10/2023). Sejak tahun 2010, utang publik meningkat tiga kali lipat di Afrika sub-Sahara, sebagian besar didorong oleh pinjaman China, dan 60% negara-negara BRI berada dalam kesulitan utang, peningkatannya sebesar 1.200% sejak tahun 2010.
Bagi negara-negara berkembang termasuk Indonesia, investasi yang besar-besaran yang dilakukan China dianggap sebagai penyelamat perekonomian negara dalam menuntaskan berbagai persoalan yang dihadapi.
Ilusi
Benarkah meningkatnya investasi dapat meningkatkan ekonomi negara? Benarkah meningkatnya investasi dapat meningkatkan pembukaan lapangan kerja?
Jika dibandingkan dengan tahun 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami peningkatan. Namun masih gagal mencapai target. Pasalnya, pada saat kampanye, presiden Jokowi menjanjikan pertumbuhan ekonomi sebesar 7%. Nyatanya, hingga 2 periode kepemimpinan presiden Jokowi, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2023 baru mencapai sebesar 5,17%. Angka pertumbuhan ekonomi Indonesia ini masih terbilang rendah, terlihat bagaimana angka kemiskinan masih tinggi.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat angka kemiskinan di Indonesia pada maret 2023 sebesar 9,36% atau setara dengan 25,90 juta orang. Angka yang cukup besar, bukan? Bahkan majalah keuangan Global Finance merilis bahwa Indonesia masuk dalam daftar 100 negara termiskin di dunia.
Lalu bagaimana dengan klaim pak Erick Thohir bahwa meningkatnya investasi dapat meningkatkan pembukaan lapangan kerja? Bukankah tingginya angka kemiskinan karena banyaknya pengangguran akibat sempitnya lapangan kerja?
Dilansir dari data BPS, angka pengangguran di Indonesia tercatat sebesar 7,99 juta orang pada Februari 2023.
Pengangguran di Indonesia disebabkan adanya lonjakan tenang kerja asing (TKA). Banyak laporan yang menyebutkan bahwa para TKA masuk ke Indonesia dengan jumlah yang cukup besar pada sejumlah proyek yang yang didanai dari investasi China.
Para investor China membawa dana investasi ke Indonesia sekaligus membawa para pekerja mereka. Maka sudah bisa dipastikan, demi meningkatkan investasi, pemerintah akan menerima apabila para investor mensyaratkan datang dengan membawa pekerja mereka. Terbukti, pemerintah membuat kebijakan dengan menghapus syarat wajib bahasa Indonesia bagi para TKA.
Bahaya Utang
Tanpa disadari, dengan meningkatnya nilai investasi juga menyebabkan utang semakin menumpuk. Utang yang menumpuk tentu akan membebani APBN. Karena utang dalam sistem kapitalis berbasis bunga, maka anggaran belanja akan ditarik untuk membayar bunga pinjaman. Akibatnya, terjadi defisit anggaran, untuk menutupinya dipastikan dengan menambah utang baru lagi. Seperti istilah bahasanya ‘gali lubang tutup lubang’.
Negara pemberi utang (debitor) sudah memprediksi dengan matang bahwa negara-negara berkembang atau negara penerima utang (kreditor) tidak mampu melunasi hutang yang jumlahnya fantastis tersebut. Dengan ketidakmampuan negara penerima utang untuk membayar akan dijadikan kesempatan bagi pemberi utang untuk mendikte kebijakan-kebijakan demi kepentingan mereka. Termasuk kebijakan untuk menguasai sumberdaya alam.
Alih-alih kemudian meningkatkan ekonomi negara demi kesejahteraan rakyat, negara tak lagi berpihak pada kesejahteraan rakyat. Rakyat tak lagi menjadi pertimbangan dalam membuat kebijakan. Rakyat dibebani dengan pajak dan harga-harga bahan pokok yang kian hari makin meroket. Atau apakah ini yang dimaksud presiden Jokowi bahwa ekonomi negara akan meroket?
Kebijakan-kebijakan yang lahir dari negara adalah representasi dari negara pemberi utang. Negara tak lagi punya wibawa. Kebijakan negara sudah disetir oleh kepentingan pemberi utang. Pemerintahan hanya sebagai perpanjangan tangan dari negara imperialis.
Sebelum apa yang menimpa Srilanka akibat dari kebangkrutan dan gagal bayar utang, maka Indonesia harus mewaspadai agar tak terjadi hal yang serupa. Mewaspadai bahwa sebenarnya pembangunan proyek yang didanai dari utang adalah bentuk penjajahan yang terselubung.
Islam Punya Solusi
Sistem ekonomi sekuler terbukti gagal meningkatkan ekonomi negara dan cita-cita mewujudkan kesejahteraan dalam sistem kapitalis adalah ilusi belaka. Sudah tak ada alternatif lagi dalam sistem kapitalis yang diharapkan untuk merealisasikan mimpi kesejahteraan selain dengan kembali pada Islam. Negara yang menjadikan aqidah Islam sebagai asas negara akan mengadopsi sistem ekonomi Islam yang sudah terbukti dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan diikuti oleh para khalifah setelahnya.
Dalam Islam, sumber daya alam (SDA) tidak dikehendaki pengelolaannya kepada asing atau kepada swasta. Pengelolaan akan ditangani langsung oleh negara. Hasil pengelolaan SDA akan disalurkan ke rakyat dalam bentuk fasilitas-fasilitas umum atau pelayanan.
Dengan hasil kekayaannya sumber daya alam yang melimpah, Indonesia akan mampu membiayai proyek pembangunan tanpa utang. Negara dalam Islam juga memfasilitasi sarana dan prasarana produksi sehingga tidak menggunakan tenaga kerja asing (TKA) untuk mengelola proyek negara.
Penerapan sistem ekonomi Islam ini bukan tanggung jawab individu ataupun kelompok saja, tapi itu tanggung jawab bersama. Sehingga dakwah itu senantiasa harus gaungkan. Allah dan Rasul-Nya telah memerintahkan kepada kita untuk berdakwah, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Dan hendaklah diantara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (TQS. Ali-Imran:104).
Suatu keniscayaan bahwa sistem ekonomi Islam adalah yang mampu mensejahterakan rakyat. Maka, memperjuangkan penerapan ekonomi Islam sama dengan memperjuangkan dakwah Islam. Memperjuangkan dakwah Islam yang menyeru kepada penerapan Islam secara kaffah dalam naungan institusi Khilafah.
Wallahua’lam bisshawwab.
Views: 41
Comment here