Nurhikmah (Team Pena Ideologis Maros)
Rasulullah Saw. melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan (Mufattir)”. [HR. Abu Dawud dan Ahmad].
Wacana-edukasi.com — “Indonesia darurat narkoba”. Slogan ini nampaknya memang sangat pantas untuk menggambarkan situasi penggunaan sekaligus pengedaran barang haram narkotika di Indonesia. Tak tanggung-tanggung Indonesia bahkan disebut sebagai pasar terbesar dalam peredaran narkotika se-Asia Tenggara.
Deputi Pencegahan BNN Sufyan Syarif mengatakan bahwa narkotika jenis sabu yang beredar di Indonesia rata-rata mencapai 14 ton per tahun (SindoNews.com 15/6/2021). Bahkan di tengah Pandemi Covid-19 saat ini sekali pun, bukannya peredaran narkotika di Indonesia semakin menurun karena keterbatasan pergerakan, tetapi justru sebaliknya yakni cenderung meningkat. Hal ini diungkapkan oleh Deputi Pemberantasan Narkotika Irjen Pol Arman Depari (TribunNews.com 24/2/2021).
Para pelaku penggunaan narkotika pun tak kenal bulu mulai dari masyarakat biasa, politisi, aparat keamanan, bahkan termasuk public figur bisa terjerat di dalamnya. Seperti berita viral baru-baru ini yang banyak menjadi sorotan adalah penetapan Artis Nia Ramadani beserta suaminya, Ardi Bakrie sebagai tersangka penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu.
Namun yang menjadi sorotan bukan hanya penetapan pasangan selebriti sebagai tersangka tersebut. Tetapi, pengajuannya untuk melakukan rehabilitasi yang begitu mudah dikabulkan oleh para penegak hukum.
Hal ini sontak menuai kontroversi di tengah-tengah masyarakat. Sebab, nyatanya jika para pelaku penyalahgunaan narkoba adalah masyarakat biasa, tak menunggu lama mereka pasti akan langsung diproses dan dimasukkan ke dalam penjara. Maka wajar jika saat ini tengah berkembang isu bahwa Artis Nia Ramadhani dan suaminya tengah mendapatkan keistimewaan tersendiri di mata hukum.
Meski Kapolres Jakarta Pusat Kombes Hengki Haryadi telah menegaskan bahwa penyidik tetap akan memproses hukum terhadap Nia Ramadhani atas kasus penyalahgunaan narkotika tersebut (Merdeka.com, 10/7/2021). Tetapi bukan tidak mungkin masyarakat masih tetap merasa ragu akan hal itu.
Karena pada kenyataannya ketidakadilan dalam hukum memang sudah menjadi pemandangan biasa di tengah masyarakat. Jika pelaku kejahatan merupakan masyarakat menengah bawah, hukum begitu mudah ditegakkan. Namun, jika pelaku kejahatan berasal dari masyarakat menengah atas, hukum seolah tidak berlaku baginya. Bahkan meski mereka telah dibuktikan dengan nyata mengambil uang rakyat bermilyar-milyaran sekali pun, hukumannya malah dipangkas sedemikian rupa dengan alasan yang tidak masuk akal.
Sekularisme Meniscayakan Maraknya Penggunaan Narkoba
Sistem kehidupan yang dibangun atas landasan Sekularisme (memisahkan aturan agama dari kehidupan) sangat meniscayakan lahirnya para peyalahgunaan narkoba. Sebab, standar aturan kehidupan sekularisme bukan berasal dari halal/ haram tetapi semata bagaimana memenuhi tuntutan hawa nafsu.
Gaya hidup bebas yang berkiblat pada barat juga merupakan ciri khas dari sekularisme. Hidup hura-hura, pergaulan bebas tanpa batas, serta mabuk-mabukkan dianggap hal yang wajar bahkan disebut sebagai gaya hidup kekinian. Sehingga, siapapun yang tidak melakukan hal demikian dianggap ketinggalan zaman.
Disamping itu, sekularisme yang sebagian besar di adopsi negara-negara di dunia saat ini termasuk Indonesia juga telah melahirkan sistem hukum yang tidak bersifat menjerakan, inkonsisten dan tebang pilih. Standar pengambilan keputusan/ pembuatan sebuah aturan pun hanya berdasar pada asas untung dan rugi. Maka, wajar jika narkoba yang sudah jelas keharamannya bahkan disebut sebagai induk kejahatan sebab narkoba sangat lekat dengan segala bentuk kriminalitas, masih tetap marak pengedarannya hingga saat ini.
Sebab, bisnis narkoba dapat menghasilkan banyak keuntungan bagi para kapital/pemilik modal. Hukuman yang menjerat para pelaku narkoba pun tidak memberikan efek jera, terlebih jika pelakunya berasal dari kalangan atas semisal selebritis.
Islam Membrantas Narkoba dari Akarnya
Dalam Islam narkoba dipandang sebagai barang yang telah jelas keharamannya sebab merupakan zat penenang lagi memabukkan. Sebagaimana Nabi SAW. bersabda: “Rasulullah SAW melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan (Mufattir)”. [HR. Abu Dawud dan Ahmad].
Atas dasar ini pula memproduksi, mengonsumsi, maupun mendistribusikan narkoba yang sudah jelas keharamannya bisa disebut sebagai bentuk kejahatan (jarimah), yang tentu para pelakunya haruslah ditindak dengan tegas.
Dengan menerapkan aturan Islam yang berasal dari sang pencipta manusia sebagai aturan kehidupan, bukan suatu kemustahilan problem narkoba yang sejak dulu menjadi salah satu induk persoalan negara dapat dituntaskan dengan segera.
Sebagai salah satu langkah penting untuk menuntaskan persoalan narkoba, negara yang menerapkan sistem Islam akan membangun ketakwaan pada diri setiap individu dengan penerapam sistem pendidikan yang berbasis aqidah Islam. Dengan ini, setiap individu memiliki kesadaran untuk menjadikan halal/haram sebagai standar perbuatannya.
Selain itu, Islam juga memiliki sistem hukum yang tegas lagi menjerakan kepada para pembuat, pengguna, maupun pengedar narkoba tanpa mengenal bulu. Baik masyarakat menengah bawah, menengah atas, public figur, bahkan pemimpin sekalipun semuanya sama di mata hukum.
Hukum yang berlaku bagi para pelaku tersebut masuk dalam rana ta’zir. Maksudnya bentuk hukumannya ditentukan oleh khalifah dan Qadi (hakim) berdasarkan hasil ijtihad. Bentuk hukuman tersebut bisa berupa penjara 15 tahun, denda, hukuman cambuk, hingga hukuman mati.
Vonis hukum yang telah ditetapkan oleh hakim tersebut kemudian akan dieksekusi dengan segera. Sehingga resiko terjadinya negosiasi hukuman dapat dihindari. Namun, semua aturan nan sempurna ini tak dapat dirasakan kecuali jika Islam diterapkan dalan lingkup institusi daulah khilafah islamiyah.
Wallahu’alam Bisshawab.
Views: 17
Comment here