Opini

Bullying Marak, Butuh Solusi Tuntas

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Farah Nabilah Zahra (Pegiat Literasi)

wacana-edukasi.com, OPINI– Belakangan ini kasus kekerasan pada anak banyak terjadi di berbagai jenjang pendidikan. Sungguh ironi kasus yang menimpa anak-anak negeri. Anak-anak yang notabene sebagai generasi penerus bangsa, kini banyak mengalami kasus bullying. Yang menjadi sorotan kasus ini tidak terjadi sekali, namun berulang kali di tempat yang berbeda. Justru pelakunya adalah temannya sendiri dalam satu sekolah.

Dilansir dari republika(dot)co(dot)id, Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan, berdasarkan hasil Asesmen Nasional pada 2022, terdapat 36, 31 persen atau satu dari tiga peserta didik (siswa) di Indonesia berpotensi mengalami bullying atau perundungan.
Maraknya kasus perudungan dan kekerasan terhadap anak di lingkup pendidikan juga menjadi perhatian KPAI. Mereka menemukan kasus perundungan yang terjadi di sekolah dengan berbagai jenjang, hampir di banyak kota seperti Jakarta, Cilacap, Demak, Blora, Gresik, Lamongan, dan Balikpapan.

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), mayoritas siswa yang mengalami perudungan, atau yang sering disebut sebagai bullying, di Indonesia adalah laki-laki. Persentase kasus bullying di kategori siswa kelas 5 SD pada siswa laki-laki mencapai 31,6 persen, sementara siswa perempuan mencapai 21,64 persen dan secara nasional sebesar 26,8 persen.

Adapun presentase kasus bullying di kategori 8 SMP pada siswa laki-laki mencapai 32,22 persen, yang merupakan angka tertinggi di antara semua kategori kelas dan jenis kelamin. Sementara siswa perempuan mencapai 19,97 persen, dan secara nasional mencapai 26,32 persen.

Berbagai Program Pencegahan Pemerintah

Dalam rangka mengatasi kasus bullying, Puspeka sejak 2021 bekerja sama dengan UNICEF Indonesia untuk melaksanakan bimbingan teknik (bimtek) Roots pada 10.708 satuan pendidikan, melatih 20.101 fasilitator guru, dan membentuk 51.370 siswa agen perubahan.

Program Roots adalah sebuah program pencegahan kekerasan, khususnya perundungan sehingga selama dua tahun pelaksanaannya, program ini telah mendorong 34, 14 persen satuan pendidikan membentuk tim pencegahan kekerasan. Sebagai target pada 2023 ini, bahkan akan dilaksanakan Bimtek Roots secara luring dan daring pada 2.750 satuan pendidikan jenjang SMP, SMA, dan SMK, serta melakukan refreshment pada 180 orang fasilitator nasional.

Program Roots hanyalah salah satu program yang direncanakan untuk mengatasi perundungann. Prof Susanto selaku mantan Ketua KPAI periode 2017-2022. Beliau menginisiasi Gerakan Pelopor antibullying. Beliau menjelaskan bahwa untuk menjadi pelopor antibullying, peserta harus mengikuti ujian kompetenso dasar (TKD) antibullying dengan menjawab soal kompetisi online yang telah disediakan melalui sistem Sang Juara.

Kemudian hasil ujiannya akan diurutkan berdasarkan hasil peringkat. Peserta yang berhasil meraih Medali Emas akan mendapatkan Bimbingan Teknis Gratis Tingkat Nasional terkait Strategi Pencegahan Bullying yang efektif di Sekolah/Madrasah/Pesantren, disampaikan oleh narasumber terpilih dan tokoh nasional.

Permendikbud 46/2023 untuk mencegah dan menangani kekerasan terhadap anak di bidang pendidikan, pemerintah menerbitkan Permendikbud 46/2023. Namun, undang-undang ini baru diterapkan di beberapa sekolah. Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim mengatakan, masih banyak sekolah yang belum memahami atau bahkan mendapat informasi yang cukup tentang undang-undang baru tersebut.

Undang-undang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa setiap sekolah wajib memiliki satu pencegahan dan pengobatan anti kekerasan di dinas pendidikan. Selain itu, pemerintah diharuskan membentuk persone untuk mencegah dan menangani kekerasan.

Sekolah harus mempunyai fasilitas yang menunjang terciptanya keselamatan, ketertiban, dan kesehatan. Tentu saja, untuk mencegah kekerasan, sekolah diminta untuk memasang video pengawasan di sejumlah titik rawan tertentu oleh staf pengajar atau orang dewasa di dapertemen pendidikan.

Belum Solutif

Adanya peraturan dari pemerintah dalam Permendikbud 46/2023 maupun program antiperundungan, tetap belum mampu menyelesaikan persoalan bullying di dunia pendidikan secara totalitas. Mengapa demikian? Hal ini disebabkan kasus bullying merupakan kasus yang kompleks.

Ada banyak faktor yang melatarbelakangi kasus bullying tersebut. Mulai dari fenomena geng sekolah, kesalahan pengasuhan dalam keluarga, ataupun pengaruh negatif dari media. Sehingga bullying membutuhkan solusi yang tuntas hingga ke akarnya.

Pada faktanya, solusi yang sudah disajikan oleh pemerintah dalam bentuk Program Gerakan Pelopor antibullying tidak cukup untuk mengatasi bullying. Apalagi Bullying yang terjadi tidak hanya ungkapan verbal atau kekerasan fisik semata, melainkan sudah masuk dalam kategori tindak kriminal yang beresiko membuat nyawa korban melayang.

Butuh Solusi Tuntas dalam Islam

Jika dicermati, maraknya kasus bullying merupakan hasil dari diterapkan sistem sekuler dalam kehidupan termasuk di dunia pendidikan. Pelaku bullying yang notabene adalah teman satu sekolah sendiri menunjukkan salah satu bukti rusaknya output yang dihasilkan oleh sistem hari ini.

Sistem pendidikan yang sekuler menghasilkan output peserta didik yang memiliki pola pikir liberal dalam perilakunya. Asas liberalisme dalam berperilaku mengantarkan seseorang melakukan bullying. Sehingga tidak heran jika pelaku bullying melakukan tindakan kekerasan fisik maupun verbal terhadap korbannya.

Oleh karena itu, implementasi sistem sekuler justru semakin membuat kasus bullying ini semakin marak. Maka, solusi yang ditawarkan oleh pemerintah pun tidak mampu mengatasi bullying secara tuntas. Sebab solusi tersebut tidak mengakar.

Pencegahan bullying dapat dimulai dari keluarga. Maka, dibutuhkan penanaman aqidah yang kuat sejak kecil pada diri anak. Peran keluarga sangat besar di sini untuk membentuk kepribadian sang anak sehingga perilaku anak mengikuti standar Islam. Orang tua pun harus menjadi contoh yang baik bagi anak.

Bullying adalah problem sistemik yang membutuhkan kerja sama dalam mengatasinya. Kerja sama yang kuat antara keluarga, sekolah, dan masyarakat. Di mana semua elemen tersebut membutuhkan kekuatan dari sistem yang menaunginya. Hanya penerapan Islam kaffah semua elemen tersebut dapat mengatasi bullying hingga tuntas.

Wallahu’alam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 20

Comment here