Oleh :Fitri Ummu Hisbi
wacana-edukasi.com, OPINI– Entah apa yang ada di benak para pelajar di Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel), Sumatera Utara, tega menganiaya seorang nenek. Aksi penganiayaan ini viral di media sosial. Total ada 6 pelajar yang diamankan polisi terkait kasus ini. Saat diperiksa polisi, mereka mengaku iseng saat menendang korban. Aksi penganiayaan ini diketahui terjadi pada Sabtu (19/11). Dalam sebuah video yang beredar nampak awalnya para pelajar itu mendatangi korban. Memang tak terdengar jelas apa yang dibicarakan. Tak berlangsung lama, ada salah satu pelajar yang turun dari motor dan langsung menendang korban. Nenek itu pun terjatuh. Para pelajar itu bahkan terlihat tertawa terbahak-bahak usai melakukan perbuatannya. Saat ini, terkait keberadaan korban sudah berhasil ditemukan dan dibawa ke Mapolres Tapsel. Korban diduga ODGJ (orang dengan gangguan jiwa).
Sementara di Kota Bandung, aksi bullying atau perundungan kembali terjadi di lingkungan pendidikan. Seorang siswa di SMP Baiturrahman, menjadi korban. Aksi perundungan terekam dalam sebuah video yang viral di media sosial. Dalam video yang diunggah akun Twitter @DoniLaksono, tampak seorang siswa memasang helm pada korban. Kemudian pelaku menendang kepala korban hingga terjatuh. Rekan korban yang ada di dalam kelas tersebut hanya melihat aksi bully tersebut. Korban yang terjatuh juga dibiarkan dan malah ditertawakan rekan-rekannya. Dari narasi yang beredar, korban sempat dilarikan ke rumah sakit.
Bullying pelajar terhadap seorang nenek menggambarkan betapa buruk sikap pelajar tersebut. Ini menunjukkan kegagalan sistem pendidikan dalam mencetak anak yang berakhlak mulia, dan juga gagalnya sistem kehidupan, sehingga tak menghormati orang yang sangat tua. Di kasus lain, bulying antar pelajar tidak diselesaikan dengan tuntas, namun dengan kompromi, yang tidak memberi rasa keadilan kepada korban. Bahkan ada kecenderungan Sekolah merahasiakan kasus bullying, dan tidak menyelesaikan dengan tuntas. Fakta ini jelas kontradiksi dengan program sekolah ramah anak. Ketidaksiapan sekolah dalam program tersebut membuat sekolah justru menyembunyikan kasus.
Semua itu potret buruk sistem pendidikan Indonesia. Sekularisme telah mengubah nilai-nilai kehidupan masyarakat dalam tingkah laku. Sistem pendidikan hari ini dijauhkan dari agama, mulai dari pelajaran agama yang sangat sedikit, seragam muslimah yang dipersoalkan, hingga rohis di sekolah yang dianggap sebagai bibit terorisme. Akhirnya, pelajar pun kian jauh dari agama. Mereka terus terdidik untuk pintar dalam akademik agar bisa menjadi individu hebat yang bekerja di tempat bonafide, serta memiliki upah tinggi agar bisa hidup bahagia. Mereka pun tumbuh pintar tanpa disertai takwa. Dari sinilah bibit-bibit kejahatan besar ditanam.
Sejatinya remaja saat ini telah dirusak dari segala arah. Mulai dari serangan sekularisme liberal yang memisahkan agama dari kehidupan hingga kebebasan dalam menjalani kehidupan. Tentu, kebebasan yang dimaksud adalah kebebasan tanpa batas dalam segala aspek. Termasuk aspek bertingkah laku. Di sisi lain, derasnya informasi dari media yang seolah tak terkendali dengan konten-konten kekerasan di dalamnya, mulai dari game hingga film yang pada akhirnya mudah ditiru dalam kehidupan nyata. Selain pengaruh media yang begitu besar, diketahui bullying merupakan sebuah siklus, di mana para pelaku saat ini kemungkinan besar adalah korban dari pelaku bullying sebelumnya. Ketika menjadi korban, terbentuk pada benak mereka pemikiran yang salah. Pemikiran yang menganggap bahwa bullying dapat dibenarkan meskipun mereka merasakan dampak negatifnya sebagai korban. Apabila dibiarkan, akan terus-menerus terjadi dan memakan korban. Terlebih dunia pendidikan kita saat ini hanya mengandalkan penilaian di atas kertas. Prestasi demi prestasi dibanggakan namun jauh dari pembentukan kepribadian dan akhlak terpuji. Ini adalah buah dari sistem pendidikan sekuler. Maka wajar jika kerusakan pada remaja juga terus terjadi secara sistemik karena sistem yang ada baik sistem pendidikan, sistem pergaulan, sistem hukum, dan sistem informasi tidak mendukung untuk penjagaan remaja dari kerusakan.
Sungguh berbeda dengan sistem pendidikan islam. Secara umum, ada dua tujuan pokok sistem pendidikan Islam.
Pertama, membangun kepribadian islami, yakni pola pikir (akliah) dan pola sikap (nafsiah) bagi anak-anak umat. Akidah Islam adalah asas kehidupan setiap muslim sehingga harus dijadikan asas berpikir. Lalu keterikatan terhadap hukum syara sebagai konsekuensi dari akidah akan menjadi standar bagi manusia untuk mengatur tingkah lakunya, tidak akan ada ceritanya dalam Islam aksi perundungan yang dilakukan oleh pelajar karena mereka memahami bahwa apapun perbuatan yang dilakukannya akan dimintai pertanggungjawabannya oleh Allah swt.
Kedua, mempersiapkan anak-anak kaum muslim agar di antara mereka menjadi para ulama yang ahli di setiap aspek kehidupan, baik ilmu-ilmu keislaman (ijtihad, fikih, atau peradilan), maupun berbagai bidang sains (teknik, kimia, fisika, atau kedokteran). Di pundak para ilmuwan, pakar, dan ahli kelaklah, ada kesanggupan untuk membawa Negara dan umat Islam menempati posisi puncak di antara bangsa-bangsa dan negara-negara lain di dunia. Walhasil Negara akan menjadi pemimpin dan berpengaruh kuat dengan mabda Islam.
Itulah dua tujuan pokok pendidikan dalam sistem Islam,yang menjadikan akidah sebagai landasan dan mampu melahirkan generasi cemerlang dan berkepribadian mulia.
Maka mengembalikan tata kehidupan ini kepada tata kehidupan yang sesuai aturan Sang Pencipta yakni syariat Islam haruslah menjadi perhatian kita semua. Karena Islam adalah agama yang tidak hanya mencakup keimanan dan ibadah, namun memiliki tata aturan atau syariat yang begitu sempurna dalam penjagaan jiwa, akal, harta, dan kehidupan. Oleh karena itu, hanya dengan penerapan syariat Islam saja, kerusakan demi kerusakan yang terjadi di masyarakat bisa terobati, termasuk kasus bullying yang marak di kalangan remaja kita.
Wallahu a’lam bishowab.
Views: 53
Comment here