Penulis : Sri Indrianti (Pemerhati Sosial dan Generasi)
Wahai Al-Aqsho tercinta
Kami akan berjuang
Demi kebangkitan Islam
Kami rela berkorban
Demi Islam yang mulia
Untukmu, Palestina tercinta
Kami penuhi panggilanmu
Untukmu, Al-Aqsho yang mulia
Kami ‘kan terus bersamamu
Lagu dari Shoutul Harokah ini benar-benar menggetarkan hati. Menghentak jiwa dan menampar kesadaran kaum muslimin atas kondisi yang menimpa saudara seakidah di bumi para anbiya. Kiranya patut dipertanyakan keimanan jikalau tak terbetik sedikitpun simpati dan empati pada kepedihan masyarakat Palestina.
Ya, Palestina tengah diserang secara membabi buta oleh Israel. Tak peduli apakah masih anak-anak ataukah sudah dewasa, laki-laki atau perempuan, semuanya terkena imbas serangan Israel tersebut. Rudal-rudal diluncurkan meluluhlantakkan apapun yang terkena tembakannya.
Pada saat seluruh kaum muslimin berbahagia menyambut hari kemenangan yakni hari raya Idulfitri, tidaklah demikian yang dilakukan oleh rakyat Palestina. Kondisi yang sangat berkebalikan. Sebab rakyat Palestina tengah berjibaku menghadapi serangan Israel yang semakin liar. Serangan brutal yang telah dimulai semenjak hari-hari terakhir Ramadhan hingga detik ini tak berkurang sedikitpun.
Tak kuasa rasanya melihat dan membaca semua media yang memberitakan serangan Israel terhadap Palestina. Menurut data terbaru dari Kementerian Kesehatan, hingga Kamis 20 Mei 2021 jumlah korban meninggal di Gaza mencapai 220 orang, 63 diantaranya anak-anak. Sedangkan jumlah keseluruhan di wilayah Palestina tercatat 241 orang. (sindonews.com, 20/5/2021)
Dengan jumlah yang sangat banyak di pihak Palestina, kemanakah penguasa negeri kaum muslimin lainnya? Tak adakah dorongan simpati dan empati atas dasar akidah untuk bergerak membantu melakukan perlawanan terhadap Israel? Bukankah pasukan di negeri-negeri kaum muslimin jumlahnya sangat banyak dan terkenal akan ketangguhannya?
Konflik Berkepanjangan
Konflik yang terjadi antara Israel dan Palestina sudah terjadi sejak lama. Dimulai dari lemahnya kekuatan Khilafah Usmani mengakibatkan pada tahun 1918 Jendral Allenby dari Inggris berhasil merebut Palestina dari tangan Khilafah Usmani. Sekitar 100.000 pengungsi Yahudi korban bengisnya Hittler pun dipindahkan ke Palestina atas rekomendasi Amerika Serikat.
Semenjak itu rakyat Palestina senantiasa berada dalam mimpi buruk. Peperangan senantiasa berkobar tanpa ada satupun bantuan pasukan dikirim oleh penguasa dari negeri-negeri kaum muslimin. Wilayah Palestina pun semakin sempit hingga tinggal tersisa wilayah Gaza dan Tepi Barat. Dengan penuh kesewenang-wenangan Israel merebut tanah-tanah di Palestina yang notabene merupakan wilayah kaum muslimin.
Israel yang merupakan sekutu erat Amerika Serikat jelas mendapatkan dukungan dari negara adidaya tersebut. Tak ada sanksi kemanusiaan yang diterima atas serangan brutalnya Israel ke Palestina. Bahkan PBB sebagai lembaga internasional tak bisa berkutik menghadapi Amerika Serikat yang dengan terang-terangan menunjukkan dukungan terhadap Israel. Dilansir dari news.detik.com pada Selasa 18 Mei 2021 bahwa Amerika Serikat memblokir pernyataan gabungan dari Dewan Keamanan PBB yang menyerukan penghentian kekerasan antara Israel dan Palestina. Padahal saat itu Gaza terus digempur jet-jet Israel tanpa henti.
Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) pun nasibnya tak jauh beda dengan PBB. Negeri-negeri Islam yang tergabung dalam OKI tak ubahnya bagaikan singa ompong. Tak ada yang mampu diperbuat selain mengeluarkan kecaman terhadap Israel, termasuk Turki. Penguasa negeri-negeri kaum muslimin tersebut siap mengirimkan pasukan terbaiknya jika diminta PBB untuk menjalankan misi perdamaian. Para penguasa tersebut tak ada yang memiliki keberanian berinisiatif mengirimkan pasukan terbaiknya membantu rakyat Palestina melawan Israel.
Jika sikap para penguasa di negeri-negeri muslim yang senantiasa tunduk pada PBB dan negara adidaya, maka sampai kapan konflik Palestina-Israel akan berakhir?
Butuh Tindakan Nyata
Konflik Palestina-Israel yang terjadi tiada henti menanamkan luka yang mendalam pada diri kaum muslimin. Kaum muslimin di seluruh penjuru dunia tak mampu berbuat apa-apa selain mengirimkan bantuan logistik baik bahan pangan ataupun medis dan doa terbaik untuk saudara-saudara di Palestina. Tindakan tersebut merupakan tindakan terlemah yang bisa dilakukan oleh kaum muslimin. Walaupun tindakan terlemah, setidaknya masyarakat masih mau berkontribusi positif untuk menyalurkan bantuan.
Mengharapkan para penguasa di negeri-negeri kaum muslim mengirimkan pasukan untuk membantu rakyat Palestina melakukan perlawanan terhadap Israel bagaikan pungguk merindukan rembulan. Hal itu mustahil terjadi jika kaum muslimin belum bersatu. Yakni bersatu dalam institusi Khilafah dalam naungan Khalifah sebagai junnah.
Nabi Muhammad Saw bersabda:
”Sesungguhnya al-Imam (Khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan) nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll)
Sebagaimana yang dilakukan Khalifah Al Mu’tashim Billah yang demi melindungi kehormatan seorang muslimah mengerahkan ribuan pasukan menuju kota Ammuriah. Dari perang tersebut 9000 tentara Romawi terbunuh dan 9000 lainnya menjadi tawanan. Pun juga yang dilakukan oleh Khalifah Abdul Hamid II yang dengan tegas menolak permintaan Yahudi yang ingin menguasai tanah Palestina. Padahal kondisi Khilafah Usmani saat itu sudah melemah. Namun, Khalifah masih memiliki taring keberanian menolak upaya Yahudi yang penuh kelicikan tersebut.
Kiranya hal itu bisa dijadikan sebagai semangat untuk senantiasa berjuang demi tegaknya Islam di muka bumi ini. Sehingga keberadaan Khalifah sebagai junnah benar-benar akan terwujud dan mampu melibas siapapun yang berusaha menghancurkan kaum muslimin.
Wallahu a’lam bish showab.
Views: 9
Comment here