Oleh : Heny era
wacana-edukasi.com, OPINI– Nasib buruh kian pilu di tengah maraknya arus pemutusan hari kerja (PHK) buruh harus menerima kenyataan pahit perihal kebijakan yang baru saja pemerintah tetapkan, yaitu pemangkasan upah sebesar 25%. Regulasi tersebut tercantum dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 yang diteken Ida Fauziyah pada 7 Maret 2023, tersebut ada kriteria dan kategori beberapa perusahaan yang diperbolehkan menerapkan aturan ini. Beberapa perusahaan yang menerapkan aturan ini adalah perusahaan yang memproduksi alas kaki, barang kulit, furniture, mainan anak, dan tekstil (Batampos 17/03/2023).
Menurut Kemenaker, regulasi ini bertujuan untuk memberikan perlindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja pekerja/buruh, serta menjaga kelangsungan usaha perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar (CNBC Indonesia 18/03/2023).
Pemangkasan Upah Benarkah Jadi Solusi?
Berbagai cara kaum buruh lakukan untuk menolak aturan yang sangat merugikan bagi mereka, dengan cara demonstrasi atau bahkan akan melaporkan aturan tersebut pada Organisasi Buruh Internasional (ILO) agar dapat mempertahankan hak upahnya tanpa pemotongan. Selain itu aturan ini dipandang tak solutif untuk menahan gelombang PHK yang terjadi.
Seperti yang diungkapkan Koordinator BPJS Watch, Timboel Siregar, menganggap kebijakan pembayaran 75 persen dari upah yang biasa diterima buruh bukan solusi efektif untuk menekan angka PHK. Ia mengatakan saat ini hubungan kerja di industri padat karya berorientasi ekspor umumnya merupakan pekerja kontrak dan outsourcing. Sehingga perusahaan tetap dengan mudah memutus ikatan kerja. Sebaliknya yang rawan terjadi adalah upah yang kecil dengan minimnya jaminan pemutusan kerja (kumparan 19/03/2023).
Sungguh nasib para buruh makin mengenaskan dalam tatanan sistem ekonomi kapitalis. Mirisnya, negara justru membuat regulasi yang menguntungkan pengusaha. Permenaker No.5/2023 semakin menambah catatan kelam nasib para buruh, kaum buruh tengah mengalami deraan kezaliman dari berbagai kebijakan yang disahkan satu demi satu mulai dari kenaikan upah minimum yang di bawah inflasi, polemik jaminan hari tua (JHT) yang baru dicairkan pada usia 56 tahun, sistem outsourcing yang minim kesejahteraan hingga gelombang PHK. Belum lagi disahkannya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja yang dinilai merugikan buruh.
Angan-angan mendapatkan kesejahteraan pun pupus dengan disusulnya pamagkasan upah buruh oleh pengusaha kapitalis. Padahal kenyaatan di lapangan banyak buruh yang diupah di bawah UMK, lantas sekarang pemotongan upah justru dilegalkan, jelas upah buruh yang hanya bisa menutupi kebutuhan pokok kian tipis.
Kebijakan pemerintah ini semakin meyakinkan masyarakat terutama kalangan bawah keberpihakan pemerintah pada pengusaha kapitalis dibanding pada kaum buruh. Alibi solusi untuk menangani maraknya PHK hanya cara untuk memperdaya buruh padahal sejatinya penguasa sedang membela para pengusaha. Hal ini mudah saja terjadi karena dalam sistem kapitalisme para penguasa tunduk pada pengusaha kapitalis yang selama ini telah memberikan modal untuk mencapai takhta kepemimpinan, sehingga sebagai balas budi setiap regulasi yang dikeluarkan akan menguntungkan para kapitalis.
Nasib rakyat pun kian miris dalam sistem kapitalisme, nyatanya semboyan demokrasi untuk rakyat sebatas wacana. Serta pada hakikatnya melalui tangan penguasa para kapitalislah yang menjalankan roda pemerintahan, rakyat hanya dijadikan objek yang harus patuh pada setiap aturan meskipun menyengsarakan.
Beginilah jadinya jika hukum yang dianut merupakan hukum buatan tangan manusia bukan hukum dari sang pembuat hukum yaitu Allah ta’ala, maka akankah kita terus berkutik pada hukum yang tidak adil ini?
Islam Solusi Adil Antar Buruh, Pengusaha, dan Penguasa
Konflik antara buruh dan pengusaha terus saja bergulir tanpa adanya titik temu yang pasti, hal tersebut dikarenakan dalam sistem kapitalisme meniscayakan eksploitasi oleh pengusaha kapitalis terhadap kaum buruh. Posisi pengusaha dipandang lebih tinggi levelnya karena mempunyai banyak materi sedangkan kaum buruh dianggap rendah secara materi (kekayaan) sehingga harus patuh terhadap aturan yang ditetapkan.
Hal ini berbeda dengan islam yang sangat memperhatikan nasib para pekerja, sistem Islam akan mewujudkan keadilan antara pengusaha dan pekerja sebagaimana perintah dari Allah SWT.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya Allah memerintahkan berlaku adil dan berbuat ikhsan, pemberian kepada kaum kerabat, dan Dia melarang perbuatan keji, kemungkaran, dan penganiayaan. Dia memberi pengajaran kepada kamu agar kamu selalu ingat” (QS. An-Nahl (16): 90).
Kemudian keadilan sistem upah dalam Islam terwujud dengan cara memberikan upah pada pekerja sesuai manfaat yang mereka berikan, bukan hanya sesuai kebutuhan hidup dengan tolak ukur minimum. Karena upah/gaji merupakan hak pekerja dan kewajiban bagi pengusaha untuk ditunaikan pada tanggal yang telah disetujui. Kontrak (akad) yang disepakati bersifat adil dan rida di antara keduanya, Rida mengenai upah, jam kerja, jenis pekerjaan, dll.
Solusi yang Islam tawarkan akan membuat hubungan antara pengusaha dan pekerja bersifat harmonis tanpa adanya demonstrasi yang sering dilakukan para kaum buruh/pekerja karena haknya dirampas, tentu dengan dukungan pemerintah yang tidak berpihak pada pengusaha yang curang demi mendapatkan keuntungan. Sudah saatnya beralih kepada sistem Islam yang dapat memuliakan setiap manusia. Wallahu a’lam bish showab.
Views: 21
Comment here