Oleh: Suniangsih
Wacana-edukasi.com, OPINI-– Awal bulan Oktober sudah mulai memasuki musim penghujan. Datangnya musim hujan menjadikan kondisi lingkungan berada pada kelembaban yang tinggi, dan kondisi ini berpotensi pada berkembang biaknya nyamuk aedes aegypti yang menyebabkan demam berdarah dengue (DBD).
Apabila tidak melakukan langkah pencegahan sejak dini, maka akan sulit menghindari wabah DBD ini. Ditambah lagi dengan kurangnya kesadaran masyarakat akan bahaya penyakit yang disebabkan oleh nyamuk ini. Masyarakat umum masih menganggap sepele terhadap kondisi lingkungan dan minimnya informasi yang didapat tentang wabah DBD, sehingga akan memperbesar kemungkinan penyebaran penyakit DBD. Akan sangat berbahaya dampaknya jika masyarakat baru menyadari bahayanya wabah DBD ketika sudah ada banyak korban yang berjatuhan.
Menurut data yang dilansir dari pikiranrakyat.com, 13/12/2024, Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bandung, kasus DBD mencapai 2541 kasus. Dan korban yang meninggal diketahui sebanyak 37 orang. Jika melihat angka tingginya kasus dan sampai banyak mengakibatkan kematian seperti ini, tentu saja ini tidak boleh dianggap sepele. Apalagi penyakit demam berdarah dengue (DBD) terdata belum ada obatnya. Ini perlu penanganan yang sangat serius, dan ini tidak bisa hanya ditangani oleh satu pihak saja, akan tetapi memerlukan penanganan secara sistemik.
Karena wabah DBD ini penyebabnya adalah nyamuk yang berkembang biak digenangan air seperti bak-bak penampungan air atau pada sampah, selain itu juga kondisi lingkungan yang tidak memiliki sistem pembuangan air yang baik, kemudian juga tingginya kepadatan penduduk suatu wilayah maka seharusnya penyebaran penyakit ini mampu diatasi oleh koordinasi yang baik antara masyarakat dan pemerintah.
Sehingga jika masyarakat serius dalam menanganinya, DBD dapat dicegah. Mulai dari individu, lingkungan masyarakat dan tentu saja peran negara yang lebih berkuasa untuk mengeluarkan program-program dan kebijakan untuk kesehatan warganya. Langkahnya bisa diawali dari upaya setiap individu yang memiliki kesadaran untuk menjaga kebersihan lingkungan, menghindari kebiasaan menyimpan air di dalam rumah tanpa penutup (karena itu bisa menjadi sarang nyamuk), serta mengikuti kampanye kesadaran DBD agar dengan bertambahnya pengetahuan dan informasi tentang DBD akan meningkatkan kewaspadaan jika terjadi tanda-tanda penyakit DBD datang.
Kedua, meningkatkan upaya kesadaran masyarakat dan ini tentu harus ada kerjasama seluruh anggota masyarakat untuk memperhatikan kebersihan lingkungannya, misalnya dengan gotong royong mengatasi got-got pembuangan air atau pembuangan sampah. Bisa juga dengan membuat komunitas pencegahan wabah DBD bersama.
Upaya tingkat tertinggi adalah tindakan yang diambil oleh negara. Pemerintah wajib mengerahkan segala upaya untuk menjaga kesehatan warganya. Terutama menciptakan lingkungan yang layak untuk ditinggali, misalnya melaksanakan fogging dalam rangka membunuh nyamuk dewasa secara luas, membentuk satgas DBD sebagai tim tanggap cepat untuk mengawasi dan menangani wabah, dan banyak lagi.
Sayangnya upaya-upaya tersebut seakan-akan banyak terkendala sehingga hasilnya tidak signifikan. Akibatnya korban wabah DBD tiap tahun selalu terjadi bahkan semakin meningkat tiap tahunnya.
Karena pencegahan wabah ini terkait sistemik maka perlu solusi sistemik juga, dan yang paling benar adalah ketika solusi itu diambil dari sistem politik Islam. Karena hanya dengan penerapan Islamlah masyarakat akan terikat dengan aqidah Islam, begitu pula pemimpinnya akan hadir sebagai pelaksana syariah Allah Subhanahu Wa Ta’ala.
Syariat Islam terhadap kesehatan banyak dibahas dalam hadist-hadist yang disabdakan oleh Rasulullah SAW. Hal tersebut pun menjadi bagian integral dari sistem kehidupan Islam, yang wajib diterapkan oleh individu maupun penguasa.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Janganlah salah seorang dari kalian buang air di air yang tergenang.” (HR. Ashhab Sab’ah).
Ada pula larangan membuang kotoran dijalan.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Jauhilah tiga hal yang dilaknat, yaitu buang air dan kotoran di sumber/saluran air, di pinggir atau di tengah jalan, dan di tempat berteduh.” (HR. Abu Dawud).
Hadist tersebut mengisyaratkan pengelolaan sampah dan limbah. Sehingga hal ini wajib dilaksanakan oleh setiap individu, dan penguasa wajib memfasilitasi agar rakyatnya melaksanakan hadist tersebut.
Penerapan hadist ini pernah terjadi dimasa kegemilangan Islam. Yaitu tata kota di Baghdad dahulu yang menggunakan sistem drainase dan sanitasi yang baik. Dimana pada masa itu, Eropa masih berada dalam masa kegelapan dan Islam menjadi role model dalam bidang tata kelola kota. Kebijakan dalam politik Islam akan kesehatan dapat terealisasi karena kesehatan merupakan kebutuhan dasar. Maka negara wajib memenuhi kebutuhan tersebut, jika tidak dipenuhi, maka akan mendatangkan bahaya bagi masyarakat.
Rasulullah ﷺ bersabda, “Siapa saja di antara kalian yang berada di pagi hari sehat badannya, aman jiwa, jalan dan rumahnya, dan memiliki makanan untuk hari itu, maka seakan ia telah diberi dunia dan seisinya.“ (HR. Bukhari dalam Adab al Mufraad).
Selain upaya kesehatan, kebijakan politik Islam pun fokus pada kemaslahatan umat. Di antaranya untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat, karena dengan kekuatan ekonomi, rakyat akan bisa hidup dengan sehat, akan mampu memenuhi nutrisi gizi makanannya sehari-hari agar meningkatkan imun tubuh. Bahkan jika taraf ekonominya tinggi, masyarakat akan mampu membangun sendiri rumah layak huni sehingga terpenuhi lingkungan yang asri dan indah.
“Sesungguhnya Allah Maha indah dan mencintai keindahan, Maha bersih dan mencintai kebersihan, Maha mulia dan mencintai kemuliaan, karena itu bersihkanlah rumah dan halaman kalian dan janganlah kalian menyerupai orang-orang Yahudi.” (HR at Tirmidzi dan Abu Ya’la)
Dengan sistem Islam yang mengedepankan ketakwaan pada diri setiap individunya, masyarakat dan sampai kepada jajaran pemerintahnya maka menjaga lingkungan dan mencegah wabah DBD akan dapat terlaksana dengan tuntas.
Views: 18
Comment here