Oleh: Azizah,S.Pd.
Selama satu tahun terakhir, Zionis Yahudi terus-menerus membombardir Jalur Gaza. Sebagian besar bangunan sekolah telah hancur. Hal ini dilaporkan oleh Kantor Media Pemerintah Gaza, dengan mengutip pernyataan dari Kementerian Pendidikan dan Pelatihan di Gaza. Sementara ada 625.000 anak tidak bersekolah sejak perang meletus. Lebih dari 350 sekolah hancur akibat serangan Zionis Yahudi. Dua belas lembaga pendidikan tinggi di Gaza rusak atau hancur, sehingga mengganggu pendidikan universitas, tutur kantor berita Palestina Wafa (Sindonews, Agustus 2024).
Anak anak Palestina juga mengalami bencana kelaparan. Mereka mengais sisa sisa makanan di tumpukan sampah. Banyak juga dari mereka yang mengalami gizi buruk. Bahkan banyak dari mereka yang meninggal karena menderita kelaparan akut.
Bukan hanya kelaparan dan ketakutan, rasa trauma juga menghantui mereka. Rumah mereka tiba tiba saja dibom. Pindah ke tempat lain juga tidak kalah bahayanya. Pertanyaannya adalah, kapan penderitaan mereka berakhir ? Kapan mereka bisa menikmati kebersamaan dengan keluarga ? Kapan mereka bisa bersekolah lagi tanpa ada rasa khawatir? Kapan mereka bisa menikmati makanan yang bergizi ? Dan masih banyak lagi harapan yang mereka impikan.
Amerika Mendukung Penuh Zionis
Siapapun yang mengingkari adanya genosida oleh Zionis Yahudi terhadap warga Palestina, kalaupun dia hidup seolah olah dia sudah mati, kalaupun di punya mata tapi matanya tidak lagi bisa melihat. Amerika sebagai negara pendukung utama Zionis Yahudi tidak lagi menggunakan akal sehat dan ukuran ukuran rasional. Padahal asa mahasiswa dari universitas universitas terkemuka di AS jelas menolak adanya genosida ini. Para pakar juga menyatakan bahwa serangan Zionis Yahudi terhadap Palestina adalah genosida dan pembersihan etnis. Jelas ini juga bertentangan dengan konsep HAM yang selama ini mereka agung agungkan.
Dukungan AS terhadap Zionis Yahudi begitu nyata dalam upayanya untuk melakukan perampasan wilayah Palestina. Miliaran dolar telah digelontorkan AS guna membiayai perang yang sedang berlangsung. AS memiliki alasan kuat untuk membantu Zionis Yahudi. Dalam sejarahnya, keberadaan entitas Yahudi di Palestina merupakan rencana besar AS di Timur Tengah dalam rangka mereduksi pengaruh para pesaingnya di Timur Tengah yakni Inggris dan Perancis, selain itu Zionis Yahudi akan mendapat dukungan yang jauh lebih besar untuk menguasai bukan hanya Palestina, Gaza, Tepi Barat dan Hebron namun juga Lebanon, Suriah, Irak dan Iran jika Donald Trump terpilih kembali menjadi Presiden AS 2024. (Tempo.co, 9 Nov 2024)
Menoleh pada sejarah, tidaklah bisa dilepaskan dari adanya sebuah persetujuan yang dzolim yakni deklarasi Balfour. Dengan deklarasi ini dibagilah tanah Palestina menjadi dua bagian. Sebagian untuk pemilik asli tanah Palestina. Sebagian lagi untuk penjajah Zionis Yahudi. Deklarasi ini dibuat pada tahun 1947. Perjanjian ini diprakarsai oleh PBB. Sementara PBB pada saat itu dikendalikan oleh Inggris dan Amerika. Seiring meredupnya Inggris, Amerikalah sebagai negara Super Power menjadi satu satunya pengendali PBB. Dengan adanya Zionis Yahudi maka eksistensi AS di Timur Tengah akan senantiasa terjaga.
Secercah Harapan Ada Pada Jihad Dan Khilafah
Dunia Islam sebenarnya punya alasan yang kuat untuk menghukum Netanyahu. Ada sekitar 33 Resolusi yang telah dikeluarkan oleh PBB. Seandainya Resolusi itu memang bisa diterapkan sekaligus para penguasa muslim tidak dihinggapi penyakit cinta dunia dan takut mati. Menghadapi kekejian Israel, sudah mengharuskan adanya kekuasaan Islam yang menyerukan jihad fi sabilillah. Tidak ada jalan lain bagi Palestina kecuali Khilafah Islamiyah.
Dengan Khilafah, sekat nasionalisme akan tercerai, persatuan kaum muslim akan terwujud. Akidah Islam menjadi fondasi kekuatan Islam. Khalifah akan menyerukan jihad memerangi musuh musuh Islam. Hanya jihad dan Khilafah solusi mendasar dan satu satunya untuk Palestina dan negeri muslim lainnya yang masih terjajah. Memberi tanah kepada Zionis Yahudi adalah bentuk kesewenang wenangan. Palestina merupakan tanah kharajiah yang diperoleh dengan darah dan air mata kaum muslim. Selamanya Palestina akan menjadi milik kaum muslim.
Zionis Yahudi tidak akan bisa dihadapi dengan diplomasi ataupun gencatan senjata. Cara yang membuat mereka gentar tidak lain adalah dengan perang. Inilah yang harusnya dilakukan pada saat ini sebagai wujud dari pelaksanaan kewajiban sebagai sesama muslim. Masalahnya, selama masih ada sekat nasionalisme di tengah tengah umat Islam maka jihad untuk mengusir Zionis Yahudi akan sulit untuk diwujudkan.
Khilafahlah yang akan menyatukan umat Islam sekaligus menghapus sekat sekat nasionalisme. Dengan Khilafah, maka jihad adalah hal yang mudah yakni perang melawan kaum kafir dalam menegakkan agama Allah SWT. Ketika saudara-saudara kita diperangi, sesungguhnya kita wajib untuk membela dan menolong mereka. Sedangkan Khalifahlah yang akan menjadi komando jihadnya.
Sudah sepantasnya para penguasa Muslim di Arab dan Dunia Islam mengirimkan tentara mereka untuk berjihad bersama para mujahidin Palestina demi mengusir kaum Yahudi penjajah dari wilayah Palestina. Sungguh ini amalan yang pahalanya luar biasa. Sebuah dosa dan penghianatan apabila tentara Muslim berdiam diri dan berpangku tangan. Inilah yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khathab ketika mengirimkan tentara ke Syam untuk membebaskan Baitul Maqdis (Palestina) dari penguasa Romawi. Setelah melalui perang berbulan-bulan maka pasukan Romawi menyerah dan kunci Baitul Maqdis diserahkan kepada Khalifah Umar oleh pendeta Sofronius. Itu pula yang dilakukan oleh Panglima perang Shalahuddin al-Ayyubi ketika membebaskan kembali Baitul Maqdis dari tentara salib.
Views: 6
Comment here