Oleh: Sri Wahyu Indawati
wacana-edukasi.com, OPINI– PT PLN (Persero) membuka kolaborasi dalam membangun 9 (sembilan) Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) dengan total kapasitas diperkirakan mencapai 260 megawatt (MW). Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengatakan, langkah ini sebagai bentuk dukungan penuh kepada Pemerintah dalam mengakselerasi transisi energi demi mencapai target net zero emission di tahun 2060.
Adapun 9 lokasi geothermal yang akan segera dikembangkan PLN, yakni Tulehu di Maluku Tengah, Atadei di Nusa Tenggara Timur, Songa Wayaua di Halmahera Selatan, Tangkuban Perahu di Jawa Barat, Ungaran di Jawa Tengah, Kepahiang di Bengkulu, Oka Ile Ange di NTT, Gunung Sirung di NTT, Danau Ranau di Sumatera Selatan dan Lampung Barat (pontianak.tribunnews.com, 27/03/2023).
Darmawan mengatakan, PLN selaku pemegang Izin Panas Bumi (IPB) di Indonesia telah mendapat mandat dari undang-undang untuk mengembangkan potensi geothermal sebaik-baiknya. Saat ini, PLN telah menyiapkan detail studi 3G (Geology, Geochemistry dan Geophysics) untuk pembangunan WKP. Darmawan melanjutkan, kolaborasi menjadi kunci penting pengembangan potensi panas bumi yang tersebar di berbagai wilayah. Hal ini menyangkut studi kelayakan, pembangunan fasilitas panas bumi dan konversi energi dari sumber panas bumi. Untuk itu, Darmawan mengajak setiap pihak yang berminat termasuk perusahaan lokal, perusahaan luar negeri dan investor dalam maupun luar negeri untuk menjadi partner strategis PLN dalam pengembangan WKP di Indonesia. “Kami di PLN membuka kolaborasi seluas-luasnya untuk seluruh pihak yang berminat bisa bergabung. Di sini kita akan bersama-sama tidak hanya membangun bisnis yang saling menguntungkan tetapi juga memproduksi energi yang ramah lingkungan,” tutup Darmawan.
Akselerasi transisi energi merupakan upaya untuk beralih dari sumber energi fosil yang terbatas dan berdampak negatif terhadap lingkungan menjadi sumber energi yang bersih, terbarukan, dan berkelanjutan. Salah satu sumber energi yang bersih dan terbarukan adalah energi panas bumi. Pengembangan sumber energi panas bumi dapat mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil, sehingga dapat mengurangi emisi gas rumah kaca dan dampak lingkungan lainnya.
Namun, pengembangan sumber energi panas bumi juga memiliki tantangan dan risiko tersendiri. Misalnya, biaya pengembangan proyek yang relatif tinggi, perlu sumber daya manusia yang berkualitas, ketergantungan pada kondisi geologi, dan pengaruh terhadap lingkungan setempat seperti kerusakan tanah dan air, serta adanya risiko aktivitas geotermal yang dapat menimbulkan dampak gempa bumi dan vulkanisme.
Pemerintah Indonesia mengalami keterbatasan anggaran, sehingga pemerintah membuka peluang bagi perusahaan baik dalam maupun luar negeri untuk berinvestasi dengan konsep bisnis. Melibatkan perusahaan dalam akselerasi transisi energi memiliki risiko dan bahaya tertentu. Perusahaan cenderung memprioritaskan profitabilitas mereka daripada kepentingan lingkungan atau masyarakat. Jika transisi energi tidak menguntungkan bagi perusahaan, mereka mungkin akan mengabaikan dampak lingkungan dan sosial yang ada demi keuntungan.
Pengembangan sumber energi baru juga dapat mempengaruhi masyarakat lokal, seperti pemindahan lahan atau kerusakan lingkungan yang dapat mempengaruhi mata pencaharian dan kesejahteraan mereka. Walau proyek ini membuka peluang lapangan pekerjaan yang baru, hal ini akan berdampak pada pekerja di industri energi fosil dan tingkat mutu sumber daya manusia di Indonesia yang justru membuka peluang bagi Tenaga Kerja Asing (TKA).
Teknologi Indonesia yang belum mumpuni juga berpotensi membeli teknologi dari luar dengan harga yang fantastis besar. Jangan sampai demi mengejar obsesi daya saing Indonesia dalam bisnis global, kebijakan pemerintah dikendalikan oleh kapitalis global. Perusahaan berinvestasi memerlukan kebijakan dari pemerintah untuk memudahkan investor bermain dalam proyek sumber energi terbarukan, seperti insentif fiskal atau peraturan yang mempromosikan penggunaan energi terbarukan. Perubahan kebijakan yang tidak terduga dapat mempengaruhi investasi dan bisnis perusahaan. Oleh sebab itu, ini akan menjadikan pemerintah cenderung memenuhi permintaan investor agar investasi tetap berjalan. Tata kelola negara berbasis investasi bisnis profit oriented hanya akan menguntungkan segelintir kapitalis dan oligarki, menambah kesengsaraan hidup rakyat.
Kita memang membutuhkan berbagai inovasi untuk mencapai going concern umat yang lebih baik. Namun diperlukan tata kelola yang benar dan tepat oleh negara. Mengingat dalam sebuah hadist Rasulullah SAW yang pernah direalisasikan dalam negara Khilafah bahwa “Kaum Muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air, dan api.” (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Hadits tersebut menyatakan bahwa kaum Muslim (manusia) berserikat dalam air, padang rumput, dan api juga bahwa ketiganya tidak boleh dimiliki oleh individu/swasta/investor.
Menurut data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) dan Auriga per agustus 2022, 94,8% lahan Indonesia dikuasai korporasi. Jika Indonesia independen mengelola sendiri SDA serta tidak menggantungkan sumber pendanaan dari pajak dan hutang luar negeri berbasis ribawi (bunga majemuk), tentu Indonesia akan memiliki pendanaan yang kuat dan akan memberikan kesejahteraan bagi rakyatnya. Sudah saatnya mekanisme pendanaan syar’i diterapkan oleh negara, yaitu mengusung sistem Baitul Mal dalam pendanaan dan pengelolaan harta. Namun, mekanisme ini harus dijalankan secara kaffah (total) dalam sistem negara Khilafah.***
Views: 8
Comment here