Oleh Mahganipatra (Pegiat Literasi dan Aktivis Forum Muslimah Peduli Generasi)
wacana-edukasi.com — Di tengah badai perceraian yang terus meningkat tiap tahun serta gencarnya upaya-upaya pelegalan pernikahan kaum pelangi yang terus menuntut agar dapat legalitas dari pemerintah. Kini muncul fenomena paham childfree yaitu suatu paham yang dipilih oleh seseorang atau pasangan untuk memutuskan tidak memiliki anak. Isu ini mulai banyak dipertanyakan dan menjadi pembahasan di media sosial maupun masyarakat setelah aktivis, penulis, pembicara, dan influenser ternama Gita Savitri dan Cinta Laura, secara terbuka menyampaikan pilihannya untuk tidak memiliki anak.
Menurut Gita yang dilansir dari kompas.com, Lebih gampang tidak memiliki anak dibandingkan dengan punya anak. Karena banyak banget hal preventif yang bisa dilakukan untuk tidak punya anak.
Sementara Cinta Laura mengungkapkan bahwa dirinya lebih memilih untuk mengadopsi anak, dibandingkan harus melahirkan anaknya sendiri, mengingat telah menumpuknya jumlah populasi manusia di bumi.
Pendapat ini tentu saja menuai pro dan kontra diberbagai kalangan masyarakat terutama generasi seperti gen z yang cenderung mengarah pada pro. Sementara untuk generasi tua menganggap bahwa kehadiran anak memiliki nilai penting dalam hakikat ikatan sebuah hubungan. Kehadiran anak merupakan harapan bagi keluarga besar sekaligus sebagai aset dan penerus generasi. Dengan kehadiran anak di masa yang akan datang diharapkan mampu membantu secara ekonomi keluarga terutama orang tua. Mereka berharap saat anak dewasa mampu berbakti kepada orang tua dalam wujud memperhatikan dan merawat mereka di usia senja.
Maka pilihan seseorang atau pasangan ketika memutuskan childfree mendapat penentangan yang sangat keras (kontra). Namun di sisi yang lain juga tak jarang yang kurang peduli dengan fenomena ini. Menurutnya itu keputusan masing-masing.
Munculnya paham childfree dikalangan pasangan muda dan menjadi tren penyebabnya ada beberapa alasan diantaranya adalah:
1. Keputusan childfree merupakan keputusan yang diambil secara sadar. Artinya bahwa keputusan ini terjadi melalui proses panjang adanya diskusi dan pembicaraan antara pasangan.
2. Keputusan ini diambil dari waktu ke waktu, bukan karena dipengaruhi satu peristiwa. Hal ini menggambarkan bahwa keputusan childfree merupakan keputusan yang dipengaruhi oleh lingkungan pengasuhan berupa pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan, sikap pribadi, percakapan dengan pasangan berupa hasil dari mengamati orang-orang yang memiliki anak kemudian mereka mengambil asumsi dan kesimpulan sepihak.
3. Karena tidak tertarik memiliki anak dan tidak suka dengan perubahan ritme kehidupan saat memiliki anak. Bagi para penganut childfree mereka memandang orang-orang di sekeliling mereka yang memiliki anak terlihat tidak bahagia dan stres dengan kesibukan mengurus anak-anak.
4. Ingin membangun hubungan lebih dekat dengan pasangan. Dengan alasan ini para penganut paham childfree memilih memfokuskan cinta mereka kepada pasangan.
5. Menganggap bahwa anak merupakan pembatas dalam menggapai keinginan dalam hidup.
6. Memandang bahwa childfree sebagai keputusan bertanggung jawab. Mereka berpikir mereka telah peduli terhadap lingkungan, menurut mereka kehadiran anak akan berdampak pada lingkungan, konsumsi berlebihan, dan meningkatnya populasi dunia.
Alasan ini senada dengan alasan yang dikutip dari uns.id yang menyatakan bahwa seseorang memutuskan childfree biasanya terkait dengan masalah personal, finansial, latar belakang keluarga, kekhawatiran akan tumbuh kembang anak, isu atau permasalahan lingkungan, hingga alasan terkait emosional dan insting keibuan.
Asal Usul Paham Childfree
Gencarnya upaya-upaya Barat dalam mempromosikan ideologi dan budayanya ke tengah-tengah umat Islam untuk mempengaruhi generasi muda harus diwaspadai. Termasuk konsep childfree atau kondisi pasangan suami istri yang memutuskan untuk tidak memiliki anak.
Di masyarakat Barat isu ini bukan isu yang asing. Isu ini lahir dari konsep paham feminisme yang menggaungkan politic of body , the right of body atau politik tubuh yaitu sebuah konsep yang dibawa oleh para feminis radikal salah satunya adalah konsep hak-hak reproduktif. Mereka menuntut pengakuan tersebut sebagai pengakuan hak dasar semua pasangan dan individu untuk menentukan secara bebas dan bertanggung jawab dalam hal jumlah, jarak dan pemilihan waktu untuk anak mereka dan untuk dapat memperoleh informasi dan cara untuk melakukannya, dan hak untuk mencapai standar kesehatan seksual dan reproduktif tertinggi. Hak-hak ini juga termasuk hak semua orang untuk membuat keputusan mengenai reproduksi tanpa diskriminasi, paksaan dan kekerasan.
Ide dan filosifi feminisme telah nyata-nyata merusak dan mempengaruhi tatanan keluarga di masyarakat Barat itu sendiri. Hal ini terbukti dengan kondisi masyarakat Barat yang mengalami depopulasi yang semakin kuat karena generasi muda tidak lagi tertarik berkeluarga atau memiliki anak.
Bahkan dibeberapa negara mulai mengambil kebijakan untuk mendorong tingkat populasi masyarakat dengan memberikan tunjangan anak untuk setiap pasangan sebagai upaya menanggulanginya krisis tersebut.
Dengan demikian, maka hal yang sangat penting bagi generasi muda khususnya generasi muslim untuk selalu melakukan filter pada setiap paham yang masuk ke dalam adat budaya masyarakat. Apakah sesuai dengan adat, budaya dan agama yang kita yakini yaitu agama Islam. Karena sesungguhnya Islam bukan sekadar agama tetapi juga sebagai sebuah ideologi yang memiliki seperangkat aturan yang akan menyelesaikan setiap problematika manusia ketika aturan-aturan Islam di terapkan secara kaffah oleh sebuah institusi negara yaitu Khilafah.
Childfree Dalam Pandangan Islam
Hendaknya menjadi sebuah bahan renungan bagi mereka yang memutuskan untuk memilih childfree.
“Seandainya dulu orang tua kita memutuskan untuk childfree, maka mustahil kita ada di dunia ini.”
Oleh sebab itu selayaknya mereka melakukan introspeksi diri saat memutuskan untuk childfree. Bahwa walaupun keputusan childfree merupakan keputusan asasi setiap manusia, namun pilihan tersebut sangat egois dan bertentangan dengan fitrah manusia. Yaitu naluri nau atau naluri kasih sayang. Salah satu penampakan dari naluri ini adalah terbentuknya sebuah ikatan suci pernikahan dengan tujuan melestarikan kehidupan manusia. Maka ketika pasangan memutuskan childfree bukan hanya melibatkan pasangan akan tetapi juga melibatkan keluarga besar dari pasangan. Tentu saja tidak akan pernah ada keluarga yang mengharapkan garis keturunan keluarga mereka punah.
Memiliki anak adalah fitrah manusia dan kebahagiaan bagi orang tua. Apapun alasan yang dikemukakan patut kita camkan bahwa Allah Ta’ala yang lebih mengetahui bagaimana cara manusia hidup berbahagia dengan kebahagiaan hakiki, bukan kebahagiaan semu semata. Konsep kehidupan selain dari konsep Islam yang Allah Ta’ala turunkan hanyalah membawa kepada kesengsaraan yang terlihat seolah-olah kebahagiaan. Allah Ta’ala yang menciptakan manusia dan seluruh alam semesta sehingga Allah Ta’ala yang paling tahu konsep dan cara untuk berbahagia.
Alasan-alasan yang disampaikan oleh para pengusung paham childfree adalah alasan utopis dampak dari sebuah paham Barat yang rusak dan merusak. Mereka terbius oleh racun feminisme yang dengan sengaja dijajakan ke tengah kaum muslim sebagai senjata untuk melemahkan generasinya agar jauh dari pemahaman syariat Islam. Jika hal ini terus dibiarkan maka hal yang sama akan terjadi pada dunia Islam. Kehilangan jadi diri sebagai muslim dan juga akan mengalami depopulasi generasi muslim.
Tentu, kita tidak berharap demikian. Wajib bagi kaum muslim untuk menolak segala bentuk pemahaman yang bertentangan dengan Islam dan terus berjuang mendakwahkan Islam. Agar Islam kembali diterapkan secara kafah dalam seluruh sistem kehidupan bernegara dan berbangsa.
Wallahu a’lam bishshowab
Views: 100
Comment here