Bahasa dan SastraCerpen

Cinta dalam Diam

blank
Bagikan di media sosialmu

By: Endah Susilawati

Angin malam mulai terasa menusuk kulit. Kubiarkan diri ini tenggelam dalam gelapnya malam. Bayangan itu terus mengikuti setiap langkah hidupku. Mengingatkan masa lalu yang begitu menyakitkan. Muncul benih-benih dendam, entah siapa yang salah aku pun tak mengerti dan sulit untuk melupakan.

Kelahiran memang bukan pilihan. Aku terlahir bungsu dari empat bersaudara. Saat kecil, aku dan keluarga tinggal di kampung yang begitu indah hingga aku bebas bermain. Namun sikap Ayah sangat keras dan ringan tangan. Pukulan sudah terbiasa mendarat ditubuhku.

Berbeda dengan kakak, ayah tidak pernah kasar kepadanya, entah mengapa semua bisa terjadi. Berulang kali aku bertanya kepada ibu namun jawaban ibu tetap sama, sabar dan sabar.

Tak terasa waktu berjalan begitu cepat. Aku tumbuh menjadi gadis tomboy. Mungkin terpengaruh karena didikan ayah. Semenjak ayah dan ibu wafat serta ketiga saudaraku menikah, kini aku tinggal sendirian di kota untuk melanjutkan kuliah.

Sejak awal kuliah aku bertemu Dinda. Melihat gayanya dan caranya bergaul dengan teman – teman yang tidak membeda – bedakan satu sama lainnya. Tanpa kusadari telah tumbuh getaran cinta dihatiku padanya. Setiap bersamanya aku merasakan cinta yang mampu menumbuhkan harapan, mengobati luka terdalam dan melupakan masa lalu yang mampu menembus batas ruang dan waktu.

Namun sayang cinta itu tertolak sebab Dinda mencintai orang lain dan hidup bahagia bersamanya. Cinta itu membuat rasa ini semakin luka dan hampa.

Setelah lulus kuliah aku memutuskan untuk merantau dan meninggalkan semua kenangan pahit.

===============

Papua tanah rantau yang aku pilih. Kubuka lembaran baru dalam hidup, disini aku mulai bekerja untuk menyambung hidup. Kujalani hari-hari seperti orang pada umumnya. Aku mulai merasa nyaman tinggal disini banyak teman dan bahagia dengan kehidupan baru di perantauan.

Tak terasa empat bulan berlalu aku hidup di perantauan. Disini aku berteman dengan seorang gadis berhijab bernama Zahra. Dia teman sekantorku yang juga satu kost denganku. Zahra berparas cantik dan baik akhlaknya. Dia berbeda dengan yang lain. Orangnya cerdas, pintar dan wawasannya luas. Aku merasa kagum dan selalu nyaman jika bersamanya. Hampir setiap hari aku selalu bersamanya, lambat laun kekaguman ini berubah menjadi benih-benih cinta.

Aku kembali merasakan cinta yang tak biasa. Entah apa yang terjadi pada diri, semakin berusaha melupakan semakin bergejolak rasa ini. Akhirnya kuberanikan diri untuk jujur padanya tentang perasaanku. agar tak terulang kembali karena tidak mengungkapkan perasaanku.

Hujan rintik-rintik dalam keheningan malam menambah kegalauan hati. Kulangkahkan kaki ketika melihat Zahra duduk sendirian di teras.

“Za, boleh aku duduk disini ?”

“Boleh Lia. Justru aku senang kita bisa ngobrol, di kantor kan kita tidak bisa ngobrol”

Aku terdiam sesaat, jantungku dag dig dug. Aku ragu untuk berkata jujur, namun dorongan untuk mengungkap perasaanku begitu kuat, membuat tangan ku gemetar .

“Maaf ya Lia, aku perhatikan kamu gelisah sekali akhir-akhir ini apa sedang ada masalah ?”

Aku semakin gugup saat mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh Zahra. Apa kira-kira yang ada dalam pikirkannya?.

Kutarik nafas panjang, kudekati ia dan memberanikan diri mengungkapkan apa yang sudah kurencanakan sedari tadi.

“Za … boleh aku jujur kepadamu ?”

“Boleh, ada apa Lia ? sepertinya kau ketakutan begitu? katakan kalau memang itu penting. In syaa Allah kita cari solusi “.

Kuberanikan diri menggenggam tangannya. Kemudian kuletakkan di dadaku.

“Jujur Za, Sejak pertama bertemu aku merasa nyaman bersamamu Za”.

“Alhamdulillah Lia,aku juga sama nyaman dan senang bersamamu” .Zahra tersenyum dan menggenggam erat tanganku.

“Tapi ini beda Za, aku jatuh cinta sama kamu ! “.

“Iya aku juga cinta sama kamu Lia, cintaku padamu karena Allah”. Zahra menanggapi kata-kataku dengan santai. Sepertinya ia belum memahami apa yang baru saja kusampaikan kepadanya. Aku hanya terdiam.

“Maaf nih sudah malam insyaa Allah besok kita ngobrol-ngobrol lagi ya”.

Dia pun melepas tanganku sambil menepuk bahu, lalu berdiri dan kembali tersenyum padaku.

Apa yang di katakan Zahra tadi terus menari-nari. Apa benar dia paham yang aku maksud. Aku terus berpikir apa yang Za ucapkan membuat rasa kantuk hilang semalaman.

===============

Malam berikutnya aku masih saja penasaran . Aku masih ingin mengungkapkan perasaanku pada Zahra. Kali ini kuberanikan diri menghampirinya ke kamarnya.

“Za. Apa kamu sudah tidur?”… Aku memanggilnya tepat didepan pintu kamarnya. Terdengar dari dalam Zahra menjawab panggilanku.

“Belum Lia, masuk saja” … Zahra mempersilahkanku masuk kedalam kamarnya. Jantungku kembali berdegub seperti kemarin.

” Masuk Lia, maaf kamar lagi berantakan” … Zahra menyapaku dengan ramah.

“Santai aja Za, kamarku juga sama. Aku ingin ngobrol melanjutkan yang semalam. Ada yang masih membuatku penasaran Za”

“Soal apa ya Lia?”

“Mmm. Maaf, apa benar kamu juga suka padaku?”

“Maksud kamu apa Lia?”

“Kemarin waktu aku bilang suka padamu, kamu juga bilang suka padaku”

Kukumpulkan seluruh keberanianku. Berusaha mengungkapkan apa yang sebenarnya ingin kukatakan dengan perlahan, berharap ia mau menerimanya.

Ku coba lebih mendekat padanya. Kuucapkan apa yang menjadi maksudku dengan membisikkannya ditelinganya.

“Aku suka padamu sebagai pasangan”

Wajah Zahra seketika memerah. Ia langsung menampar pipiku.

“Haaaa ! apa kamu sudah tidak waras Lia?” Zahra melangkah mundur menjauhiku sambil berteriak. Tak pernah ku lihat ia Semarah itu. Namun aku sadar. Aku memang sudah keterlaluan. Aku terdiam sesaat.

“Istighfar Lia, istighfar !”

Zahra terdiam kulihat matanya berkaca-kaca.

“Za maaf kalau aku salah, aku hanya ingin kamu tau apa yang aku rasa Za ”

“Apa yang terjadi Lia ? Apa yang membuatmu seperti ini ?”

Zahra meminta penjelasan. Aku bingung mau menceritakan dari mana.

Zahra meraih dan menggenggam erat tanganku matanya berkaca-kaca. Walaupun marah, namun ia masih bisa bersikap dewasa. Ia masih bisa menasihatiku dengan kata-katanya yang indah. Kata-kata yang akhirnya bisa membuatku tersadar akan perbuatan-perbuatanku selama ini yang melampaui batas. Bahwa apa yang aku lakukan itu sesuatu yang diharamkan dan di laknat Allah kecuali aku segera bertaubat.

=================

Hidup ini terlalu singkat untuk diisi dengan rasa benci. Damaikan hati, biarkan cinta membuat hidupmu lebih berarti.
Kemarahan serta kebencian pada ayah hanyalah memberi kesusahan pada hidup. Memaafkan jauh lebih baik dan akan memberi ketenangan dalam hidup.

Sejahat apapun orang tua tetaplah orang tua , aku tidak boleh benci apalagi dendam. Tak terasa bulir-bulir air mata mengalir.

Ayah…. maafkan aku yang hina ini ayah….

Ya Rabb !… anak macan apa aku ini … ampunilah aku ya Rabb !..

Kini aku baru menyadari tanpa orang tua aku tak mungkin ada di dunia. Seharusnya sebagai anak bisa meringankan beban dosa atas kelalaian dan kebodohan dalam mendidik aku, bukan menambah beban dosa orang tua apalagi kini tiada.

Aku teringat kata-kata Zahra Tentang cinta. Ia berkata, Cinta itu anugerah Allah maka harus menempatkan pada posisi yang tepat. Cinta utama dan tulus akan mengalahkan amarah menuju kepatuhan pengabdian kepada Allah dan Rasul-Nya. Bukan mengingkari cinta dan menempatkan pada dosa.

Ya Allah… ampunilah aku .

Ketika memiliki cinta yang diajarkan Allah dan Rasul-Nya untuk saudara seiman menjadi lentera hati menerangi jalan menuju Ilahi dan membawa ketundukan tulus pengabdian kepada Allah dan Rasul-Nya.

Namun saat cinta di hati dikendalikan dorongan nafsu alirannya memekatkan darah, membutakan mata hati dari kebenaran hingga mengingkari kodrat. Setiap takdir Allah itu indah tak pernah salah semua sesuai dengan kadarnya masing-masing .

Semakin banyak aku ngobrol bersama Zahra, semakin bergejolak jiwa memikirkan dosa dan kelalaian yang aku lakukan selama ini tanpa disadari.

Ya Rabb ! Apa yang harus aku lakukan saat ini.

==================

Hidup bukanlah tentang seberapa banyak kesalahan dan dosa, tetapi tentang bagaimana cara memperbaiki diri untuk menjalani hidup. Hidup ini amat singkat maka janganlah membuatnya lebih singkat lagi dengan perbuatan sia-sia dan dosa.

Jam 4 pagi ku ketuk pintu kamar Za.

Tok… tok… tok…

Pintu terbuka, langsung kupeluk tubuhnya dan Zahra memelukku dengan erat kutumpahkan beban berat ini.

“Za ….aku tidak sanggup dengan dosa-dosa ini.”

Bulir-bulir air mataku mengalir deras membasahi pundak sahabatku itu. Tubuhku gemetar menahan tangis penyesalan dan bahagia hingga tubuh ini lunglai.
Zahra menopang tubuhku ke tempat tidur.

“Ada apa Lia kok sampai begini ? Tenang Istighfar astagfirullah… astagfirullah… astagfirullah … tarik nafas aaahhhh… keluarkan huuuu …”

Setelah tenang aku ceritakan kenapa pagi-pagi buta ke kamar.

” Maafkan aku Za, aku merasa hina. Aku mau bertaubat Za”

Ya Allah… Alhamdulillah nikmat terindah yang Allah berikan untukmu . Semoga Allah membimbing dan memberkahi juga istiqomah ya .” Ku lihat Zahra meneteskan air mata. Ia kelihatan bahagia.

“Lia.. inilah arti cintaku padamu karena Allah. Aku ingin kita bersama-sama memperbaiki diri dan terus belajar islam kaffah untuk melayakkan diri menjadi orang yang bertaqwa. ”

“Iya Za, maafkan aku atas perbuatan yang menjijikan itu karena kebodohan. Makasih juga atas semua ini hingga menyadarkan aku”

“Iya. Aku maafkan. Semoga kamu bisa istiqamah ya Lia”

Aku senang mendengar ucapannya. Zahra memang teman yang baik. Bahkan ia langsung memberiku beberapa kerudung miliknya untuk kugunakan.

=============

Hidup adalah pilihan yang harus segera aku putuskan. Jangan sampai semua terlambat dan penyesalan sepanjang hidup. Termasuk taubat hingga menutup aurat tanpa tapi walau diri berlumur dosa. Itu yang kupelajari dari ucapan Zahra kepadaku.

Disepertiga malam ku bersimpuh dihadapan Rabb aku memohon ampun atas segala dosa-dosa  Yangmaha Pengampun, tidak lupa aku juga memohonkan ampun untuk kedua orang tuaku. Tak terasa butiran bening menetes menyejukkan jiwa yang rapuh.

Ya Rabb ! Pilihan ini walau berat namun tekadku kuat untuk meninggalkan semua masa lalu yang kelam.

Kubuka lembaran baru dalam hidup walau entah apa yang terjadi besok. Kuyakin taqdir Allah akan menuntun dan memudahkan jalan hijrahku.

Pagi ini jiwaku terasa ringan dengan pilihan dalam hidup. Aku akan terus belajar dan menenggelamkan diri dalam ketaatan. Ingin kurengkuh kelezatan nikmat iman yang Allah dan Rasul-Nya janjikan. Kubiarkan cinta dalam diam berlayar menuju taqdir hingga berlabuh di dermaga cinta halal.

=============

Selesai

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 90

Comment here