wacana-edukasi.com, SURAT PEMBACA– Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkapkan baru ada 20 daerah mandiri di seluruh Indonesia yang tidak tergantung anggaran dari pemerintah pusat. Hal itu dilihat dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang lebih besar dari Transfer ke Daerah (TKD). Sumber pendapatan daerah memang pada umumnya ada 2 yakni Dana Bagi Hasil (DBH) dan PAD.
Sebanyak 20 daerah itu terdiri dari 14 provinsi, 5 kota dan 1 kabupaten yakni Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Riau, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan, Bali, Batam, Bekasi, Tangerang, Semarang, Surabaya dan Bandung (www.detik.com 16/12/2022).
Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri Agus Fatoni mengatakan salah satu daerah yang belum mandiri adalah Kepulauan Meranti. Kabupaten di Provinsi Riau itu belakangan heboh karena bupatinya, Muhammad Adil bilang Kementerian Keuangan berisi setan atau iblis karena pembagian Dana Bagi Hasil (DBH) migas tak sesuai.
Mindset mandiri yang berkembang di sistem kapitalisme saat ini sangat materialistis dan keluar dari kerangka kenegaraan ideal. Dimana saat ini negara dijalankan secara autopilot, lebih mengedepankan prinsip semakin daerah bisa membiayai diri sendiri maka dihargai sebagai daerah mandiri. Ini hanya racun berbalut madu yang seyogyanya itu adalah lepas tangan. Sama dengan mengkhianati asas desentralisasi yang dipilihkan menjadi asas hubungan pemerintah pusat dan daerah. Dengan kata ‘mandiri’ itu memaksakan daerah untuk menjalankan wewenang diluar kapasitasnya, berproduksi namun tidak merubah siginifikan kondisi daerahnya. Jelas ini berarti adalah problem sistemik yang musti diselesaikan by sistem terbaik.
Di dalam Islam, ada struktur pemerintah yang sebut wali dan amil, diangkat oleh Khalifah untuk menjadi pemimpin di wilayah propinsi atau wilayah dibawahnya dengan amanah melayani semua kebutuhan rakyat di daerahnya. Mereka dilantik bukan untuk menjadi raja di daerahnya tapi mewakili tugas-tugas khalifah di daerah agar rakyat merasakan kesejahteraan, keadilan dan perlindungan. Adanya pemasukan negara diatur Khalifah untuk pemerataan kekayaan semua daerah, tanpa melihat semampu apa kontribusinya bagi khalifah. Ada subsidi silang jika terjadi disparitas kekayaan antar daerah. Serta dipilihnya pemimpin yang amanah dalam menjalankannya.
Sebagaimana diterangkan dalam kitab Al Ahkamus Shultoniyah karya Imam Al Mawardi bahwa wali atau amil memiliki wewenang dengan tugas terbatas. Diantaranya membantu khalifah untuk mengatur wilayah dan bekerja sesuai dengan prediksi demi kemaslahatan negara, memastikan pemasukan dari zakat sampai kepada delapan ashnaf di daerahnya serta mengurusi segala urusan rakyatnya di daerah sesuai dengan syariat Islam. Namun ada urusan-urusan yang kekuasaan dan kepemimpinan yang tidak diberikan kepada wali adalah urusan militer (al-jaisy), peradilan (al-qadha’) dan keuangan (al-mal). ***
Yeni
Pontianak, Kalbar
Views: 10
Comment here