Opini

Dana Umat Diembat, Syariat Dibabat

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh: Siti Subaidah

Wacana-edukasi.com — Di tengah pandemi covid-19 yang tak berkesudahan, ekonomi Indonesia terjun bebas menuju resesi. Hal ini menjadi titik perhatian pemerintah karena jatuhnya ekonomi suatu negara akan menimbulkan sederet problem beruntun yang menyertai. Segala potensi yang menghasilkan pendapatan dikejar dan dilakukan baik itu investasi, pelonggaran kegiatan ekonomi di saat pandemi termasuk melirik pos yang memungkinkan untuk ditarik dananya.

Lirikan itu jatuh pada dana wakaf umat. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati membidik partisipasi pengumpulan dana wakaf yang lebih besar dari masyarakat kelas menengah Indonesia, khususnya generasi muda alias milenial. Ia menyebut kesadaran kalangan ini terhadap instrumen wakaf tengah meningkat sehingga bisa dijadikan sumber keuangan baru untuk memenuhi pembiayaan dari dalam negeri.

Sri Mulyani mendasarkan hal ini dari realisasi pengumpulan dana instrumen wakaf kalangan menengah Indonesia tahun ini senilai Rp217 triliun, atau setara 3,4 persen total Produk Domestik Bruto (PDB). Data ini menunjukkan ada partisipasi yang cukup besar dari kalangan menengah dan jumlahnya bisa ditingkatkan sejalan dengan pertumbuhan penduduk kelas menengah di Indonesia yang saat ini mencapai 74 juta orang (CNN Indonesia).

Apa yang dilakukan oleh pemerintah jelas sekali menunjukkan bahwa saat ini pemerintah telah kehabisan cara untuk menyangga ekonomi. Pajak dan hutang tak mampu lagi membiayai pengeluaran negara. Maka potensi dana umat yang besar pun ikut diembat. Ibarat orang yang sudah mau tenggelam. Akhirnya meraih apa saja yang lewat untuk bisa menyelamatkan diri.

Karakter muslim yang memiliki kesadaran dalam berwakaf dalam membantu sesama, kini dimanfaatkan rezim untuk membuat program-program wakaf yang menarik. Tentu muaranya agar masyarakat semakin masif berwakaf dan dapat digunakan sebagai dana sampingan agar ekonomi bisa diselamatkan.

Pemerintah dan Ekonomi Islam

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ekonomi syariah berpeluang besar menjadi sumber baru bagi perekonomian nasional. Sekaligus dinilai mampu menjawab berbagai tantangan dinamika perekonomian nasional di masa kedaruratan kesehatan ini.

Menurutnya, pemerintah mempunyai pertimbangan khusus untuk menjadikan ekonomi syariah sebagai pusat pertumbuhan baru ekonomi nasional. Antara lain adanya kesamaan karakteristik antara prinsip ekonomi syariah dengan nilai-nilai yang di miliki masyarakat Indonesia.

“Hal ini karena dalam perekonomian syariah yang sejalan dengan kearifan lokal Indonesia, seperti nilai kejujuran, keadilan, dan tolong-menolong. Serta adanya keberpihakan pada kelompok lemah, dan itu semua dapat membantu pemulihan ekonomi nasional,” terangnya.

Terlebih, tegas Bendahara negara, Indonesia merupakan negara penduduk muslim terbesar di dunia. Sehingga ruang pasar dalam negeri untuk ekonomi syariah diyakini masih terbuka lebar. Namun, apakah indikasi arah perubahan ekonomi Indonesia menuju ekonomi syariah menjadi titik tolak penerapan Islam keseluruhan di semua aspek?

Jika menilik pada sistem kapitalis yang berorientasi pada asas kepentingan dan manfaat. Tentu sangat bertolak belakang dengan Islam yang lebih mengutamakan kemaslahatan umat. Pertanyaan maukah rezim ini menukar kepentingan mereka dengan kepentingan umat? Sistem kapitalisme menumbuhkan ketamakan bagi para pemegang kekuasaan dan pemilik modal. Alih-alih memikirkan nasib umat, yang ada hanya semakin menumpuk harta dan kekuasaan demi kepentingannya.

Bahkan pernyataan Sri Mulyani sendiri sebenarnya masih terkesan abu-abu. Lebih terlihat hanya untuk mengambil simpati rakyat yang notabene sudah melek syariah. Hingga menggunakan embel-embel ekonomi syariah atau ekonomi Islam. Padahal sebenarnya tangan liar mereka sudah siap mengambil dana umat.

Tak Malu Memanfaatkan Umat

Rezim hari ini secara gamblang memperlihatkan sikap tak tahu malu. Ketika berhubungan dengan materi saja, umat di seru untuk giat berwakaf namun suara-suara umat yang merindukan dan semakin sadar dengan urgensi Islam kaffah malam dibendung. Upaya stigma negatif terhadap ajaran Islam tak henti-hentinya dilakukan. Kelompok dakwah syariah kaffah dicap radikal bahkan para pengemban dakwahnya dikriminalisasi dan dipersekusi.

Semakin jelas bahwa rezim hanya memanfaatkan umat. Melegitimasi sebagian syariah Islam yang hanya menguntungkan rezim sementara yang membahayakan kepentingan rezim dibuang. Sudah terlalu sering rakyat dimanfaatkan untuk kepentingan elit penguasa, bahkan dana talangan haji sudah terlebih dahulu menjadi mangsa. Kini giliran dana wakaf umat. Lalu sampai kapan rakyat terus dimanfaatkan?

Islam dan Dana Umat

Islam memiliki skema pembiayaan negara yang jelas. Tak perlu mengambil dana yang berasal dari umat karena mekanisme syariah Islam dalam hal ekonomi menjadikan negara memiliki pos-pos pemasukan yang besar. Diantaranya (1) Fai'[Anfal, Ghanimah, Khumus]; (2) Jizyah; (3) Kharaj; (4) ‘Usyur; (5) Harta milik umum yang dilindungi negara; (6) Harta haram pejabat dan pegawai negara; (7) Khumus Rikaz dan tambang; (8) Harta orang yang tidak mempunyai ahli waris; (9) Harta orang murtad. Inilah pendapatan tetap negara.

Dengan pos-pos tersebut negara sangat mampu membiayai kebutuhan dan pengeluaran negara yang berkaitan dengan kemaslahatan umat. Sumber daya alam yang melimpah ruah dengan negara sebagai pengelolanya membuat negara tak perlu melirik dana lain. Tak perlu bersusah-susah mengamati pos-pos lain untuk memungut dana demi perbaikan ekonomi layaknya kapitalis. Pemerintah dalam Islam tdak akan sewenang-wenang mengambil dana dan memanfaatkan umat hanya demi kepentingannya. Islam hadir untuk mengangkat derajat manusia dari kezaliman, tak seperti kapitalis yang semakin menenggelamkan masyarakat dalam lumpur kesengsaraan.

Wallahu a’lam bishawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here