Tabligul Islam

Data Pribadi Bocor, Tanggung Jawab Siapa?

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Sri Indriyani 

(Pegiat Opini Kolaka Utara)

Wacana-edukasi.com — Akhir-akhir ini publik dihebohkan dengan dengan isu bocornya data 279 juta penduduk Indonesia. Data yang diklaim dijual situs surface web raid Forums. Ratusan data itu dijual oleh seorang anggota forum dengan akun Kotz. Kotz menuturkan bahwa data tersebut berisi NIK, nama, alamat, nomor telepon, bahkan kabarnya jumlah gaji. Data tersebut termasuk yang sduah meninggal dunia. Unggahan tersebut menyebutkan bahwa data tersebut berasal dari BPJS Kesehatan (sumber: detikinet.com/20 Mei 2021).

Kebocoran tersebut cukup membuat netizen heboh mengingat kasus kebocoran data bukanlah hal yang sepele. Selain privasi seseorang tidak terjaga, data tersebut juga bisa digunakan sebagai tindak kejahatan seperti pinjaman online bahkan penipuan. Mungkin di antara kita pernah atau sering mendapat sebuah pesan singkat lewat telepon seluler, yang menawarkan pinjaman online bahkan tagihan pembayaran utang.

Hal ini bisa menjadi indikasi bahwa data pribadi kita sudah bocor dan telah disalahgunakan oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab.

Seperti dikutip dari laman detik.com (21/5/2021), Pakar keamanan internet dari Vaksincom Alfons Tanujaya membeberkan sejumlah bahaya yang dapat mengintai kebocoran data misalnya digunakan untuk membuat KTP Aspal dan digunakan untuk mengajukan pinjaman atas nama korban. Divmana KTP Aspal tersebut dapat digunakan oleh pelaku untuk melakukan kejahatan di sektor perbankan.

Sungguh sangat berbahaya dan tidak bisa dipandang sebelah mata, kita harus berhati-hati dalam menjaga data pribadi. Di satu sisi, negara juga memiliki tanggung jawab dalam melindungi data pribadi masyarakatnya. Negara harus betul-betul memperhatikan keamanan data pribadi masyarakat baik yang dimiliki oleh negara itu sendiri ataupun milik pihak swasta. Namun sayang jika dilihat, kasus kebocoran data penduduk bukan hanya terjadi kali ini. Kasus serupa sudah berkali-kali terjadi. seperti yang terjadi pada tahun 2019.

Di mana sebanyak 12 juta data pengguna platform Bukalapak bocor. Kemudian di sepanjang tahun tahun 2020 terdapat banyak kasus kebocoran data.
Seperti data pengguna platform Tokopedia sebanyak 90 juta, data pelanggang bhinneka.com 1,2 juta data, kreditplus 800 ribu data, dan beberapa kasus lainnya.

Ini menunjukkan bahwa pemerintah belum begitu serius dalam melindungi data pribadi masyarakatnya, karena sudah terjadi berulang kali. Jika dilihat hingga saat ini pun payung hukum untuk melindungi data pribadi dianggap lemah dan tidak tegas. Seperti yang disampaikan oleh Direktur Informasi dan komunikasi Politik, Hukum dan Kemanan Komunikasi dan Informatika, Bambang Gunawan (okezone.com, 26/5/2021), bahwa selama ini kebocoran data pribadi disebabkan karena lemahnya payung hukum untuk memberikan perlindungan data pribadi. Sehingga harus ada RUU perlindungan data pribadi.

Ketidakmampuan Pemerintah Melindungi Data

Padahal, Menkominfo Rudiantara menyebut jika memang benar ada penyalahgunaan NIK dan KK, maka pelaku bisa dikenai hukuman dari Undang-Undang Kependudukan yaitu UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan serta UU Informasi dan Transaksi Elektronik. Rudiantara menjelaskan bahwa yang menyalahgunakan hal itu bisa dikenai hukuman dua tahun dan denda. Memunculkan pertanyaan besar, siapakah yang bertanggung jawab saat ini?

Seharusnya peran negara sebagai pelindung untuk masyarakat, sudah dari sejak awal (saat kasus kebocoran data pertama kali terjadi) merespons dengan serius kasus tersebut. Negara betul-betul menjamin keamanan data pribadi masyarakat yang dimiliki dengan menggunakan sistem keamanan yang mempuni, serta dijalankan oleh orang-orang yang betul-betul ahli dalam bidangnya. Kemudian adanya hukum yang tegas untuk menindaklanjuti oknum-oknum yang mencuri, menjual, dan menggunakan data pribadi masyarakat secara ilegal.

Maka, kasus kebocoran data untuk kepentingan politik dalam hal menjadi perkara yang bisa saja terjadi dalam sistem kapitalisme-sekularisme. Sebab semua pihak, hanya mementingkan kepuasan pribadi, kelompok, atau lembaganya tanpa memiliki standar yang benar dalam menilai suatu perbuatan. Oleh karena itu, negara harus _powerful_ dalam mengurusi keamanan rakyatnya.

Butuh Totalitas Peran Negara

Islam sebagai peraturan hidup yang sempurna yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, telah diterapkan secara nyata dan kafah di muka bumi dan dilanjutkan oleh kaum muslimin selama lebih kurang 13 abad lamanya dalam bentuk negara yang bertanggung jawab yang memberikan perlindungan bagi rakyatnya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa seorang kepala negara adalah sebagai pengatur/ rain dan Perisai/ pelindung/ junnah bagi seluruh rakyatnya baik muslim maupun non muslim tanpa membedakan jenis kelamin dan strata sosialnya.

Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
“Sesungguhnya al-imam (khalifah) itu perisai, di mana (orang-orang) akan berperang di belakangnya (mendukung) dan berlindung (dari musuh) dengan (kekuasaan)nya.” (HR. Al-Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Dawud, dll).

Oleh karena itu, salah satu fungsi negara ialah memberikan kenyamanan, perlindungan, dan keamanan bagi setiap warganya. Di era serba digital, kejahatan di dunia maya pasti terjadi. Salah satunya ialah peretasan data kependudukan warga. Oleh karena itu, sudah semestinya negara melaksanakan tugasnya dengan baik.

Negara membutuhkan infrastruktur dan instrumen yang menunjang pelaksanaan keamanan data pribadi setiap warga. Ditambah dukungan SDM mumpuni seperti para ahli dan pakar di bidang teknologi informasi. Dengan infrastruktur, instrumen hukum, serta tata kelola yang terintegrasi dengan baik, keamanan data pribadi warga negara terjamin. Inilah tugas negara sesungguhnya.

Wallahu a’lam bishshawab

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 32

Comment here