Opini

Data Semrawut Sering jadi Scapegoat Bukti Demokrasi Sistem Reyot

blank
Bagikan di media sosialmu

Oleh Diani Aqsyam

Kegiatan dan sistem pelaksanaan sensus diawali pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Sensus dilakukan untuk mendapatkan data berapa jumlah penduduk yang ada. Umar bin Khattab melakukan pencatatan warga negara Khilafah secara lengkap

Wacana-edukasi.com — Demokrasi kian memprihatinkan saat pandemi. Lagi, data semrawut akibat kebijakan sengkarut. Kali ini datangnya adalah dari program BPUM (Bantuan Produktif Usaha Mikro). BPUM merupakan upaya pemerintah untuk mendukung usaha mikro agar dapat bertahan dan terus melanjutkan usaha di tengah pandemi dalam rangka pemulihan ekonomi nasional.

Kementerian Koperasi dan UKM berupaya menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal Program BPUM. BPK menyatakan penyaluran BPUM yang dilaksanakan Kementerian Koperasi dan UKM dalam rangka penanganan dampak COVID-19 tidak tepat sasaran.

Pada tahun 2020 penerima BPUM mencapai 12 juta pelaku usaha. Masing-masing pelaku usaha menerima Rp2,4 juta. Sementara, BPK mendapati 414.590 penerima yang bermasalah atau tidak tepat sasaran. Total anggaran yang bermasalah sebanyak Rp1,18 triliun. Bahkan Rp91,8 miliar dari jumlah bantuan itu diberikan kepada 38,2 ribu penerima yang sudah meninggal (infoanggaran.com, 25/6/2021)

Jika kita lihat, fenomena kasus dana tidak tepat sasaran dalam atmosfer demokrasi merupakan hal yang lumrah terjadi. Sedihnya, data semrawut sering dijadikan scapegoat (kambing hitam). Dalam kasus program BPUM, Anggota Komisi VI DPR RI Achmad Baidowi tidak heran dengan hal tersebut. Menurutnya, data besar (big data) UMKM masih tercecer di 18 kementrian. Kementrian Koperasi dan UKM berjanji untuk memperbaiki manajemen data mereka yang buruk.

Deputi Bidang Pemantauan, Evaluasi, dan Pengendalian Pembangunan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Taufik Hanafi mengakui data bantuan pemerintah saat ini masih belum terintegrasi dengan baik. Semrawutnya data ini lantaran adanya empat tantangan serius yang tengah dihadapi oleh pemerintah.

Pertama, belum adanya standarisasi kuat dan solid dalam data bantuan pemerintah. Akibatnya, banyaknya data penerima yang tidak lengkap. Diantaranya NIK tidak lengkap, penerima bantuan tidak disertai NIK, hingga kurangnya pemutakhiran terhadap data lokasi domisili termasuk status pekerjaan.

Kedua, terdapat tumpang tindih data. Ketiga, proses verifikasi dan validasi belum tertata rapi. Walhasil, mengakibatkan masih adanya temuan duplikasi data di sejumlah daerah. Keempat, belum mumpuninya keterampilan SDM untuk komputasi dan analisa data untuk pemadanan data penerima bantuan. Sehingga kasus ada data yang tidak padan lumrah ditemui.

Persoalan manajemen data yang buruk, membuat pelaku UMKM yang semestinya berhak mendapat bantuan, menjadi kehilangan manfaat BPUM. Itu baru satu akibat dari masalah data bantuan pemerintah, pasalnya banyak efek akibat manajemen data yang buruk, di antaranya peluang terjadinya tindakan korupsi, lambannya distribusi bantuan, saling serang antara pusat dan pemda, di mana ujung-ujungnya adalah kezaliman terhadap rakyat, karena rakyat tidak mendapatkan periayahan yang benar. Belum lagi standar penentuan yang berhak mendapat bantuan sangat subyektif. Hal itu semakin menambah ribetnya urusan dan proses rakyat menerima bantuan. Bukti demokrasi itu reyot.

Permasalahan buruknya manajemen data, bukan hanya masalah teknis tapi penyakit bawaan dalam birokrasi demokrasi, dan ini merupakan masalah sistemik. Berawal dari kacaunya pendataan, digenapi dengan kebingungan pembiayaan/anggaran, serta upaya politisasi bantuan demi kepentingan pejabat, semakin melengkapi drama kezaliman terhadap rakyat dan ketidakseriusan pemerintah dalam mengurus negara.

Dalam sistem khilafah, tentu persoalan bantuan dan pendataan merupakan hal serius yang wajib dilakukan dengan benar oleh negara. Negara tak akan mempersulit mekanisme penerimaan bantuan, pendataan dilakukan dengan objektif lagi akurat. Negara juga melakukan pendataan yang terperinci agar bantuan tepat sasaran dan tidak disalahgunakan. Penyaluran yang cepat dan tepat sasaran akan sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup rakyat.

Khilafah pelopor sistem administrasi. Pendataan cepat, rinci dan akurat dilakukan khalifah secara cermat di bantu oleh Muawwin Tanfidz dan pejabat lainnya. Khilafah mendistribusikan harta negara pada yang berhak berdasarkan data kependudukan yang valid.

Dalam Islam, sensus atau pendataan merupakan hal penting karena dari sanalah dapat dirumuskan beraneka kebijakan. Pemerintah Islam menganggap sensus dan survei sangat vital bagi keberlangsungan dan kemajuan. Sehingga, pelaksanaannya pun dilakukan secara periodik, bukan seperti dalam sistem demokrasi di mana data tercecer dan tidak jelas.

Kegiatan dan sistem pelaksanaan sensus diawali pada masa pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab. Sensus dilakukan untuk mendapatkan data berapa jumlah penduduk yang ada. Umar bin Khattab melakukan pencatatan warga negara Khilafah secara lengkap, bahkan meliputi data kapan mereka masuk Islam, sudah berapa kali ikut berjihad dan sebagainya. Walhasil, pungutan dan pembagian zakat di masa khilafah sesudahnya berjalan tepat sasaran.

Keapikan sistem pendataan pun terlihat pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Sang Khalifah mengutus seseorang melakukan pendataan dengan cermat siapa saja yang berhak atas zakat. Tidak ada yang terlewat. Meskipun akhirnya tak ada yang mau menerima zakat karena pada masa pemerintahannya rakyat sejahtera. Sungguh ini membuktikan bahwa Islam sangat unggul dalam melakukan pengurusan terhadap rakyat. Tidak ada karena alasan data, urusan rakyat jadi terlalaikan.
Berbagai fakta membuktikan bahwa demokrasi tak mampu urus negara. Data saja semrawut, apalagi kebijakan lainnya. Bukankah sudah masanya negeri ini berbenah? Apalagi selama pandemi, kezaliman penguasa makin nyata dirasakan. Mari jadikan Islam sebagai dasar dan pilar negara, Insyaa Allah pasti berkah.

Wallahu a’lam bishowab.

Disclaimer

Wacana Edukasi adalah sarana edukasi masyarakat. Silakan kirimkan tulisan anda ke media kami. Wacana Edukasi akan melakukan seleksi dan menayangkan berbagai naskah dari Anda. Tulisan yang dikirim bisa berupa Opini, SP, Puisi, Cerpen, Sejarah Islam, Tsaqofah Islam, Fiqih, Story Telling, Olah raga, Kesehatan, Makanan, ataupun tulisan lainnya. Tulisan tidak boleh berisi hoaks, mengandung SARA, ujaran kebencian, dan bertentangan dengan syariat Islam. Tulisan yang dikirim sepenuhnya menjadi tanggungjawab penulis.

Views: 9

Comment here